Hampir semua santri di pesantren pernah mempelajari buku-buku
karya Syaikh Umar Baraja dari Surabaya. Sudah sekitar 11 judul buku yang
diterbitkan, seperti Al-Akhlaq Lil Banin, kitab Al-Akhlaq Lil Banat,
kiab Sullam Fiqih, kitab 17 Jauharah, dan kitab Ad’iyah Ramadhan.
Semuanya terbit dalam bahasa Arab, sejak 1950 telah digunakan sebagai
buku kurikulum di seluruh pondok pesantren di Indonesia. Ya, secara
tidak langsung Syaikh Umar Baradja ikut mengukir akhlaq para santri di
Indonesia.
Buku-buku tersebut pernah di cetak Kairo, Mesir, pada 1969 atas
biaya Syeikh Siraj Ka’ki, dermawan Mekkah, yang di bagikan secara
cuma-cuma ke seluruh dunia Islam. Syukur alhamdulillah, atas ridha dan
niatnya agar buku-buku ini menjadi jariyah dan bermanfaat luas, pada
1992 telah di terbitkan buku-buku tersebut ke dalam bahasa Indonesia,
Jawa, Madura, dan Sunda.
Selain menulis buku pelajaran , Syaikh Umar juga menulis
syair-syairnya dalam bahasa Arab dengan sastranya yang tinggi. Menurut
ustadz Ahmad bin Umar, putra tertuanya, cukup banyak dan belum sempat
dibukukan. Selain itu, masih banyak karya lain, seperti masalah
keagamaan, yang masih bertuliskan tangan dan tersimpan rapi dalam
perpustakaan keluarga.
Kepandaiannya dalam karya tulis, disebabkan dia menguasai bahasa
Arab dan sastranya, ilmu tafsir dan Hadits, ilmu fiqih dan tasawuf, ilmu
sirah dan tarikh. Ditambah, penguasaan bahasa Belanda dan bahasa
Inggris.
Selalu Berharap
Syaikh Umar bin Achmad Baradja lahir di kampung Ampel Maghfur, pada
10 Jumadil Akhir 1331 H/17 Mei 1913 M. Sejak kecil dia diasuh dan
dididik kakeknya dari pihak ibu, Syaikh Hasan bin Muhammad Baradja ,
seoarang ulama ahli nahwu dan fiqih.
Nasab Baradja berasal dari (dan berpusat di) Seiwun, Hadramaut,
Yaman. Sebagai nama nenek moyangnya yang ke-18, Syaikh Sa’ad,
laqab(julukannya) Abi Raja’ (yang selalu berharap). Mata rantai
keturunan tersebut bertemu pada kakek Nabi Muhammad SAW yang kelima ,
bernama Kilab bin Murrah.
Pada masa mudanya, Umar Baradja menuntut ilmu agama dan bahasa Arab
dengan tekun, sehingga dia menguasai dan memahaminya. Berbagai ilmu
agama dan bahasa Arab dia dapatkan dari ulama, ustadz, syaikh, baik
melalui pertemuan langsung maupun melalui surat. Para alim ulama dan
orang-orang shalih telah menyaksikan ketaqwaan dan kedudukannya sebagai
ulama yang ‘amil. Ulama yang mengamalkan ilmunya.
Dia adalah salah seorang alumnus yang berhasil, didikan madrasah
Al-Khairiyah di kampung Ampel, Surabaya, yang didirikan dan dibina
Al-habib Al-Imam Muhammad bin Achmad Al-Muhdhar pada 1895. Sekolah yang
berasaskan Ahlussunnah wal Jama’ah dan bermadzhab Syafi’i.
Guru-guru Syaikh Umar Baradja, antara lain, Al-Ustadz Abdul Qodir
bin Ahmad bil Faqih (Malang), Al-Ustadz Muhammad bin Husein Ba’bud
(Lawang), Al-Habib Abdul Qodir bin Hadi Assegaf, Al-Habib Muhammad bin
Ahmad Assegaf (Surabaya), Al-Habib Alwi bin Abdullah Assegaf (Solo),
Al-Habib Ahmad bin Alwi Al-Jufri (Pekalongan), Al-Habib Ali bin Husein
Bin Syahab, Al-Habib Zein bin Abdullah Alkaf (Gresik), Al-Habib Ahmad
bin Ghalib Al-Hamid (Surabaya), Al-Habib Alwi bin Muhammad Al-Muhdhar
(Bondowoso), Al-Habib Abdullah bin Hasa Maulachela, Al-Habib Hamid bin
Muhammad As-Sery(Malang), Syaikh Robaah Hassunah Al-Kholili (Palestina),
Syaikh Muhammad Mursyid (Mesir) – keduanya tugas mengajar di Indonesia.
Guru-gurunya yang berada di luar negeri diantaranya, Al-Habib Alwi
bin Abbas Al-Maliki, As-Sayyid Muhammad bin Ami n Al-Quthbi, As-Syaikh
Muhmmad Seif Nur, As-Syaikh Hasan Muhammad Al-Masysyath, Al-Habib Alwi
bin Salim Alkaff, As-Syaikh Muhammad Said Al-Hadrawi Al-Makky (Mekkah),
Al-Habib Muhammad bin Hady Assegaf(Seiwun, Hadramaut, Yaman), Al-Habib
Abdullah bin Ahmad Al-Haddar, Al-Habib Hadi bin Ahmad Al-Haddar (‘inat,
Hadramaut, Yaman) , Al-habib Abdullah bin Thahir Al-Haddad (Geidun,
Hadaramaut, Yaman), Al-Habib Abdullah bin Umar Asy-Syatiri (Tarim,
Hadramaut, Yaman), Al-Habib Hasan bin Ismail Bin Syeikh Abu Bakar
(‘inat, Hadramaut, Yaman), Al-Habib Ali bin Zein Al-Hadi, Al-Habib Alwi
bin Abdullah Bin Syahab (Tarim, Hadramaut, Yaman), Al-Habib Abdullah bin
Hamid Assegaf (Seiwun, Hadramaut, Yaman), Al-Habib Muhammad bin
Abdullah Al-Haddar (Al-Baidhaa, Yaman) , Al-Habib Ali bin Zein Bilfagih
(Abu Dhabi, Uni Emirat Arab), As-Syaikh Muhammad Bakhit Al-Muthii’i
(Mesir), SayyidiMuhammad Al-Fatih Al-Kattani (Faaz, Maroko), Sayyidi
Muhammad Al-Munthashir Al-Kattani (Marakisy, Maroko) , Al-Habib Alwi bin
Thohir Al-Haddad (Johor, Malaysia), Syeikh Abdul ‘Aliim As-Shiddiqi
(India), Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf (Mesir), Al-Habib Abdul Qodir
bin Achmad Assegaf (Jeddah, Arab Saudi).
Kiprah Dakwah
Syaikh Umar mengawali kariernya mengajar di Madrasah Al-Khairiyah
Surabaya tahun 1935-1945, yang berhasil menelurkan beberapa ulama dan
asatidz yang telah menyebar ke berbagai pelosok tanah air. Di Jawa Timur
antara lain, almarhum al-ustadz Achmad bin Hasan Assegaf, almarhum
Al-Habib Umar bin Idrus Al-Masyhur, almarhum al-ustadz Achmad bin Ali
Babgei, Al-habib Idrus bin Hud Assegaf, Al-habib Hasan bin Hasyim
Al-Habsyi, Al-habib Hasan bin Abdul Qodir Assegaf, Al-Ustadz Ahmad Zaki
Ghufron, dan Al-Ustadz Dja’far bin Agil Assegaf.
Kemudian, dia pindah mengajar di Madrasah Al-Khairiyah, Bondowoso.
Berlanjut mengajar di Madrasah Al-Husainiyah, Gresik tahun 1945-1947.
Lalu mengajar di Rabithah Al-Alawiyyah, Solo, tahun 1947-1950. Mengajar
di Al-Arabiyah Al-Islamiyah, Gresik tahun 1950-1951. Setelah itu, tahun
1951-1957, bersama Al-habib Zein bin Abdullah Al-kaff, memperluas serta
membangun lahan baru, karena sempitnya gedung lama, sehingga terwujudlah
gedung yayasan badan wakaf yang di beri nama Yayasan Perguruan Islam
Malik Ibrahim.
Selain mengajar di lembaga pendidikan, Syaikh Umar juga mengajar di
rumah pribadinya, pagi hari dan sore hari, serta majelis ta’lim atau
pengajian rutin malam hari. Karena sempitnya tempat dan banyaknya murid,
dia berusaha mengembangkan pendidikan itu dengan mendirikan Yayasan
Perguruan Islam atas namanya, Al-Ustadz Umar Baradja. Ini sebagai
perwujudan hasil pendidikan dan pengalamannya selama 50 tahun. Hingga
kini masih berjalan, dibawah asuhan putranya, Al-Utadz Achmad bin Umar
Baradja.
Amal ibadahnya meluas ke bidang lain, sehingga memerlukan dana yang
cukup besar, dia juga menggalang dana untuk kebutuhan para janda, fakir
miskin, dan yatim piatu khususnya para santrinya, agar mereka lebih
berkonsentrasi dalam menimba ilmu. Menjodohkan wanita-wanita muslimah
dengan pria muslim yang baik menurut pandangannya, sekaligus
mengusahakan biaya perkawinannya dengan dukungan dana dari Al-habib
Idrus bin Umar Alaydrus.
Salah satu karya monumentanya adalah membangun Masjid Al-Khair
(danakarya I-48/50, Surabaya) pada tahun 1971, bersama KH. Adnan Chamim,
setelah mendapat petunjuk dari Al-Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid
(Tanggul) dan Al-habib Zein bin Abdullah Al-Kaff (Gresik). Masjid ini
sekarang digunakan untuk berbagai kepentingan dakwah masyarakat
Surabaya.
Penamplan Syeikh Umar sangat bersahaja, tetapi dihiasi sifat-sifat
ketulusan niat yang disertai keikhlasan dalam segala amal perbuatan
duniawi dan ukhrawi. Dia juga mejabarkan akhlaq ahlul bait, keluarga
Nabi dan para sahabat, yang mencontoh baginda Nabi Muhammad SAW. Dia
tidak suka membangga-banggakan diri, baik tentang ilmu, amal, maupun
ibadah. Ini karena sifat tawadhu’ dan rendah hatinya sangat tinggi.
Dalam beribadah, dia selalu istiamah baik sholat fardhu maupun
sholat sunnah qabliyah dan ba’diyah. Sholat dhuha dan tahajud hampir
tidak pernah dia tnggalkan walaupun dalam bepergian. Kehidupannya dia
usahakan untuk benar-benar sesuai dengan yang digariskan agama.
Cintanya kepada keluarga Nabi SAW dan dzurriyyah atau keturunannya,
sangat kenal tak tergoyahkan. Juga kepada para sahabat anak didik
Rasulullah SAW. Itulah pertanda keimanan yang teguh dan sempurna.
Dalam buku Kunjungan Habib Alwi Solo kepada Habib Abubakar
Gresik,Catatan Habib AbdulKadir bin Hussein Assegaf (Penerbit Putra
Riyadi : 2003), disebutkan,”… kami (rombongan Habib Alwi bin Alwi
Al-Habsyi) berkunjung ke rumah Syaikh Umar bin Ahmad Baradja (di
Surabaya). Kami dengar saking senangnya, ia sujud syukur di kamar
khususnya. Ia meminta Sayyidi Alwi untuk membacakan doa dan
Fatihah.”(hlm.93).
Sifat wara’-nya sangat tinggi. Perkara yang meragukan dan syubhat
dia tinggalkan, sebagaimana meninggalkan perkara-perkara yang haram. Dia
juga selalu berusaha berpenampilan sederhana. Sifat Ghirah Islamiyah
(semangat membela Islam) dan iri dalam beragama sangat kuat dalam
jiwanya. Konsistensinya dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar,
misalnya dalam menutup aurat, khususnya aurat wanita, dia sangat keras
dan tak kenal kompromi. Dalam membina anak didiknya, pergaulan bebas
laki-perempuan dia tolak keras. Juga bercampurnya murid laki-dan
perempuan dalam satu kelas.
Pada saat sebelum mendekati ajalnya, Syaikh umar sempat berwasiat
kepada putra-putra dan anak didiknya agar selalu berpegang teguh pada
ajaran assalaf asshalih. Yaitu ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah, yang
dianut mayoritas kaum muslim di Indonesia dan Thariqah ‘Alawiyyah, dan
bermata rantai sampai kepada ahlul bait Nabi, para sahabat, yang
semuanya bersumber dari Rasulullah SAW.
Syaikh Umar memanfaatkan ilmu, waktu, umur, dan membelanjakan
hartanya di jalan Allah sampai akhir hayatnya. Ia memenuhi panggilan
Rabb-nya pada hari Sabtu malam Ahad tanggal 16 Rabiuts Tsani 1411 H/3
November 1990 M pukul 23.10 WIB di Rumah Sakit Islam Surabaya, dalam
usia 77 Tahun.
Keesokan harinya Ahad ba’da Ashar, ia dimakamkan, setelah
dishalatkan di Masjid Agung Sunan Ampel, diimami putranya sendiri yang
menjadi khalifah (penggantinya), Al-Ustadz Ahmad bin Umar Baradja. Jasad
mulia itu dikuburkan di makam Islam Pegirian Surabaya. Prosesi
pemakamannya dihadiri ribuan orang.
Sumber : Majalah AlKisah No. 07/Tahun V/26 Maret – 8 April 2007 Hal. 85-89
masya Allah aku baru tahu kisah hidupnya pengarang Ahlakul Banin ternyata Orang ampel. saya pikir orang arab
BalasHapus