Jumat

Ketika Istri Nusyuz

Pengertian nusyuz



Nusyuz adalah kedurhakaan seorang istri terkait kewajibannya kepada suami. Nusyuz bisa saja dalam hal perbuatan atau perkataan.



Contoh nusyuz dalam bentuk perbuatan adalah adanya penentangan istri terhadap perintah suami, menunjukkan wajah cemberut, keluar rumah tanpa izin suami, dan menolak diajak bercumbu  oleh suami.



Contoh nusyuz dalam bentuk perkataan adalah mencaci suami, berkata kasar, sumpah serapah, dan lain-lain.

Menyikapi istri nusyuz



Al Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah berkata:

وإذا خاف نشوز المرأة وعظها فإن أبت إلا النشوز هجرها فإن أقامت عليه هجرها وضربها ويسقط بالنشوز قسمها ونفقتها



 “Jika suami mengkhawatirkan istrinya nusyuz, hendaknya suami menasihati istrinya. Jika tetap nusyuz, maka boleh meng-hajr-nya. Jika masih tetap nusyuz, maka suami meng-hajr dan memukulnya. Jika istri nusyuz, maka hak giliran malam dan nafkahnya gugur”



Maka ada 3 tahapan dalam menyikapi istri yang nusyuz :



    Menasihatinya

    Meng-hajr-nya

    Memukulnya



Penjelasan terapi untuk istri nusyuz



    Menasihatinya



Hukum menasihati istri yang sedang nusyuz adalah dianjurkan. Allah Ta’ala berfirman,

وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا



“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (QS. An Nisaa : 34)



Maka hendaknya si suami menasihati istrinya yang sedang nusyuz agar kembali taat kepada suami. Hendaknya si suami mengingatkan istrinya (baca : menceramahinya) akan hadits-hadits yang berisi teguran dan ancaman terhadap istri yang tidak menurut pada suami.



Ingatkanlah sang istri bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ  ان تجيء لَعَنَتْهَا المَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ



“Jika seorang suami mengajak istrinya untuk berhubungan suami-istri, kemudian si istri menolaknya, maka malaikat akan melaknatnya hingga pagi” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud-dengan lafazh ini di ta’liq kitab)



Ingatkan dirinya juga bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتِ الجَنَّةَ



“Wanita manapun yang meninggal sedangkan suaminya ridho kepadanya, dia akan masuk surga” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, dinilai shahih oleh al Hakim dan disetujui oleh Adz Dzahabi)



Ingatkan juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut,

لَا تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا، إِلَّا قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الحُورِ العِينِ: لَا تُؤْذِيهِ، قَاتَلَكِ اللَّهُ، فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيلٌ يُوشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا



“Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya ketika di dunia, melainkan istri si suami di surga dari kalangan bidadari bermata indah berkata : ‘Jangan sakiti dia. Semoga Allah melaknatmu. Sesungguhnya dia di sisimu hanyalah tamu dan sekedar singgah, hampir-hampir dia akan berpisah denganmu untuk bertemu dengan kami” (HR. Tirmidzi dan beliau menilainya hasan)



Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ المَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا



“Seandainya aku boleh menyuruh seseorang untuk sujud (yakni sujud hormat) pada orang lain, niscaya aku perintahkan agar seorang istri sujud pada suaminya” (HR. Tirmidzi dan beliau menilainya hasan)



Maka nasihatilah istri yang nusyuz dengan nasihat-nasihat yang hikmah dan bijak agar biduk rumah tangga kembali berlayar.



2. Meng-hajr-nya



Jika nasihat-nasihat tidak membuat istri berubah, maka suami boleh meng-hajr istri, yakni meninggalkan istri tidur sendirian di tempat tidur sedangkan suami tidur di ruang lain. Akan tetapi, suami tidak boleh menginap di luar rumah ketika sedang meng-hajr istri.



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَضْرِبِ الْوَجْهَ، وَلَا تُقَبِّحْ، وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِ



 “Jangan memukul wajahnya, jangan mencacinya, dan jangan meng-hajr-nya kecuali di dalam rumah saja” (HR. Abu Dawud, dinilai shahih oleh Al Hakim dan Ibnu Hibban)



Dan hajr ini hanya dalam masalah tempat tidur bukan hajr total seperti istri tidak diajak bicara dan lain-lain.



3. Memukulnya



Jika setelah di –hajr istri masih durhaka juga, maka suami boleh memukulnya dengan pukulan yang tidak membahayakan dan tidak boleh pada wajah istri. Suami hanya boleh memukul istri jika ia menduga pukulannya akan memberikan manfaat dan membuat istrinya kembali taat dan patuh. Jika ia menduga pukulan tidak akan mengubah sifat istri, maka janganlah memukulnya. Dan yang lebih utama adalah memaafkannya. Dan ingatlah, se-emosi apapun suami, suami tidak boleh mencaci-maki istri karena diantara hak istri adalah tidak dimaki suami sebagaimana dalam hadits riwayat Abu Dawud sebelumnya.

 Gugurnya hak giliran malam dan nafkah



Jika istri nusyuz, maka dia kehilangan hak giliran malam jika suaminya berpoligami dan kehilangan hak nafkah. Ini adalah pendapat jumhur ulama.



*Ada sebuah faidah menarik yang disampaikan Ustadz Aris hafizhahullah ketika mengomentari ucapan Al Qadhi Abu Syuja’ tentang gugurnya hak nafkah istri yang nusyuz. Menurut fuqoha, sistem manajemen keuangan keluarga yang ideal adalah memberikan jatah belanja istri per hari, bukan per bulan. Kenapa? Agar ketika suatu hari istri nusyuz, suami bisa tidak memberikan jatah belanja ke sang istri di hari itu. Hal ini tidaklah bisa dilakukan jika uang belanja diberikan ke istri per bulan.



Wallahu a’lam.



(Disarikan dari Matnul Ghayah wat Taqrib dengan ta’liq Majid Al Hamawy, hal. 228-229, Daar Ibnu Hazm dengan tambahan dan perubahan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar