Selasa

5 Alam yang dilalui manusia dalam perjalanan hidup


Assalamualaikum Wr. Wb.

Karena posting cukup panjang (walaupun enggak sepanjang hidup manusia) dan melalui judul telah jelas kiranya jadi saya memberi prolog berupa hadist berikut :

Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang yang sedang musafir (HR Bukhari).
Dalam hadits lain: Untuk apa dunia itu bagiku? Aku di dunia tidak lebih dari seorang pengendara yang berteduh di bawah pohon, kemudian pergi dan meninggalkannya (HR At-Tirmidzi).

Selamat menikmati perjalanan anda !

Alam Arwah

Manusia merupakan makhluk terakhir yang diciptakan Allah swt. setelah sebelumnya Allah telah menciptakan makhluk lain seperti malaikat, jin, bumi, langit dan seisinya. Allah menciptakan manusia dengan dipersiapkan untuk menjadi makhluk yang paling sempurna. Karena, manusia diciptakan untuk menjadi khalifah (pemimpin) di muka bumi dan memakmurkannya.
Persiapan pertama, Allah mengambil perjanjian dan kesaksian dari calon manusia, yaitu ruh-ruh manusia yang berada di alam arwah. Allah mengambil sumpah kepada mereka sebagaimana disebutkan dalam Al-Qurâan: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan). (Al Aâraf: 172).
Dengan kesaksian dan perjanjian ini maka seluruh manusia lahir ke dunia sudah memiliki nilai, yaitu nilai fitrah beriman kepada Allah dan agama yang lurus. Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Ar-Ruum: 30). Rasulullah saw. bersabda: Setiap anak dilahirkan secara fitrah. Maka kedua orang tuannya yang menjadikan Yahudi atau Nashrani atau Majusi. (HR Bukhari)

Alam Rahim

Rihlah pertama yang akan dilalui manusia adalah kehidupan di alam rahim: 40 hari berupa nutfah, 40 hari berupa alaqah (gumpalan darah), dan 40 hari berupa mudghah (gumpalan daging), kemudian ditiupkan ruh dan jadilah janin yang sempurna. Setelah kurang lebih sembilan bulan, maka lahirlah manusia ke dunia.
Allah swt. berfirman: Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Al-Hajj: 5)
Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya seseorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya 40 hari nutfah, kemudian ‘alaqoh selama hari yang sama, kemudian mudghoh selama hari yang sama. Kemudian diutus baginya malaikat untuk meniupkan ruh dan ditetapkan 4 kalimat; ketetapan rizki, ajal, amal, dan sengsara atau bahagia. (HR Bukhari dan Muslim)
Seluruh manusia di dunia apapun kondisi sosialnya diingatkan tentang awal kejadiannya yang berasal dari benda yang hina, yaitu sperma lelaki dan sel telur wanita. Manusia sebelumnya belum dikenal, belum memiliki kemuliaan dan kehormatan. Lalu apakah manusia akan bangga, congkak, dan sombong dengan kondisi sosial yang dialami sekarang jika mengetahui asal muasal mereka?
Setelah mencapai 6 bulan sampai 9 bulan atau lebih, dan persyaratan untuk hidup normal sudah lengkap, seperti indra, akal, dan hati, maka lahirlah manusia ke dunia dalam keadaan telanjang. Belum bisa apa-apa dan tidak memiliki apa-apa.

Alam Dunia

Di dunia perjalanan manusia melalui proses panjang. Dari mulai bayi yang hanya minum air susu ibu lalu tubuh menjadi anak-anak, remaja dan baligh. Selanjutnya menjadi dewasa, tua dan diakhiri dengan meninggal. Proses ini tidak berjalan sama antara satu orang dengan yang lainnya. Kematian akan datang kapan saja menjemput manusia dan tidak mengenal usia. Sebagian meninggal saat masih bayi, sebagian lagi saat masa anak-anak, sebagian yang lain ketika sudah remaja dan dewasa, sebagian lainnya ketika sudah tua bahkan pikun.
Di dunia inilah manusia bersama dengan jin mendapat taklif (tugas) dari Allah, yaitu ibadah. Dan dalam menjalani taklifnya di dunia, manusia dibatasi oleh empat dimensi; dimensi tempat, yaitu bumi sebagai tempat beribadah; dimensi waktu, yaitu umur sebagai sebuah kesempatan atau target waktu beribadah; dimensi potensi diri sebagai modal dalam beribadah; dan dimensi pedoman hidup, yaitu ajaran Islam yang menjadi landasan amal.
Allah Taâala telah melengkapi manusia dengan perangkat pedoman hidup agar dalam menjalani hidupnya di muka bumi tidak tersesat. Allah telah mengutus rasulNya, menurunkan wahyu Al-Qurâan dan hadits sebagai penjelas, agar manusia dapat mengaplikasikan pedoman itu secara jelas tanpa keraguan. Sayangnya, banyak yang menolak dan ingkar terhadap pedoman hidup tersebut. Banyak manusia lebih memperturutkan hawa nafsunya ketimbang menjadikan Al-Qurâan sebagai petunjuk hidup, akhirnya mereka sesat dan menyesatkan.
Maka, orang yang bijak adalah orang yang senantiasa mengukur keterbatasan-keterbatasan dirinya untuk sebuah produktifitas yang tinggi dan hasil yang membahagiakan. Orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang senantiasa sadar bahwa detik-detik hidupnya adalah karya dan amal shalih. Kehidupannya di dunia sangat terbatas sehingga tidak menyia-nyiakannya untuk hal-hal yang sepele, remeh apalagi perbuatan yang dibenci (makruh) dan haram.
Dunia dengan segala kesenangannya merupakan tempat ujian bagi manusia. Apakah yang dimakan, dipakai, dan dinikmati sesuai dengan aturan Allah swt. atau menyimpang dari ajaran-Nya? Apakah segala fasilitas yang diperoleh manusia dimanfaatkan sesuai perintah Allah atau tidak? Dunia merupakan medan ujian bagi manusia, bukan medan untuk pemuas kesenangan sesaat. Rasulullah saw. memberikan contoh bagaimana hidup di dunia. Ibnu Masâud menceritakan bahwa Rasulullah saw. tidur diatas tikar, ketika bangun ada bekasnya. Maka kami bertanya: Wahai Rasulullah saw., bagaimana kalau kami sediakan untukmu kasur. Rasululah saw. bersabda: Untuk apa (kesenangan) dunia itu? Hidup saya di dunia seperti seorang pengendara yang berteduh di bawah pohon, kemudian pergi dan meninggalkannya.(HR At-Tirmidzi)
Perjalanan hidup manusia di dunia akan berakhir dengan kematian. Semuanya akan mati, apakah itu pahlawan ataukah selebriti, orang beriman atau kafir, pemimpin atau rakyat, kaya atau miskin, tua atau muda, lelaki atau perempuan. Mereka akan meninggalkan segala sesuatu yang telah dikumpulkannya. Semua yang dikumpulkan oleh manusia tidak akan berguna, kecuali amal shalihnya berupa sedekah yang mengalir, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shalih. Kematian adalah penghancur kelezatan dan gemerlapnya kehidupan dunia. Kematian bukanlah akhir kesudahan manusia, bukan pula tempat istirahat yang panjang. Tetapi, kematian adalah akhir dari kehidupannya di dunia dengan segala yang telah dipersembahkannya dari amal perbuatan untuk kemudian melakukan rihlah atau perjalanan hidup berikutnya.
Bagi orang beriman, kematian merupakan salah satu fase dalam kehidupan yang panjang. Batas akhir dari kehidupan dunia yang pendek, sementara, melelahkan, dan menyusahkan untuk menuju akhirat yang panjang, kekal, menyenangkan, dan membahagiakan. Di surga penuh dengan kenikmatan yang belum pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dan belum terlintas oleh pikiran manusia. Sementara bagi orang kafir, berupaya menghindar dari kematian dan ingin hidup di dunia 1.000 tahun lagi. Tetapi, sikap itu adalah sia-sia. Utopia belaka. Karena, kematian pasti datang menjumpainya. Suka atau tidak suka.

Alam Barzakh

Fase berikutnya manusia akan memasuki alam kubur atau alam barzakh. Di sana mereka tinggal sendiri. Yang akan menemaninya adalah amal mereka sendiri. Kubur adalah taman dari taman-taman surga atau lembah dari lembah-lembah neraka. Manusia sudah akan mengetahui nasibnya ketika mereka berada di alam barzakh. Apakah termasuk ahli surga atau ahli neraka. Jika seseorang menjadi penghuni surga, maka dibukakan baginya pintu surga setiap pagi dan sore. Hawa surga akan mereka rasakan. Sebaliknya jika menjadi penghuni neraka, pintu neraka pun akan dibukakan untuknya setiap pagi dan sore dan dia akan merasakan hawa panasnya neraka.
Al-Barra bin Azib menceritakan hadits yang panjang yang diriwayat Imam Ahmad tentang perjalanan seseorang setelah kematian. Seorang mukmin yang akan meninggal dunia disambut ceria oleh malaikat dengan membawa kafan surga. Kemudian datang malaikat maut duduk di atas kepalanya dan memerintahkan ruh yang baik untuk keluar dari jasadnya. Selanjutnya disambut oleh malaikat dan ditempatkan di kain kafan surga dan diangkat ke langit. Penduduk langit dari kalangan malaikat menyambutnya, sampai di langit terakhir bertemu Allah dan Allah memerintahkan pada malaikat: Catatlah kitab hambaku ke dalam âilliyiin dan kembalikan kedunia. Maka dikembalikan lagi ruh itu ke jasadnya dan datanglah dua malaikat yang bertanya: Siap Tuhanmu? Apa agamamu? Siapa lelaki yang diutus kepadamu? Siapa yang mengajarimu? Hamba yang beriman itu dapat menjawab dengan baik. Maka kemudian diberi alas dari surga, mendapat kenikmatan di kubur dengan selalu dibukakan baginya pintu surga, dilapangkan kuburnya, dan mendapat teman yang baik dengan wajah yang baik, pakaian yang baik, dan aroma yang baik. Lelaki itu adalah amal perbuatannya.


Dan rihlah berikutnya adalah kehidupan di hari akhir dengan segala rinciannya. Kehidupan hari akhir didahului dengan terjadinya Kiamat, berupa kerusakan total seluruh alam semesta. Peristiwa setelah kiamat adalah mahsyar, yaitu seluruh manusia dari mulai nabi Adam as. sampai manusia terakhir dikumpulkan dalam satu tempat. Di sana manusia dikumpulkan dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, dan belum dikhitan. Saat itu matahari sangat dekat jaraknya sekitar satu mil, sehingga mengalirlah keringat dari tubuh manusia sesuai dengan amalnya. Ada yang sampai pergelangan kaki, ada yang sampai lutut, ada yang sampai pusar, ada yang sampai dada, bahkan banyak yang tenggelam dengan keringatnya.
Dalam kondisi yang berat ini manusia berbondong-bondong mendatangi para nabi untuk meminta pertolongan dari kesulitan yang maha berat itu. Tetapi semuanya tidak ada yang dapat menolong. Dan terakhir, hanya Rasulullah saw. yang dapat menolong mereka dari kesulitan mahsyar. Rasulullah saw. sujud di haribaan Allah swt. di bawah Arasy dengan memuji-muji-Nya. Kemudian Allah swt. berfirman: Tegakkan kepalamu, mintalah niscaya dikabulkan. Mintalah syafaat, pasti diberikan. Kemudian Rasululullah saw. mengangkat kepalanya dan berkata: Ya Rabb, umatku. Dan dikabulkanlah pertolongan tersebut dan selesailah mahsyar untuk kemudian melalui proses berikutnya.
Peristiwa berikutnya adalah hisab (perhitungan amal) dan mizan (timbangan amal) bagi manusia. Ada yang mendapatkan proses hisab dengan cara susah-payah karena dilakukan dengan sangat teliti dan rinci. Sebagian yang lain mendapatkan hisab yang mudah dan hanya sekadar formalitas. Bahkan sebagian kecil dari orang beriman bebas hisab.
Di antara pertanyaan yang akan diberikan pada manusia di hari Hisab terkait dengan masalah prinsip dalam hidupnya. Rasulullah saw. bersabda: Tidak akan melangkah kaki anak Adam di hari kiamat sehingga ditanya 5 hal di sisi Allah: tentang umurnya untuk apa dihabiskan, tentang masa mudanya untuk apa digunakan, tentang hartanya dari mana mencarinya, dan ke mana menginfakkannya, dan apa yang diamalkan dari ilmunya. (HR At-Tirmidzi). Di masa ini juga dilakukan proses qishash, orang yang dizhalimi meng-qishash orang yang menzhalimi.
Kejadian selanjutnya manusia harus melalui shirath, yaitu sebuah jembatan yang sangat tipis dan mengerikan karena di bawahnya neraka jahanam. Semua manusia akan melewati jembatan ini dari mulai yang awal sampai yang akhir. Shirath ini lebih tipis dari rambut, lebih tajam dari pedang, dan terdapat banyak kalajengking. Kemampuan manusia melewati jembatan itu sesuai dengan amalnya di dunia. Ada yang lewat dengan cepat seperti kecepatan kilat, ada yang lewat seperti kecepatan angin, ada yang lewat seperti kecepatan burung, tetapi banyak juga yang berjalan merangkak, bahkan mayoritas manusia jatuh ke neraka jahanam.
Bagi orang-orang yang beriman, akan minum telaga Rasulullah saw. yang disebut Al-Kautsar. Rasulullah saw. bersabda: Telagaku seluas perjalanan sebulan, airnya lebih putih dari susu, aromanya lebih wangi dari misik, dan gayungnya sebanyak bintang di langit. Siapa yang meminumnya, maka tidak akan pernah haus selamanya. (Muttafaqun alaihi)
Surga dan Neraka
Pada fase yang terakhir dari rihlah manusia di hari akhir adalah sebagian mereka masuk surga dan sebagian masuk neraka. Surga tempat orang-orang bertakwa dan neraka tempat orang-orang kafir. Kedua tempat tersebut sekarang sudah ada dan disediakan. Bahkan, surga sudah rindu pada penghuninya untuk siap menyambut dengan sebaik-baiknya sambutan. Neraka pun sudah rindu dengan penghuninya dan siap menyambut dengan hidangan neraka. Al-Qurâan dan Sunnah telah menceritakan surga dan neraka secara detail. Penyebutan ini agar menjadi pelajaran bagi kehidupan manusia tentang persinggahan akhir yang akan mereka diami.
Orang-orang kafir, baik dari kalangan Yahudi, Nashrani maupun orang-orang musyrik, jika meninggal dunia dan tidak bertobat, maka tempatnya adalah neraka. Neraka yang penuh dengan siksaan. Percikan apinya jika ditaruh di dunia dapat membakar semua penghuni dunia. Minuman penghuni neraka adalah nanah dan makanannya zaqum (buah berduri). Manusia di sana tidak hidup karena penderitaan yang luar biasa, dan juga tidak mati karena jika mati akan hilang penderitaannya. Di neraka manusia itu kekal abadi.
Orang-orang beriman akan mendapatkan surga dan kain sutra karena kesabaran mereka. Dalam surga mereka duduk-duduk bersandar di atas dipan, tidak merasakan panas teriknya matahari dan dingin yang sangat. Mereka dinaungi pohon-pohon surga dan buahnya sangat mudah untuk dipetik. Mereka juga mendapatkan bejana-bejana dari perak dan piala-piala minuman yang sangat bening. Mereka akan minum minuman surga yang rasanya sangat nikmat seperti minuman jahe yang didatangkan dari mata air surga bernama Salsabila. Di surga juga ada banyak sungai yang berisi beraneka macam minuman, sungai mata air yang jernih, sungai susu, sungai khamr, dan sungai madu.
Penghuni surga akan dilayani oleh anak-anak muda yang jika dilihat sangat indah bagaikan mutiara yang bertaburan. Surga yang penuh dengan kenikmatan dan kerajaan yang besar. Orang beriman di surga memakai pakaian sutra halus berwarna hijau dan sutra tebal, juga memakai gelang terbuat dari perak dan emas. Allah swt. memberikan minuman kepada mereka minuman yang bersih.
Dan yang tidak kalah nikmatnya yaitu istri-istri dan bidadari surga. Mereka berwarna putih bersih berseri, bermata bulat, pandangannya pendek, selalu gadis sebaya belum pernah disentuh manusia dan jin. Buah dadanya montok dan segar, tidak mengalami haidh, nifas, dan buang kotoran.
Puncak dari semua kenikmatan di surga adalah melihat sang pencipta Allah yang Maha Indah, Sempurna, dan Perkasa. Sebagaimana manusia dapat melihat bulan secara serentak, begitu juga manusia akan memandang Allah secara serentak. Indah, mempesona, takzim, dan suci. Allah Akbar.
Allah akan memasukkan hambaNya ke dalam surga dengan rahmat-Nya, dan surga adalah puncak dari rahmat-Nya. Allah Taâala akan memasukan hamba-Nya ke dalam rahmat (surga) berdasarkan rahmat-Nya juga. Disebutkan dalam hadits shahih: Sesungguhnya Allah Taâala memiliki 100 rahmat. Diturunkan (ke dunia) satu rahmat untuk jin, manusia, dan binatang. Dengan itu mereka saling simpati dan kasih sayang. Dengan satu rahmat itu pula binatang buas menyayangi anaknya. Dan Allah swt. menyimpan 99 rahmat bagi hamba-Nya di hari kiamat. (Muttafaqun alaihi) .
Maka, sejatinya nikmat surga itu jauh dari apa yang dibayangkan manusia. Rasulullah saw. bersabda: Allah swt. berkata, Aku telah siapkan bagi hambaKu yang shalih sesuatu yang belum dilihat mata, belum didengar telinga, dan belum terlintas pada hati manusia (Muttafaqun alaihi). Apakah akan kita hanya berpuas diri dengan mengejar satu rahmat Allah yang dibagi-bagi untuk seluruh penduduk dunia, sementara kita melalaikan 99 rahmat yang tersisa? Semoga kita termasuk dari sedikit orang yang berpikir. Aamiin

Birul Walidain (Berbakti Kepada Kedua Orang tua)

Allah berfirman:

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah pada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. Luqman: 14)

Hadits pertama:

Dari Abu Hurairoh ia berkata: Rasulullah bersabda: Seorang anak tidak dapat membalas ayahnya, kecuali anak tersebut mendapati ayahnya menjadi budak kemudian ia membelinya dan memerdekakannya. (HR. Muslim dan Abu Dawud).

Makna hadits tersebut adalah bahwa seorang anak tidak dapat membalas jasa ayahnya, kecuali jika anak tersebut mendapati ayahnya sebagai budak yang dimiliki oleh orang lain kemudian ia memerdekakannya, yakni membebaskan dari perbudakan dan perhambaan dari orang lain (tuannya) sehingga ayahnya menjadi orang yang merdeka karena memerdekakan budak itu adalah pemberian yang paling utama yag diberikan oleh seseorang kepada yang lain.

Hadits kedua:

Dari Abdullah Bin Mas’ud berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah: Amalan apakah yang dicintai oleh Allah Beliau menjawab: Sholat pada waktunya. Aku bertanya lagi: Kemudian apa Beliau menjawab: Berbakti kepada kedua orang tua. Aku bertanya lagi: Kemudian apa Beliau menjawab: Jihad dijalan Allah. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Hadits ketiga:

Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah bersabda: Berbaktilah kepada bapak-bapak kamu niscaya anak-anak kamu akan berbakti kepada kamu. Hendaklah kamu menjaga kehormatan niscaya istri-istri kamu akan menjaga kehomatan. (HR. Ath-Thabrani dengan sanad hasan).

Hadits keempat:

Dari Asma binti Abu Bakar ia berkata: Ibuku mendatangiku, sedangkan ia seorang wanita musyrik di zaman Rasulullah . Maka aku meminta fatwa kepada Rasulullah dengan mengatakan: Ibuku mendatangiku dan dia menginginkan aku (berbuat baik kepadanya), apakah aku (boleh) menyambung (persaudaraan dengan) ibuku beliau bersabda: ya, sambunglah ibumu. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Imam Syafi’i Rahimahullah berkata: Menyambung persaudaraan itu bisa dengan harta, berbakti, berbuat adil, berkata lemah lembut, dan saling kirim surat berdasarkan hukum Allah. Tetapi tidak boleh dengan memberikan walayah (kecintaan dan pembelaan) kepada orang-orang yang terlarang untuk memberikan walayah kepada mereka (orang-orang kafir)….

Ibnu Hajar Rahimahullah bekata: Kemudian bahwa berbakti, menyambung persaudaraan dan berbuat baik itu tidak mesti dengan mencintai dan menyayangi (terhadap orang kafir walaupun orang tuanya) yang hal itu dilarang di dalam firman Allah : Kamu tidak akan menjumpai satu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya. (Al-Mujadilah: 22), karena sesungguhnya ayat ini umum untuk (orang-orang kafir) yang memerangi ataupun yang tidak memerangi. (Fathul Bari V/ 233).

Dalam kitabul ‘Isyrah, Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang sampai kepada Sa’ad bin Malik , dia berkata: Dahulu aku seorang laki-laki yang berbakti kepada ibuku. Setelah masuk Islam, ibuku berkata: Hai Sa’ad! Apa yang kulihat padamu telah mengubahmu, kamu harus meninggalkan agamamu ini atau aku tidak akan makan dan minum hingga aku mati, lalu kamu dipermalukan karenanya dan dikatakan: Hai pembunuh ibu! Aku menjawab: Hai Ibu! Jangan lakukan itu. Sungguh dia tidak makan, sehingga dia menjadi letih. Tindakannya berlanjut hingga tiga hari, sehingga tubuhnya menjadi letih sekali. Setelah aku melihatnya demikian aku berkata: Hai Ibuku! Ketahuilah, demi Allah, jika kamu punya seratus nyawa, lalu kamu menghembuskannya satu demi satu maka aku tidak akan meninggalkan agamaku ini karena apapun. Engkau dapat makan maupun tidak sesuai dengan kehendakmu. (Tafsir Ibnu Katsir III/791).

Hadits kelima:

Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi berkata: Ketika kami sedang duduk dekat Rasulullah , tiba-tiba datang seorang laki-laki dari (suku) Bani Salamah lalu berkata: Wahai Rasulullah, apakah masih ada sesuatu yang aku dapat lakukan untuk berbakti kepada kedua orangtuaku setelah keduanya wafat Beliau bersabda: Ya, yaitu mendoakan keduanya, memintakan ampum untuk keduanya, menunaikan janji, menyambung persaudaraan yang tidak disambung kecuali karena keduanya, dan memuliakan kawan keduanya. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban di dalam sahihnya)

Hadits keenam:

Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas kamu (dari perbuatan) durhaka kepada para ibu, mengubur anak perempuan hidup-hidup, menahan apa yang menjadi kewajibanmu untuk diberikan, dan menuntut apa yang tidak menjadi hakmu. Allah juga membenci tiga hal bagi kamu desas-desus, banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta. (HR. Al-Bukhari dan lainnya)

Tentang cara berbakti kepada kedua orangtua yang masih hidup, secara ringkas adalah sebagai berikut:

1. Mengajak masuk agama Islam jika belum Islam.
2. Mengajarkannya kepada pemahaman yang benar (Ahlus Sunnah)
3. Mentaati perintah mereka selama itu bukan maksiat.
4. Mendahulukan kepentingan mereka daripada kepentingan sendiri, bahkan daripada ibadah yang sunnah.
5. Membantu mereka dengan harta, membelikan kebutuhan mereka, dll.
6. Berkata yang baik dan lemah lembut kepada mereka, tidak memanggil langsung dengan namanya, tidak bersuara tinggi dan ketus, dll.
7. Mendoakan kebaikan untuk mereka, seperti mudah-mudahan mereka mendapatkan hidayah (Islam / sunnah) dan lainnya.
8. Berbuat baik kepada mereka seperti: melayani kebutuhan mereka, datang jika mereka memanggil dan lain-lain.

Adapun berbakti kepada orang tua setelah mereka wafat, adalah sebagaimana yang tersebut pada hadits di atas yaitu:

1. Memohonkan ampun untuk mereka jika semasa hidupnya mereka sebagai orang Islam.
2. Menunaikan janji mereka.
3. Memuliakan kawan-kawan mereka.
4. Menyambung persaudaraan kepada kerabat mereka.

—————-

Maraji’: As-Sunnah edisi: 08 / Th. IV / 1421 H – 2000 M dan berbagai sumber

Fiqih Wudhu

Kategori Fiqh dan Muamalah

Tanya: Niat apakah yang dimaksudkan dalam berwudhu dan mandi (wajib)? Apa hukum perbuatan yang dilakukan tanpa niat dan apa dalilnya?

Jawab: Niat yang dimaksud dalam berwudhu dan mandi (wajib) adalah niat untuk menghilangkan hadats atau untuk menjadikan boleh suatu perbuatan yang diwajibkan bersuci, oleh karenanya amalan-amalan yang dilakukan tanpa niat tidak diterima. Dalilnya adalah firman Allah, “Dan mereka tidaklah diperintahkan melainkan agar beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Dan hadits dari Umar bin al-Khaththab, bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya segala amalan itu tidak lain tergantung pada niat; dan sesungguhnya tiap-tiap orang tidak lain (akan memperoleh balasan dari) apa yang diniatkannya. Barangsiapa hijrahnya menuju (keridhaan) Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya itu ke arah (keridhaan) Allah dan rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya karena (harta atau kemegahan) dunia yang dia harapkan, atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu ke arah yang ditujunya.”

Tanya: Apakah wudhu itu? Apa dalil yang menunjukkan wajibnya wudhu? Dan apa (serta berapa macam) yang mewajibkan wudhu?

Jawab: Yang dimaksud wudhu adalah menggunakan air yang suci dan mensucikan dengan cara yang khusus di empat anggota badan yaitu, wajah, kedua tangan, kepala, dan kedua kaki. Adapun sebab yang mewajibkan wudhu adalah hadats, yaitu apa saja yang mewajibkan wudhu atau mandi [terbagi menjadi dua macam, (Hadats Besar) yaitu segala yang mewajibkan mandi dan (Hadats Kecil) yaitu semua yang mewajibkan wudhu].

Adapun dalil wajibnya wudhu adalah firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6)

Tanya: Apa dalil yang mewajibkan membaca basmalah dalam berwudhu dan gugur kewajiban tersebut kalau lupa atau tidak tahu?

Jawab: Dalil yang mewajibkan membaca basmalah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Nabi, beliau bersabda, “Tidak sah shalat bagi orang yang tidak berwudhu dan tidak sah wudhu orang yang tidak menyebut nama Allah atas wudhunya.”

Adapun dalil gugurnya kewajiban mengucapkan basmalah kalau lupa atau tidak tahu adalah hadits, “Dimaafkan untuk umatku, kesalahan dan kelupaan.” Tempatnya adalah di lisan dengan mengucapkan bismillah.

Tanya: Apa sajakah syarat-syarat wudhu itu?

Jawab: Syarat-syarat (sahnya) wudhu adalah sebagai berikut:

(1). Islam, (2). Berakal, (3). Tamyiz (dapat membedakan antara baik dan buruk), (4). Niat, (5). Istishab hukum niat, (6). Tidak adanya yang mewajibkan wudhu, (7). Istinja dan istijmar sebelumnya (bila setelah buang hajat), (8). Air yang thahur (suci lagi mensucikan), (9). Air yang mubah (bukan hasil curian -misalnya-), (10). Menghilangkan sesuatu yang menghalangi air meresap dalam pori-pori.

Tanya: Ada berapakah fardhu (rukun) wudhu itu? Dan apa saja?

Jawab: Fardhu (rukun) wudhu ada 6 (enam), yaitu:

1. Membasuh muka (temasuk berkumur dan memasukkan sebagian air ke dalam hidung lalu dikeluarkan).
2. Membasuh kedua tangan sampai kedua siku.
3. Mengusap (menyapu) seluruh kepala (termasuk mengusap kedua daun telinga).
4. Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki.
5. Tertib (berurutan).
6. Muwalah (tidak diselingi dengan perkara-perkara yang lain).

Tanya: Sampai dimana batasan wajah (muka) itu? Bagaimana hukum membasuh rambut/bulu yang tumbuh di (daerah) muka ketika berwudhu?

Jawab: Batasan-batasan wajah (muka) adalah mulai dari tempat tumbuhnya rambut kepala yang normal sampai jenggot yang turun dari dua cambang dan dagu (janggut) memanjang (atas ke bawah), dan dari telinga kanan sampai telinga kiri melebar. Wajib membasuh semua bagian muka bagi yang tidak lebat rambut jenggotnya (atau bagi yang tidak tumbuh rambut jenggotnya) beserta kulit yang ada di balik rambut jenggot yang jarang (tidak lebat). Karena anda lihat sendiri, kalau rambut jenggotnya lebat maka wajib membasuh bagian luarnya dan di sunnahkan menyela-nyelanya. Karena masing-masing bagian luar jenggot yang lebat dan bagian bawah jenggot yang jarang bisa terlihat dari depan sebagai bagian muka, maka wajib membasuhnya.

Tanya: Apa yang dimaksud dengan tertib (urut)? Apa dalil yang mewajibkannya dari al-Qur’an dan As-Sunnah?

Jawab: Yang dimaksud dengan tertib (urut) adalah sebagaimana yang tertera dalam ayat yang mulia. Yaitu membasuh wajah, kemudian kedua tangan (sampai siku), kemudian mengusap kepala, kemudian membasuh kedua kaki.

Adapun dalilnya adalah sebagaimana tersebut dalam ayat di atas (ayat 6 surat al-Maidah). Di dalam ayat tersebut telah dimasukkan kata mengusap diantara dua kata membasuh. Orang Arab tidak melakukan hal ini melainkan untuk suatu faedah tertentu yang tidak lain adalah tertib (urut).

Kedua, sabda Rasulullah, “Mulailah dengan apa yang Allah telah memulai dengannya.”

Ketiga, hadits yang diriwayatkan dari ‘Amr bin ‘Abasah. Dia berkata, “Wahai Rasulullah beritahukan kepadaku tentang wudhu?” Rasulullah berkata, “Tidaklah salah seorang dari kalian mendekati air wudhunya, kemudian berkumur-kumur, memasukkan air ke hidungnya lalu mengeluarkannya kembali, melainkan gugurlah dosa-dosa di (rongga) mulut dan rongga hidungnya bersama air wudhunya, kemudian (tidaklah) ia membasuh mukanya sebagaimana yang Allah perintahkan, melainkan gugurlah dosa-dosa wajahnya melalui ujung-ujung janggutnya bersama tetesan air wudhu, kemudian (tidaklah) ia membasuh kedua tangannya sampai ke siku, melainkan gugurlah dasa-dosa tangannya bersama air wudhu melalui jari-jari tangannya, kemudian (tidaklah) ia mengusap kepalanya, melainkan gugur dosa-dasa kepalanya bersama air melalui ujung-ujung rambutnya, kemudian (tidaklah) ia membasuh kedua kakinya, melainkan gugur dosa-dasa kakinya bersama air melalui ujung-ujung jari kakinya.” (HR. Muslim)

Dan dalam riwayat Ahmad terdapat ungkapan, “Kemudian mengusap kepalanya (sebagaimana yang Allah perintahkan),… kemudian membasuh kedua kakinya sampai mata kaki sebagaimana yang Allah perintahkan.”

Dan di dalam riwayat Abdullah bin Shanaji terdapat apa yang menunjukkan akan hal itu. Wallahu A’lam.

Tanya: Apa yang dimaksud dengan muwalah dan apa dalilnya?

Jawab: Maksudnya adalah jangan mengakhirkan membasuh anggota wudhu sampai mengering anggota sebelumnya setelah beberapa saat.

Dalilnya, hadits yang diriwayatkan Ahmad dan Abu Dawud dari Nabi, bahwa beliau melihat seorang laki-laki di kakinya ada bagian sebesar mata uang logam yang tidak terkena air wudhu, maka beliau memerintahkan untuk mengulangi wudhunya.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Umar bin al-Khathab bahwa seorang laki-laki berwudhu, tetapi meninggalkan satu bagian sebesar kuku di kakinya (tidak membasahinya dengan air wudhu). Rasulullah melihatnya maka beliau berkata, “Berwudhulah kembali, kemudian shalatlah.” Sedangkan dalam riwayat Muslim tidak menyebutkan lafal, “Berwudhulah kembali.”

Tanya: Bagaimana tata cara wudhu yang sempurna? Dan apa yang dibasuh oleh orang yang buntung ketika berwudhu?

Jawab: Hendaknya berniat kemudian membaca basmalah dan membasuh tangannya sebanyak tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung (lalu mengeluarkannya) sebanyak tiga kali dengan tiga kali cidukan. Kemudian, membasuh mukanya sebanyak tiga kali, kemudian membasuh kedua tangannya beserta kedua sikunya sebanyak tiga kali, kemudian mengusap kepalanya sekali, dari mulai tempat tumbuh rambut bagian depan sampai akhir tumbuhnya rambut dekat tengkuknya, kemudian mengembalikan usapan itu (membalik) sampai kembali ketempat semula memulai, kemudian memasukkan masing-masing jari telunjuknya ke telinga dan menyapu bagian daun telinga dengan kedua jempolnya, kemudian membasuh kedua kakinya beserta mata kakinya tiga kali, dan bagi yang cacat membasuh bagian-bagian yang wajib (dari anggota tubuhnya) yang tersisa. Jika yang buntung adalah persendiannya maka memulainya dari bagian lengan yang terputus. Demikian pula jika yang buntung adalah dari persendian tumit kaki, maka membasuh ujung betisnya.

Tanya: Apa dalil dari tata cara wudhu yang sempurna? Sebutkan dalil-dalil tersebut secara lengkap?

Jawab: Adapun niat dan membaca basmalah, telah disebutkan dalilnya di atas. Dan dalam riwayat Abdullah bin Zaid tentang tatacara wudhu (terdapat lafal), “Kemudian Rasulullah memasukkan tangannya, kemudian berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung dengan satu tangan sebanyak tiga kali.” (Mutafaq ‘alaih)

“Dan dari Humran bahwa Utsman pernah meminta dibawakan air wudhu, maka ia membasuh kedua telapak tangannya tiga kali, …kemudian membasuh tangan kanannya sampai ke siku tiga kali, kemudian tangan kirinya seperti itu pula, kemudian mengusap kepalanya, kemudian membasuh kaki kanannya sampai mata kaki tiga kali, kemudian kaki kirinya seperti itu pula, kemudian berkata, ‘Aku melihat Rasulullah berwudhu seperti wudhuku ini.’” (Mutafaq alaih)

Dan dari Abdullah bin Zaid bin Ashim dalam tatacara wudhu, ia berkata, “Dan Rasulullah mengusap kepalanya, menyapukannya ke belakang dan ke depan.” (Mutafaq alaih)

Dan lafal yang lain, “(Beliau) memulai dari bagian depan kepalanya sampai ke tengkuk, kemudian menariknya lagi ke bagian depan tempat semula memulai.”

Dan dalam riwayat Ibnu Amr tentang tata cara berwudhu, katanya, “Kemudian (Rasulullah) mengusap kepalanya, dan memasukkan dua jari telunjuknya ke masing-masing telinganya, dan mengusapkan kedua jari jempolnya ke permukaan daun telinganya.” (HR. Abu Dawud, Nasa’i dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)

Tanya: Apa saja yang termasuk sunnah-sunnah wudhu beserta dalilnya?

Jawab: Yang termasuk sunnah-sunnah wudhu adalah:

1. Menyempurnakan wudhu.
2. Menyela-nyela antara jari jemari.
3. Melebihkan dalam memasukkan air ke dalam hidung kecuali bagi yang berpuasa.
4. Mendahulukan anggota wudhu yang kanan.
5. Bersiwak.
6. Membasuh dua telapak tangan sebanyak tiga kali.
7. Mengulangi setiap basuhan dua kali atau tiga kali.
8. Menyela-nyela jenggot yang lebat.

Dalil tentang siwak telah lalu penjelasannya. Adapun tentang membasuh dua telapak tangan sebelum berwudhu, yaitu apa yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Nasa’i dari Aus bin Aus ats-Tsaqafi ia berkata, “Aku melihat Nabi berwudhu, maka beliau mencuci dua telapak tangannya sebanyak tiga kali.”

Adapun tentang menyempurnakan wudhu, menyela-nyela jari jemari dan melebihkan (dalam memasukkan air ke hidung) kecuali bagi yang berpuasa, sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Laqith bin Shabrah, katanya, “Aku berkata: ‘Wahai Rasulullah, kabarkan kepadaku tentang wudhu?’” Nabi berkata, “Sempurnakan wudhu-mu, dan sela-selalah antara jari-jemarimu, dan bersungguh sungguhlah dalam memasukkan air ke dalam hidung kecuali jika kamu dalam keadaan berpuasa.” (Diriwayatkan oleh lima imam, dishahihkan oleh Tirmidzi)

Dan dari ‘Aisyah, ia berkata, “Nabi suka mengawali sesuatu dengan yang kanan, dalam memakai terompah, bersisir, bersuci dan dalam segala sesuatu.” (Mutafaq alaih)

Adapun menyela-nyala jenggot, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Utsman, “Bahwa Nabi ada menyela-nyala jenggotnya.” (HR. Ibnu Majah dan Turmudzi dan ia menshahihkannya). Cara menyela-nyela jenggot ini dengan mengambil seraup air dan meletakkannya dari bawahnya dengan jari-jemarinya atau dari dua sisinya dan menggosokkan keduanya. Dan dalam riwayat Abu Dawud dari Anas, “Bahwa Nabi jika berwudhu mengambil seraup air, kemudian meletakkannya di bawah dagunya dan berkata, ‘Demikianlah yang diperintahkan oleh Tuhan kepadaku.’”

Tanya: Berapa takaran air yang dibutuhkan ketika berwudhu atau mandi (junub)?

Jawab: Takaran air dalam berwudhu adalah satu mud (Satu mud sama dengan 1 1/3 liter menurut ukuran orang Hijaz dan 2 liter menurut ukuran orang Irak. (Lihat Lisanul Arab Jilid 3 hal 400). Adapun untuk mandi sebanyak satu sha’ sampai lima mud. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Anas, katanya, “Adalah Rasulullah ketika berwudhu dengan (takaran air sebanyak) satu mud dan mandi (dengan takaran sebanyak) satu sha’ sampai lima mud.” (HR. Muttafaq alaih). Dan makruh (dibenci) berlebih-lebihan, yaitu yang lebih dari tiga kali dalam berwudhu.

Tanya: Bacaan apa yang disunnahkan ketika selesai berwudhu?

Jawab: Bacaan yang disunnahkan adalah mengucapkan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Umar, katanya, “Berkata Rasulullah, ‘Tidaklah salah seorang diantara kalian berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian mengucapkan: asyhadu anlaa ilaaha illalloohu wahdahu laa syariikalahu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rosuuluh (Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah semata; yang tidak ada sekutu baginya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya), melainkan dibukakan untuknya delapan pintu syurga, ia dapat masuk dari mana saja yang ia kehendaki.’” (HR. Muslim)

Dan Tirmidzi menambahkan: “Alloohummaj’alni minat tawwabiina waj’alnii minl mutathohhiriin (Ya Allah jadikan aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikan aku termasuk orang-orang yang suka mensucikan diri).”

Maulid Simthuddurar – Terjemah

الحمدلله القوي سلطانه * الواضح برهانه * المبسوط في الوجود كرمه واحسانه * تعالى مجده وعظم شانه * خَلَقَ الخلقَ لحِكمه * وطوى عليها علمه * وبسط لهم من فائض المنةما جرت به اقدار القسمة * فأرسل إليهم اشرف خلقه واجل عبيده رحمة * تعلقت ارادته الأزلية بخلق هذا العبد المحبوب * فا نتشرت اثار شرفه في عوالم الشهادة والغيوب * فما اجل هذا المن الذي تكرم به المنان * وما اعظم هذا الفضل الذي برز من حضرة الإحسان * صورةً كاملةً ظهرت في هيكلٍ محمود * فتعطرت بوجودها اكناف الوجود * وطرزت برد العوالم بطراز التكريم

Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, yang amat teguh kekuasaan-Nya. Amat jelas bukti-bukti kebenaran-Nya. Terbentang luas kedermawanan dan kemurahan-Nya. Mahatinggi kemuliaan-Nya, Mahaagung kedudukan-Nya.
Diciptakan segalanya dengan penuh hikmah. Lalu diliputinya dengan ilmu-NYa. Dihamparkan bagi mereka limpahan karunia-Nya. Denqan kadar pembagian yang ditentukan dalam kehendak-Nya. Maka diutus kepada mereka, demi rahmat-Nya. seorang termulia di antara makhluk-Nya. terkemuka di antara hamba-hamba-Nya.

lradah-Nya yang azali menghendaki, Mencipta hamba yang amat dikasihi ini. Maka tersebarlah pancaran kemuliaannya. Di alam nyata ataupun tersembunyi.

Aduhai, betapa agung anugerah ini. Dilimpahkan oleh Dia Yang Maha Pemurah, Maha Pemberi. Betapa tinggi nilai keutamaan ini. Datang dari Tuhan Sumber segala ihsan. Karunia teramat sempurna. Dalam bentuk insan terpuji. Kehadirannya mengharumi segenap penjuru. Menghiasnya dengan sulaman indah penuh keagungan.
تجلى الحق في عالم قدسه الواسع * تجليا ً بإنتشار فضله في القريب والشاسع * فله الحمد الذي لا تنحصر افراده بتعداد * و لايمل تكراره بكثرة ترداد * حيث ابرز من عالم الآمكان * صورة هذا الأنسان * ليتشرف بوجوده الثقلان * وتنتشر اسراره في الأكوان * فما من سر اتصل به قلب منيب * الا من سوابغ فضل الله على هذا الحبيب
فسبحان الذي ابرز من حضرة الأمتنان * ما يعجز عن وصفه اللسان * ويحار في تعقل معانيه الجنان * انتشر منه في عالم البطون والظهور * ما ملاء الوجود الخلقي نور * فتبارك الله من اله كريم * بشرتنا اياته في الذكر الحكيم * ببشارة { لقد جاءكم رسولٌ من انفسكم * عزيزٌ عليه ما عنتم حريصٌ عليكم بالمؤمنين رؤفٌ رحيم * } فمن فاجأته هذه البشارة و تلقاها بقلبٍ سليم فقد هُديَ الى صراطٍ مستقيم

Allah Mahabenar bertajalli. Dalam alam kudus-Nya yang amat luas. Menetapkan penyebaran anugerah-Nya. Pada yang dekat dan jauh tak terkecuali.

Maka hanya bagi-Nya segala puji. Tiada terhingga bilangannya. Tiada menjemukan pengulangan sebutannya. Betapapun sering diulang-ulang. Atas perkenan-Nya menampilkan di alam kenyataan. Perwujudan semulia-mulia insan. Agar seluruh makhluk beroleh kemuliaan. Tiada terhingga. Dengan rahasia keutamaan yang mengiringi kehadirannya. Tersebar merata di seluruh alam semesta.

Maka tiada satu pun rahasia itu. Menyentuh menyatu dengan qalbu yang sadar. Kecuali pasti karena curahan karunia Allah. Melalui insan tersayang ini.

Bahagia dan suka ria, berdatangan merasuki qalbu, menyambut datangnya kekasih Allah, pembawa anugerah bagi seluruh manusia

Mahaagung Dia yang telah memuliakan, wujud ini dengan nur berkilauan, meliputi semuanya, dengan keriangan dan kecantikan.

Mencapai tingkat keindahan tertinggi, menjulang mengangkasa, dengan kemuliaannya.

Mata memandang penuh damba, bentuk insan sempurna, pengikis segala yang sesat.

Meski sesungguhnya. keluhuran dan kesempurnaannya. melampaui segala yang bisa dicapai. pengetahuan Yang mana Pun jua…

Mahasuci Allah, Tuhan Maha Pemurah. Yang dalam kitab suciAl-Quran Al-Hakim. Mengungkap berita gembira dengan firman-Nya, ‘Telah datang kePadamu. Seorang rasul dari kalangan sendiri. la selalu prihatin atas apa yang menimpamu. Sangat ia inginkan kamu beriman. la singat penyantun, sangat penyayang.

Maka siapa saja yang sampai kepadanya, berita gembira ini. Serta menerimanya dengan hati dan pikiran sehat. Niscaya ia beroleh Petunjuk. Ke arah jalan Yang lurus.
و اشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له شهادة تعرب بها اللسان * عما تضمنه الجنان * من التصديق بها والاذعان * تثبت بها في الصدور من الإيمان قواعده * و تلوح على اهل اليقين من سر ذلك الأذعان والتصديق شواهده * واشهد ان سيدنا محمداً العبد الصادق في قوله وفعله * و المبلغ عن الله ما امره بتبليغه لخلقه من فرضه ونفله * عبدٌ ارسلهُ الله للعالمينً بشيراً ونذيراً * فبلغ الرسالة * و ادى الأمانة * وهدى الله به من الأمة بشراً كثيراً * فكان في ظلمة الجهل للمستبصرين سراجاً وقمراً منيراً * فما اعظمها من منةٍ تكرّم الله بها على البشر * و ما اوسعها من نعمةٍ انتشر سرها في البحر و البر * اللهم صل وسلم باجل الصلوات واجمعها و ازكى التحيات و اوسعها * على هذا العبد الذي وفى بحق العبودية * و برز فيها في خلعة الكمال * و قام بحق الربوبية في مواطن الخدمة لله و اقبل عليهِ غاية الإقبال * صلاةً يتصل بها روح المصلي عليه به * فينبسط في قلبه نور سر تعلقه به وحبه * و يكتب بها بعناية الله في حزبه * وعلى اله وصحبه من ارتقوا صهوة المجد بقربه * و تفيأوا ظلال الشرف الأصلي بوده وحبه * و ما عطر الأكوان بنشر ذكراهم نسيم

Aku bersaksi, tiada Tuhan selain Allah. Maha Esa, tiada sekutu bagi-NYa. Kesaksian terucapkan dengan lisan. Mengungkap ketulusan dan kepatuhan. Yang terkandung dalam hati sanubari. Memperteguh tonggak-tonggak iman. Yang tertanam jauh di dalam dada. Rahasia hakikatnya tampak hanya bagi mereka. Yang tulus patuh tiada sedikit pun ragu padanya.

Dan aku bersaksi bahwasannya. Sayyidina Muhammad adalah hamba Allah. Yang benar dalam ucapan dan perbuatannya. Dan menyampaikan atas nama Allah. Apa yang harus disampaikan. Kepada hamba-hamba-Nya. Tentang yang diwajibkan atau yang dianjurkan-Nya. Dialah hamba Allah yang diutus. Kepada penghuni alam seluruhnya. Pembawa berita gembira di samping ancaman derita. Maka ia pun menyampaikan risalah. Dan menunaikan amanah. Sehingga umat dalam jumlah besar. Beroleh hidayah Allah dengan perantaraannya.

Jadilah ia pelita penerang dan bulan purnama. Bagi pencari cahaya penembus kejahilan gelap gulita

Aduhai, betapa agung karunia Allah. dilimpahkan atas manusia. Betapa luas nikmat Allah bertebaran hikmahnya. Di lautan dan daratan luas merata.

Ya Allah, ya Tuhan kami. Limpahkan shalawat dan salam. Yang terbesar dan mencakup segalanya. Teramat suci, luas jangkauannya. Atas diri insan ini. Yang dengan seksama memenuhi kewajiban perhambaan pada Tuhannya. Dengan menyandang segala sifat sempurna. Dan bersungguh-sungguh dalam berbakti kepada llahi. Serta menghadapkan diri kepada-Nya. Dengan sebaik dan sesempurna cara.

Shalawat rahmat yang mengukuhkan. Jalinan ikatan dengan pribadinya. Bagi si pembaca shalawat atas dirinya. Menjadikan hatinya terang benderang. Tersentuh nur kecintaan dan kerinduan padanya. Dan memasukkannya dengan inayah Allah. ke dalam kelompoknya.

Demikian pula atas segenap keluarganya. Sefta para sahabatnya. Yang menduduki puncak derajat yang tinggi. Karena dekat kepadanya.

Dan bernaung di bawah bayangbayang kemuliaan sejati. Dengan mencintainya sepenuh hati.

Shalawat dan salam terus-menerus tiada hentinya. Selama embusan angin mengharumi mayapada. Menyebar sebutan indah mereka semuanya.
اما بعد فلما تعلقت ارادة الله في العلم القديم * بظهور اسرار التخصيص للبشر الكريم * بالتقديم والتكريم * نفذت القدرة الباهرة * بالنعمة الواسعة و المنة الغامرة * فانفلقت بيضة التصوير * في العالم المطلق الكبير * عن جمالٍ مشهودٍ بالعين * حاوٍ لوصف الكمالِ المطلقِ و الحسنِ التامِ و الزين * فتنقل ذلك الجمال الميمون * في الأصلاب الكريمة والبطون * فما من صلبٍ ضمّه * الا و تمت عليه من الله النعمة * فهو القمر التامُّ الذي يتنقَّلُ في بروجه * ليتشرف به موطن استقراره و موضع خروجه * وقد قضت الأقدار الأزلية بما قضت و اظهرت من سرِّ هذا النور ما اظهرت * و خصصت به من خصصت * فكان مستقره في الأصلاب الفاخرة * والأرحام الشريفة الطاهرة * حتى برز في عالم الشهادة بشراً لا كالبشر * و نوراً حير الأفكار ظهوره و بهر * فتعلقت همةُ الراقم لهذه الحروف* بإن يرقم في هذا القرطاس ماهو لديه من عجائب ذلك النور معروف * و إن كانت الألسن لا تفي بعشر معشارِ اوصافِ ذلك الموصوف * تشويقاً للسامعين * من خواص المؤمنين * و ترويحاً للمتعلقين بهذا النور المبين * و الا فانى تعرب الأقلام * عن شؤن خير الأنام * ولكن هزني الى تدوين ما حفظته من سير اشرف المخلوقين * و ما اكرمه الله به في مولده من الفضل الذي عمَّ العالمين * و بقيت رايته في الكون منشورة على مر الأيام والشهور والسنين * داعي التعلق بهذه الحضرة الكريمة * ولاعِجُ التشوق الى سماع اوصافها العظيمة * و لعلَّ الله ينفع بها المتكلم والسامع * فيدخلان في شفاعة هذا النبي الشافع * و يتروحانِ بروحِ ذلك النعيم

Amma ba’du.

Manakala iradat Allah dalam ilmu-Nya yang qadim. Berkenan menampakkan inti kekhususan, bagi manusia yang mulia. Dengan keutamaan dan penghormatan. Terwujudlah dengan kodrat gemilang. Nikmat llahiyang luas merata. Serta anugerah-Nya yang melimpah ruah.

Maka terkuaklah karsa cipta-Nya. Di alam mutlak tiada berbatas. Menyingkap “keindahan” disaksikan pandangan mata. Mencakup segala sifat keindahan dan keelokan sempurna.

Dan berpindah-pindahlah ia dengan segala keberkahan. Dalam sulbi-sulbi dan rahim-rahim yang mulia. Tiada satu pun sulbi yang merangkumnya. Kecuali beroleh nikmat Allah nan sempurna. Laksana bulan purnama. Berpindah-pindah dalam orbitnya. Agar setiap tempat yang didiaminya. Ataupun jalan yang dilaluinya. Meraih kemuliaan tiada terhingga.

Demikianlah ditetapkan dalam suratan takdir azali. Menampakkan rahasia nur ini. Hanya dalam diri mereka. Yang beroleh kekhususan dan keistimewaan. Sehingga tiap kediamannya. Selalu dalam sulbi-sulbi megah dan anggun. Serta rahim-rahim yang suci bersih.

Sampai tiba saat ia datang ke alam nyata. Sebagai manusia, tiada sama dengan manusia biasa. Bagaikan nur cahaya benderang. Penampilannya mencengangkan akal dan pikiran.

Maka tergeraklah jiwa dan semangat penulis ini. Mencatat apa yang sampai kepadanya. Tentang keajaiban nur mulia ini.

Meski lidah tak’kan mampu mengungkap sifat-sifatnya walaupun sekelumit atau lebih sedikit.

Tapi sekadar penawar hati para pendengar. Yang termasuk kalangan khusus di antara kaum mukminim. Dan penghibur mereka yang terpaut hatinya. Pada pesona nur Yang terang ini.

Sebab bagaimana mungkin. Pena para penulis mampu melukis. Tentang segala sesuatu yang bersangkutan. Dengan manusia Paling utama. Di antara manusia seluruhnYa.

Namun hatiku tergerak. Menuliskan yang kuhafal selama ini. Tentang riwayat hidup manusia termulia. Di antara makhluk semuanya. Juga tentang karunia agung yang dilimpahkan Allah. Pada peristiwa kelahirannya. Yang meliputi seluruh penghuni alam semesta. Dan panji-panjinya yang berkibar megah. Di segenap penjuru jagat raya. Terus-menerus sepanjang pergantian hari, bulan, dan tahun. Semuanya itu didorong semata-mata. Oleh kegandrunganku pada pribadi luhur ini. Serta kerinduanku ‘tuk mendengarkan selalu. Sebutan sifat-sifatnya yang serba agung.

Dan kiranya Allah berkenan melipatgandakan manfaatnya. Bagi si pembicara ataupun pendengarnya. Sehingga keduanya’kan memasuki pintu syafa’at. Dan menghirup sejuknya kenikmatan itu.
وقد آن للقلم ان يخط ما حركته فيه الأنامل * مم استفاده الفهم من صفات هذا العبد المحبوب الكامل * و شمائله التي هي احسن الشمائل * وهنا حَسُنَ ان نُثبِت ما بلغ الينا في شأن هذا الحبيب من اخبارٍ و أثار * ليتشرف بكتابته القلم والقرطاس و تتنزه في حدائقه الأسماع و الأبصار * وقد بلغنا في الأحاديث المشهورة إن اول شيءٍ خلقه الله هو النور المودع في هذه الصورة * فنور هذا الحبيب اول مخلوقٍ برزَ في العالم * و منه تفرع الوجود خلقاً بعد خلقٍ فيما حدث و ما تقادم * وقد اخرج عبدالرزاق بسنده عن جابر بن عبدالله الأنصاري رضي الله عنهما قال : { قلت يا رسول الله بابي و امي اخبرني عن اول شيءٍ خلقه الله قبل الأشياء * قال : يا جابر إن الله خلق قبل الأشياء نور نبيك محمدٍ صلى الله عليه وسلم من نوره } *
وقد ورد من حديث ابو هريرة رضي الله عنه انه قال : * { قال :رسول الله صلى الله عليه وسلم : كنت اول النبيين في الخلقِ وآخرهم في البعث }*
وقد تعددت الروايات بانه اول الخلق وجودا و اشرفهم مولودا * ولما كانت السعادة الأبدية * لها ملاحظةٌ خفية اختصت من شاءت من البرية * بكمال الخصوصية * فاستودعت هذا النور المبين * اصلاب و بطون من شرفته من العالمين * فتنقل هذا النور من صلب ادم ونوحٍ و ابراهيم * حتى اوصلته يد العلم القديم * الى من خصصته بالتكريم ابيه الكريم * عبدالله ابن عبدالمطلب ذي القدر العظيم * و امه التي هي في المخاوف آمنة * السيدة الكريمة امنة * فتلقاه صلب عبدالله * فالقاه الى بطنها * فضمته احشاؤها بمعونة الله محافظة على حق هذه الدُرةِ و صونها * فحملته برعاية الله كما ورد عنها حملاً خفيفاً لا تجد له ثقلاً * و لاتشكوا منه الماً ولا عللاً * حتى مرّ الشهر بعد الشهر من حمله * و قرب وقت بروزه الى عالم الشهادة لتنبسط على اهل هذا العالم فيوضات فضله * وتنتشر فيه اثار مجده الصميم

Kini tiba saat penaku ini. Menggoreskan yang digerakkan jari tanganku. Yang bisa terjangkau oleh pikiran. Tentang sifat hamba yang sempurna dan dikasihi ini, serta perilakunya yang terluhur di antara semua perilaku

Dan di sinilah sepatutnya kutuliskan. Apa yang telah sampai ke pengetahuanku. Tentang berita dan kisah insan tercinta ini. Agar kalam dan keftas beroleh kemuliaan. Pendengaran dan penglihatan pun berkesempatan, Bertamasya dalam taman-tamannya yang indah mempesona.

Telah sampai kepada kami. Dalam hadits-hadits yang masyhur. Bahwa sesuatu yang mula peftama dicipta Allah. lalah nur yang tersimpan dalam pribadi ini. Maka nur insan tercinta inilah. Makhluk pertama muncul di alam semesta. Darinya bercabang seluruh wujud ini. Ciptaan demi ciptaan. Yang baru datang ataupun yang sebelumnya.

Sebagai mana di riwayatk an Abdurrazzaq. Dengan sanadnya yang sampai pada Jabir bin Abdullah Al- Anshari, semoga Allah meridhai keduanya.

Bahwasanya ia pernah bertanya, “Demi ayah dan ibuku, ya Rasulullah, Beri tahukanlah kepadaku tentang sesuatu. Yang diciptakan Allah sebelum segalanya yang lain. Jawab beliau, “Wahai Jabir, sesungguhnya Allah, Telah menciptakan nur nabimu, Muhammad, dari nur-Nya. Sebelum sesuatu yang lain”

Dan telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Bahwasanya Nabi SAW telah bersabda, ‘Aku adalah yang pertama di aqtara para nabi dalam penciptaan. Namun yang terakhir dalam keiasulan…”

Banyak pula riwayat lain menyatakan. Bahwa beliaulah yang pertama adanya. Dan termulia di antara mereka semua.

Dan manakala “kebahagiaan abadi” menampakkan. Pengamatannya yang tersembunyi. Mengkhususkan manusia yang dipilihnya. Dengan kekhususan yang sempurna. Dititipkannya nur benderang ini. Pada berbagai sulbi dan rahim yang dimuliakan, di antara penghunijagat raya. Dan berpindah-pindahlah ia, dari sulbiAdam, Nuh, dan lbrahim. Sehingga pada akhirnya. Sampailah ia ke ayahandanya. Yang terpilih menerima kehormatan tiada terhingga: Abdullah bin Abdul Muththalib yang bijak dan benribawa. Serta ibundanya, Aminah, yang mulia. Yang selalu merasa aman dan tenteram. Meski di tengah apa saja yang menggelisahkan.

Maka disambutlah ia oleh sutbi Abdullah. Dan diteruskan kepada Aminah, istrinya. Yang merangkumnya dengan penuh kasih sayang. Demi menjaga dan memelihara mutiara amat berharga. Dengan pertolongan Allah, yang selalu mendampinginya.

la pun mengandungnya di bawah pengawasan Allah. Dengan segala kemudahan dan keringanan. Tiada sedikit pun berat terasa. Ataupun sakit diderita.

Bulan demi bulan berlalu. Sampai hampir tiba saatnya. Kandungan itu lahir ke alam nyata. Agar luapan keutamaannya. Menggenangi penghuni alam semesta. Tebaran keluhuranya. Melingkungi mereka semua.
ومنذُ علقت به هذه الدرة المكنونة * و الجوهرة المصونة * و الكون كله يصبح و يمسي في سرورٍ و ابتهاج * بقرب ظهور اشراق هذا السراج * و العيون متشوفةٌ الى بروزه * متشوقةٌ الى التقاط جواهر كنوزه * و كل دابةٍ لقريشٍ نطقت بفصيح العبارة * معلنة بكمال البشارة * وما من حاملٍ حملت في ذلك العام * الا اتت في حملها بغلام * من بركات وسعادة هذا الأمام * ولم تزل الأرض والسموات * متضمخةً بعطر الفرح بملاقاة اشرف البريات * و بروزه من عالم الخفاء الى عالم الظهور * فاظهر الله في الوجود بهجة التكريم * و بسط في العالم الكبير مائدة التشريف و التعظيم * ببروز هذا البشر الكريم

Sejak berpaut padanya mutiara indah terpelihara ini, alam seluruhnya bergemilang riang gembira, di pagi hari maupun di kala senja, dengan kian mendekatnya, saat terbit cahaya peliat penerang ini.

Demikian pula semua pandangan mata. Menatap bersama menanti kelahirannya. Penuh kerinduan memungut permata baiduri tiada ternilai.

Binatang peliharaan Quraisy pun, semuanya bagaikan menyeru dengan fasih kata-kata, mengumumkan berita nan sempurna. Setiap wanita yang mengandung di tahun itu, niscaya ia melahirkan bayi lelaki. Hal itu semua disebabkan, berkah kemuliaan imam pembawa bahagia ini.

Demikianlah bumi dan langit. Bergelimang wangi-wangian riang gembira. Menanti lahirnya insan termulia. Di antara segenap penghuninya ke alam nyata. Setelah tersimpan sekian lama. Dalam beberapa sulbi dan rahimt berganti-ganti.

Maka berkenanlah Allah SWT. Menampakkan karunia gemilang-Nya. Pada wujud semesta ini. Menghidangkan rahmah penghormatan dan kemuliaan.
فحين قرب اوان وضع هذا الحبيب * اعلنت السموات والأرضون ومن فيهن بالترحيب * و امطار الجود الالهي على اهل الوجود تثج *والسنة الملائكة بالتبشير للعالمين تعج (1) * والقدرة كشفت قناع هذا المستور * ليبرز نورهُ كاملاً في عالم الظهور * نوراً فاق كل نور*و انفذ الحق حكمه * على من اتم الله عليه النعمة * من خواص الأمة * ان يحضر عند وضعه امة * تانيساً لجنابها المسعود * و مشاركةً لها في هذا السماط الممدود * فحضرت بتوفيق الله السيدة مريم والسيدة اسية * و معهما من الحور العين من قسم الله له من الشرف بالقسمة الوافية * فاتى الوقت الذي رتب الله على حضوره وجود هذا المولود * فانفلق صبح الكمال من النور عن عمود و برز الحامد المحمود * مذعناً لله بالتعظيم والسجود *
اللهم صل وسلم وبارك عليه وعلى آله

Dan ketika hampir tiba saatnya. Kelahiran insan tercinta ini. Gema ucapan selamat datang yang hangat. Berkumandang di langit dan di bumi. Hujan kemurahan llahi tercurah. Atas penghuni alam dengan lebatnya. Lidah malaikat bergemuruh. Mengumumkan kabar gembira.

Kuasa Allah menyingkap tabir rahasia tersembunyi. Membuat nurnya terbit sempurna di alam nyata. Cahaya mengungguli segenap cahaya.

Ketepatan-Nya pun terlaksana. Atas orang-orang pilihan. Yang nikmat-Nya disempurnakan bagi mereka. Yang menunggu detik-detik kelahirannya. Sebagai penghibur pribadinya yang beruntung. Dan ikut bergembira mereguk nikmat berlimpih ini.

Maka hadirlah dengan taufik Allah. Sayyidah Maryam dan Sayyidah Asiyah. Bersama keduanya datang mengiring. Sejumlah bidadari surga, yang beroleh kemuliaan agung, Yang dibagi-bagikan oteh Ailah, atas mereka yang dikehendaki

Dan tibalah saat yang telah diatur Allah. Bagi kelahiran ini. Maka menyingsinglah fajar keutamaanan cerah. Terang benderang menjulang tinggi….

Dan lahirlah insan pemuji dan terpuji. Tunduk khusyu’ di hadapan Allah. Dengan segala penghormatan tulus dan sembah sujud
( 1 ) سبحان الله والحمدلله و لا اله الا الله والله و اكبر ( ثلاثا )
الـــقـــيــــام
وحين برز صلى الله عليه وسلم من بطن امه برز رافعاً طرفه الى السماء * مؤمياًبذلك الرفع الى انه له شرفاً علا مجده وسما * وكان وقت مولد سيد الكونين * من الشهور شهر ربيع الأول ومن الأيام يوم الأثنين * و موضع ولادته و قبره بالحرمين * و قد ورد انه ولد مختوناً مكحولاً مقطوع السُرة * تولت ذلك لشرفه عند الله ايدي القدرة * و مع بروزه الى هذا العالم ظهر من العجائب * ما يدل على انه اشرف المخلوقين وافضلالحبائب * فقد ورد عن عبدالرحمن بن عوف عن امه الشفاء رضي الله عنهما * قالت : { لما ولدت امنة رضي الله عنها رسول الله وقع على يدي فا ستهلَّ فسمعت قائلاً يقول رحمك الله او رحمك ربك * قالت الشفء : فاضاء له ما بين المشرق والمغرب * * و كم ترجمت السُّنةُ من عظيم المعجزات * و باهر الايات البينات * بما يقضي بعظيم شرفه عند مولاه * و إن عين عنايته في كل حينٍ ترعاه * وانه الهادي الى الصراط المستقيم

Dan pada saat Nabi SAW dilahirkan ibunya. la lahir seraya menunjukkan pandangan ke arah langit. Bagai isyarat ia beroleh kemuliaan. Serta kehormatan yang tinggi menjulang.

Adapun Maulid-nya hari Senin bulan Rabi’ulAwwal. Tempat kelahiran serta makamnya di Al-Haramain

Dan telah diriwayatkan bahwa beliau dilahirkan. Dalam keadaan telah terkhitan. Bermata bagaikan bercelak. Tali pusatnya telah terpotong bersih.

Semua itu terlaksana dengan kuasa qudrah llahi. Berkat keluhuran kedudukannya, di sisi Tuhannya.

Dan bersamaan dengan waktu kelahirannya. Tampak beberapa keajaiban. Mambuktikan bahwa ia insan termulia. Dl antara semua makhluk. Paling utama di antara yang dikasihi Allah.

Sebagaimana diriwayatkan Abdurrahman bin Auf dari ibunya bernama Syaffaa’ (semoga Allah meridhai keduanya), Pada saat Rasulullah SAW dilahirkan oleh Aminah. la kusambut dengan kedua telapak tanganku

Dan terdengar tangisnya pertama kali. Lalu kudengar suara berkata, ‘Semoga rahmat Allah atas dirimu.’ Dan aku pun menyaksikan cahaya benderang di hadapannya. Menerangi timur dan barat. Hlngga aku dapat melihat. Sebagian gedung-gedung bangsa Rum.

Lalu kubalut ia dalam pakaiannya dan kutidurkan. Namun tiba-tiba kegelapan dan ketakutan. Datang meliputi diriku dari kananku. Sehinggaku menggigil karenanya. Dan kudengar suara bertanya, ‘Ke mana ia kau bawa pergi?’. ‘Ke barat!’ jawab suara lainnya.

Lalu perasaan itu menghilang dari diriku. Namun sejenak kemudian kembali lagi. Kegelapan dan ketakutan meliputi diriku. Datang dari sebelah kiri. Hingga tubuhku menggigil karengnya

Dan kudengar lagi suara bertanya, ‘Ke mana ia kau bawa pergi?’. ‘Ke timur!’ jawab suara lainnya

Peristiwa itu melekat dalam pikiranku. Sampai tiba saat beliau menjadi utusan Allah. Maka aku pun termasuk di antara orang-orang pertama. Yang mengikutinya dalam lslam…

Dan betapa banyak riwayat hidupnya. Mencatat mu’jizat-mu’jizat besar. Serta bukti-bukti gemilang tentang kenabiannya. Yang semuanya menunjukkan tinggi kedudukannya di sisi Tuhannya.

Dan bahwa inayah Allah. Di setiap saat menjaganya. Dan bahwasanya dialah sebaik penunjuk. Yang menunjukkan jalan yang lurus.
ثم انه بعد ان حكمت القدرة بظهور ة * و انتشرت في الأكوان لوامع نوره * تسابقت الى رضاعهِ المرضِعات * و توفرت رغبات اهل الوجود في حضانة هذه الذات * فنفذ الحُكمُ من الحضرة العظيمة * بواسطة السوابق القديمة * بإن الأولى بتربية هذا الحبيب و حضانته السيدة حليمة * و حين لاحظته عيونها * و برز في شأنها من الأسرار مكنونها * نازل قلبها من الفرح و السرور * ما دلّ على ان حظها من الكرامة عند الله حظٌ موفور * فحنت عليه حنو الأمهات على البنين * و رغبت في رضاعه طمعاً في نيل بركاته التي شملت العالمين * فطلبت من امه الكريمة * ان تتولى رضاعه وحضانته و تربيته بالعين الرحيمة * فأجابتها بالتلبية لداعيها * لما رأت من صدقها في حسن التربية و وفور دواعيها * فترحلت به الى منازلها مسرورة * وهي برعاية الله محفوفةٌ و بعين عنايته منظورة * فشاهدت في طريقها من غريب المعجزات * ما دلها على انه اشرف المخلوقات * فقد اتت و شارفها و اتانها ضعيفتان * و رجعت وهما لدواب القافلة يسبقان * و قد درت الشارف والشياة من الألبان * بما حير العقول والأذهان * و بقي عندها في حضانتها و زوجها سنتين * تتلقى من بركات و عجائب معجزاته ما تقرُّ به العين * و تنتشر اسراره في الكونين * حتى واجهته ملائكة التخصيص و الأكرام * بالشرف الذي عمت بركته الأنام * وهو يرعى الأغنام * فاضجعوه على الأرض اضجاع تشريف * و شقوا بطنه شقاً لطيف * ثم اخرجوا من قلبه ما اخرجوه و اودعوا فيه من اسرار العلم و الحكمة ما اودعوه
و هو مع ذلك في قوةٍ و ثبات * يتصفح من سطور القدرة الالهية باهر الآيات * فبلغ الى مرضعته الصالحة العفيفة * ما حصل على ذاته الشريفة * فتخوفت عليه من حادثٍ تخشاه * و لمتدرِ انه ملاحظٌ بالملاحظة التامةِ من مولاه * فردته الى امه و هي غير سخيةٍ بفراقه * ولكن لما قام معها من حزن القلب عليه و اشفاقه * و هو بحمدالله في حصنٍ مانعٍ و مقامٍ كريم

Kemudian setelah sempurna kelahirannya
Sesuai yang dikehendaki qudrat llahi
Dan nur cahayanya yang terang
Bertebaran di seluruh mayapada
Berlombalah para inang pengasuh ingin menyusuinya
Makin besar pula keinginan penghuni bumi memeliharanya

Dan terlaksanalah kehendak Allah
Mahaagung lagi Mahabijaksana
Yang ditetapkan-Nya semenjak dahulu kala
Bahwasanya Sayyidah Hatimah pating utama
Mendidik mengasuh insan tercinta ini.
Maka tatkala kedua matanya memandangnya
Lalu terungkap rahasia qudrah Rabbaniyyah pada dirinya
Tercurahlah keriangan dan suka cita dalam hatinya
Menunjukkan ia beroleh kehormatan di sisi Allah
Dalam kadar besar tiada terhingga

Kasih.sayangnya segera tertuju pada bayi mulia itu
Seperti nanya para ibu terhadap putra kandungnya
Dan besarlah keinginan untuk menyusuinya
Dengan harapan memperoleh berkahnya
Yang tersebar luas meliputi alam semesta

la pun mohon dari ibundanya yang mulia
Agar menyerahkan padanya
Tugas menyusui dan mengasuh, sefta mendidiknya
Dengan cinta kasih sayang sepenuhnya

Maka diluluskan permohonan itu
Setelah menyaksikan ketulusan ucapanya
Dengan segala tanda yang meyakinkannya
Mengenai cara pemeliharaan yang sempurna

Segera Halimah membawanya pulang ke kampung
Dengan hati riang dan ceria
Diiring penjagaan Allah dan inayah-Nya
Yang terus-menerus menyertainya

Dalam perjalanan pulang itu
la menyaksikan berbagai mu’jizat
yang mengherankan .
dan membuatnya bertambah yakin
betapa besar kemuliaan bayi yang bersamanya

Unta tua dan keledai miliknya yang lemah
tiada berdaya
Kini berlomba mengalahkan yang lain dalam kafilahnya
Air susu unta dan kambingnya
Memancar deras dengan lebatnya
Membuat takjub tiap orang melihatnya

Dua tahun Nabi SAW tinggal bersama Halimah dan suaminya
Selama itu keduanya menikmati berkah dan mu’jizat-mu’jizatnya
Yang mengagumkan setiap mata yang menyaksikan
dan rahasia hikmahnya tersebar merata di mana-mana

Sampai pada suatu hari
Ketika sedang menggembala domba
datang kepadanya beberapa malaikat
Membawa penghormatan khusus baginya
Yang keberkahannya meliputi umat manusia

Mereka membaringkannya dengan hati_hati
Lalu membelah dadanya dengan lemah lembut
Dan mengeluarkan apa yang mereka keluarkan
Lalu menyimpankan rahasia ilmu dan hikmah ke dalamnya

Tiada suatu kotoran mengganggu
yang dikeluarkan malaikat dari hatinya
tapi mereka hanya menambahkan
kesucian di atas kesucian….

Dalam pada itu
Beliau tetap dalam kekuatan dan ketabahan hati
Menyaksikan tanda-tanda kebesaran kuasa llahi
Yang dialami dalam dirinya sendiri

Namun berita kejadian itu akhirnya
sarnpai juga ke pendengaran Halimah yang baik hati

la pun gelisah dan khawatir
Akan bencana yang mungkin menimpa putranya itu
Tidak diketahuinya bahwa ia dijaga oleh Tuhannya
Dengan penjagaan amat sempurna

Maka dibawanya pulang segera kepada bundanya
Meski perpisahan itu berat terasa dalam hatinya
namun semata-mata disebabkan kegundahan
Dan kecemasan atas keselamatannya

Padahal ia sebenarnya
Dengan karunia Allah
Dalam benteng penjagaan yang kokoh kuat
Serta kedudukan amat tinggi dan mulia
فنشاء على اكمل الأوصاف * يحفه من الله جميل الرعاية و غامر الألطاف * فكان يشب في اليوم شباب الصبي في الشهر * و يظهر عليه في صباه من شرف الكمال ما يشهد له بأنه سيد ولد آدم ولا فخر * ولم يزل وانجم سعوده طالعة * و الكائنات لعهده حافظةٌ ولامرهِ طائعة * فما نفث على مريضٍ الا شفاهُ الله * و لاتوجه في غيثٍ الا وانزله مولاه * حتى بلغ من العمر اشده * و مضت له من سن الشباب والكهولة مدة * فاجأته الحضرة الالهية بما شرفته به وحده *فنزل عليه الروح الأمين * بالبشرى من رب العالمين * فتلا عليه لسان الذكر الحكيم شاهد { و انك لتلقى القرآن من لدن حكيمٍ عليم }
فكان اول ما نزل عليه من تلك الحضرة من جوامع الحكم * قوله تعالى : { اقرأ باسم ربك الذي خلق * خلق الأنسان من علق * اقرأ و ربك الأكرم * الذي علم بالقلم * علم الأنسان ما لم يعلم * }
فما اعظمها من بشارةٍ اوصلتها يد الأحسان من حضرة الأمتنان * الى هذا الأنسان * و ايدتها بشارة { الرحمن علم القرآن * خلق النسان علمه البيان * } و لاشك انه هو الأنسان المقصود بهذا التعليم * من حضرةالرحمن الرحيم

Rasulullah SAW tumbuh dengan sifat-sifat paling sempurna
Dikelilingi selalu pemeliharaan Allah Maha Kuasa
Serta diliputi rahmat-Nya berlimpah-limpah

la tumbuh dalam sehari .
Seperti bayi lain dalam sebulan
Keluhuran pribadinya tampak sempurna
Sejak usianya yang amat muda
Menjadi saksi bahwa dialah penghulu keturunan Adam semuanya

Bintang-bintang kemujuran selalu bersamanya
demikian pula segenap benda di alam ini
menampakkan kesetiaan dan kepatuhan padanya

Tiap kali ia “meniupi” penderita sakit
Niscaya Allah melimpahkan kesembuhan baginya
Tiap kali berdoa memohon hujan
Niscaya Allah selalu menurunkannya

Demikian keadaannya sehari-hari
Sampai ia telah melewati masa mudanya
Dan mencapai usia dewasa
Saat itulah Allah mengkhususkannya
Dengan kemuliaan hanya baginya seorang
Dan turunlah Jibril Ar-Ruhul Amin
Membawa kabar gembira dari Tuhan Seru Sekalian Alam

Membacakan baginya ayat-ayat suci Al Quran Al-Hakim,
“,…Dan sesungguhnya kepadamu telah diberikan Al-Quran
dari hadirat Allah, yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”

Adapun mula peftama diturunkan kepadanya
Di antara ayat-ayat suci padat berisi
Yang berasal dari hadirat Allah SWT ialah,
“Bacalah dengan nama Tuhanmu
yang mencipta manusia dari segumpal darah.
Bacalah! Tuhanmulah yang paling mulia
Yang mengajar dengan kalam
Mengajar manusia apa yang tidak ia tahu….,,

Oh… betapa agungnya kabar gembira ini
Karunia sempurna datang dari Allah
Maha Pengasih lagi Maha pemurah
Ditujukan kepada insan mulia ini
Lalu dikuatkan lagi dengan firman-Nya,
“Ar-Rahman, Tuhan Maha pemurah
mengajarkan Al-euran
mencipta insan
lalu diajarinya fasih perkataan…”

Dan tiada syak lagi
tentunya beliaulah
Insan yang dimaksud dengan pemberian ajaran itu
darl hadirat Allah, yang Maha Rahman dan Rahim
ثم انه بعد ما نزل عليه الوحي البليغ * تحمل اعباء الدعوة والتبليغ * فدعا الخلق الى الله على بصيرة * فاجابه بالاذعان من كانت له بصيرةٌ منيرة * وهي اجابةٌ سبقت بها الأقضيةُ و الأقدار * تشرف باسبق اليها المهاجرون والنصار * و قد اكمل الله بهمة ها الحبيب و اصحابه هذا الدين * و اكبت بشدة بأسهم قلوب الكافرين و الملحدين * فظهر على يديه من عظيم المعجزات * ما يدل على انه اشرف اهل الأرض و السموات * فمنها تكثير القليل * وبرء العليل * و تسليم الحجر * و طاعة الشجر * و انشقاق القمر * و الخبار بالمغيبات * و حنين الجذع الذي هو من خوارق العادات * و شهادة الضب له والغزالة * بالنبوة والرسالة * الى غير ذلك من باهر الآيات * و غرائب المعجزات * التي ايده الله بها في رسالته * و خصصه بها من بين بريته * و قد تقدمت له قبل النبوة ارهاصات * هي على نبوته و رسالته من اقوى العلامات * و مع ظهورها و انتشارها سعد بها الصادقون من المؤمنين * و شقي بها المكذبون من الكافرين و المنافقين * و تلقاها بالتصديق والتسليم * كل ذي قلبٍ سليم

Adapun Nabi SAW
Setelah kepadanya wahyu suci diturunkan
Segera bertindak memikul beban dakwah dan tabligh
Menyeru manusia ke jalan Allah dengan penuh kesadaran
Yang diikuti dengan tulus dan patuh
Oleh mereka yang berpikiran terang
Di antara kaum Muhajirin dan Anshar
Yang beroleh kehormatan tertinggi
Mendahului yang lain memenuhi seruan ini
Sesuai yang tercantum dalam takdir llahi

Dan dengan tekad kuat Nabi tercinta ini
Demikian pula para sahabatnya
Allah berkenan menyempurnakan agama ini
Dan dengan kepahlawanan mereka pula
Allah menumpas habis kaum kafir dan ingkar

Banyak sekali mu’jizat hebat berkaitan dengan dirinya
Membuktikan bahwa dialah yang termulia
Di antara penghuni bumi dan langit seluruhnya
Di antaranya memperbanyak yang sedikit
Kesembuhan si Penderita sakit
Ucapan salam terdengar dari seonggok batu
Ketaatan pohon kepadanya
Terbelahnya buah purnama
Pemberitahuan tentang hal-hal ghaib
Rintihan pokok kurma yang rindu padanya
Yang kesemuanya jauh menembus kebiasaan yang berlaku
Demikian pula biawak dan menjangan
Memberi kesaksian tentang kenabian dan kerasulannya
Dan masih banyak lagi bukti gemilang

Serta mu’jizat menakjubkan
Yang dijadikan Allah sebagai pendukung risalahnya
Dan hanya baginya dikhususkan di antara semua makhluk-Nya
Banyak pula tanda ghaib mendahului nubuwahnya .
Dan merupakan alamat terkuat bagi kenabian dan kerasulannya
Tersiarnya itu semua secara meluas
Mendatangkan bahagia bagi kaum beriman yang tulus
Namun menambah malang si kafir ataupun munafik

Dan tiada satu pun orang berpikiran sehat
Kecuali pasti menerimanya dengan keyakinan
Serta penyerahan sepenuhnya
و من الشرف الذي اختص الله به اشرف رسول * معراجه الى حضرة الله البّرِ الوصول * وظهور ايات الله الباهرة في ذلك المعراج * و تشرف اهل السموات و من فوقهن باشراق نور ذلك اسراج * فقد عرج الحبيب ومعه المين جبريل *الى حضرة الملك الجليل * مع التشريف و التبجيل * فما من سماءٍ ولجها الا وبادره اهلها بالرحيبوالتكريم والتأهيل * و كل رسولٍ مرَّ عليه * بشره بما عرفه من حقه عند الله و شريف منزلته لديه * حتى جاوز السبع الطباق * و وصل الى حضرة الأطلاق * نازلته من الحضرة الالهية * غوامر النفحات القربية * و واجهته بالتحيات * و اكرمته بجزيل العطيات * و اولته جميل الهبات * و نادته بشريف التسليمات * بعد اناثنى على تلك الحضرة بالتحيات المباركات الصلوات الطيبات * فيالها من نفحاتٍ غامرات * و تجلياتٍ عالياتٍ في حضراتٍ باهرات * تشهد فيها الذات للذات * و تتلقى عواطف الرحمات * و سوابغ الفيوضات بإيدي الخضوع والأخبات
عقل الحبيب في تلك الحضرة من سرها ما عقل * و اتصل من علمها بما اتصل * فاوحى الى عبده ما اوحى * ما كذب الفؤاد ما رأى * فما هي الا منحةٌ خصصت بها حضرة الأمتنان * هذا النسان * و اولته من عواطفها الرحيمة ما يعجز عن حمله الثقلان * و تلك مواهب لا يجسر القلم على شرح حقائقها * ولاتستطيع الألسن ان تعرب عن خفي دقائقها * خصصت بها الحضرة الواسعة هذه العين الناظرة و الأذن السامعة * فلا يطمع طامعٌ في الأطلاع على مستورها * والأحاطة بشهود نورها * فانها حضرة جلت عن نظر الناظرين * و رتبةٌ عزَّت على غير سيد المرسلين * فهنيئاً للحضرةِ المحمدية * ما واجهها من عطايا الحضرة الأحدية * وبلوغها الى هذا المقام العظيم

Dan di antara kehormatan yang dikhususkan
Bagi Rasul termulia ini
Mi’rajnya ke hadirat Allah Maha Penyayang
Yang kebaikan-Nya selalu melimpah
Yang karunia-Nya selalu tercurah
Serta adanya bukti-bukti kuasa-Nya yang gemilang
Yang dialami pada peristiwa itu
Dan kemuliaan bagi langit-langit serta penghuninya
Dengan terbitnya nur pelita” itu bagi mereka
Maka Rasulullah SAW mengarungi angkasa
Bersama Jibril Al-Amin
Menuju hadirat Allah Al-Malikul Jalil
Diiringi segala kemuliaan dan penghormatan

Tiada penghuni yang dimasukinya
Kecuali segera menyongsong kedatangannya
Dengan penghormatan dan berbagai ucapan
selamat datang
Setiap rasul yang dilewati
Menyampaikan kabar gembira yang diketahuinya
Tentang tinggi kedudukannya di sisi Tuhannya
Sampai ia melampaui ke tujuh lapis langit
Dan mencapai hadirat mutlak tiada berbatas
Di sana ia diliputi belaian karunia lembut
Penuh keakraban
Datang dari hadirat llahi
.
Meyambutnya dengan ragam ucapan selamat
Memuliakannya dengan berbagai anugerah besar
Melimpahkan padanya seindah-indah pemberian
Dan memanggilnya dengan semulia-mulia salam
Setelah ia sendiri menunjukkan puji-pujian ke hadirat llahi,
“At-tahiyyatuI mubarakatus shalawatut thayyibat. “

Aduhai, betapa lembut belaian karunia yang diterimanya itu
Betapa indah pertemuan yang agung itu
Dalam hadirat serba gemilang
Saat dzat (Rasul) memberi kesaksiannya
Bagi keagungan Dzat (Allah) Tuhannya.
Seraya merangkum rahmah llahiyyah penuh kasih sayang
serta anugerah-Nya yang melimpah ruah
dalam suasana khusyu’ dan penyerahan diri kepada-Nya.
Itulah tingkatan yang memaksa setiap idaman
jatuh berderai memendam sesal dan putus asa
demi melihatnya amat tinggi
tinggi sekali dari segala jangkauan

Banyak sekali pengalaman halus melekat pada jiwa Rasul
Yang diperolehnya dalam perjumpaan ketika itu
Serta ilmu dan pengetahuan yang dicapainya

Tatkala… Allah mewahyukan kepada hamba-Nya
Apa yang diwahyukan-Nya
Dan tiada hati Rasul mendustakannya….

Itu semata-mata karunia hadirat Maha Pengasih
Dikhususkan bagi insan ini seorang
Simpati penuh kasih sayang ditujukan kepadanya
Tiada mungkin jin dan manusia mana pun merangkumnya

Itulah pemberian teramat istimewa
Pena siapa pun tak’kan berani mencoba
Menguraikan tentang hakikatnya
Lidah pun tak’kan mampu mengungkapkan
Makna halus yang tersembunyi padanya

Hadirat Allah yang maha-luas mengkhususkannya
Hanya bagi pandangan Nabi yang menatap dengan saksama
Dan telinganya yang mendengar dengan cermat

Maka tiada keinginan seseorang patut mengidamkan
Tersingkap baginya rahasianya yang tersembunyi
Atau meliput cahaya nurnya dengan sempurna
Karena itu adalah hadirat terlalu agung
Untuk bisa dilihat para Pengamat
Dan tingkatan tiada mungkin tercapai
Kecuali bagi penghulu para rasul

Maka sungguh berbahagia hadirat Muhammad
Menerima anugerah agung berlimpah
Berdatangan dari hadirat Allah Yang Maha Esa
Aduhai, betapa beruntungnya ia
Mencapai kedudukan setinggi ini…
و حيث تشرفت الأسماعُ باخبار هذا الحبيب المحبوب * و ماحصل له من الكرامة في عوالم الشهادة والغيوب * تحركت همة المتكلم الى نشر محاسن خَلقِ هذا السيد و اخلاقِه * ليعرف السامع ما اكرمه الله به من الوصف الحسن و الخلق الجميل الذي خصصته به عنايةُ خلاقه * فليقابل السامع ما امليه عليه من شريف الأخلاق بأذنٍ واعية * فانه سوف يجمعه من اوصاف الحبيب على الرتبة العالية * فليس يشابه هذا السيد في خلقه و اخلاقه بشر * و لايقف احدٌ من اسرار حكمةِ الله في خلقه وخلقه على عينٍ و لا اثر * فإن العناية الازلية * طبعته على اخلاقٍ سنيَّة * و اقامته في صورةٍ حسنةٍ بدرية * فلقد كان مربوع القامة * ابيض اللون مشرباً بحمره * واسع الجبين حَسَنَهُ شعرهُ بين الجُمَّةِ و الوفرة * وله العتدال الكامل في مفاصله واطرافه * و الأستقامة الكاملة في محاسنه و اوصافه * لم يأتِ بشرٌ على مثل خَلقِه * في محاسن نظره و سمعه و نطقه * قد خلقه الله عل اجملِ صورة * فيها جميع المحاسن محصوره * وعليها مقصورة * إذا تكلم نثر من المعارف والعلوم نفائس الدرر * و لقد اوتي من جوامع الكلم ما عجز عن الأتيان بمثله مصاقعُ البلغاءِ من البشر* تتنزه العيون في حدائق محاسن جماله * فلا تجد مخلوقاً في الوجود على مثاله
و إذا مشى فكأنما ينحطُّ من صبب * فيفوت سريع المشي من غي خبب * فهو الكنز المطلسم الذي لا يأتي على فتح باب اوصافه مفتاح * والبدر التم الذي يأخذ الألباب إذا تخيلته او سناهُ لها لاح
فماذا يعرب القول عن وصفٍ يعجز الواصفين * او يدرك الفهم معنى ذاتٍ جلَّت ان يكون لها في وصفها مشاركٌ او قرين
فما اجـــل قـــدره الــعـــظـــيـــم * و اوســــع فـــضـــلـــه الــعــمــيـــم
ولقد اتصف من محاسن الأخلاق * بما تضيق عن كتابته بطون الأوراق * كان احسن الناس خُلُقاً و خَلَقاً * و اولهم الى مكارم الاخلاق سبقاً * و اوسعهم بالمؤمنين حلماً ورفقاً * بــــراً رؤفــــاً * لا يقولُ و لا يفعلُ الا معروفا* له الخلق السهل * و اللفظُ المحتوي على المعنى الجزل * إذا دعاه المسكين اجابه اجابةً معجلة * و هو الأب الشفيق الرحيم لليتيم و الأرملة * وله مع سهولة اخلاقه الهيبة القوية * التي ترتعد منها فرائصُ الأقوياءِ من البرية * و من نشر طيبهِ تعطرت الطرق و المنازل * و بعرف ذكره تطيبت المجالسُ و المحافل * فهو جامه الصفات الكمالية * و المنفرد في خَلقِهِ و خُلُقِهِ بإشرف خصوصية * فما من خلق في البرية محمود * الا وهو متلقىً عن زين الوجود
وقد انبسط القلم في تدوين ما افاده العلم من وقائع مولد النبي الكريم * و حكاية ما اكرم الله به هذا العبد المقرب من التكريم والتعظيم والخلق العظيم * فحسن مني ان امسك اعنة الأقلام في هذا المقام * و اقرأُ السلام * على سيد الأنام
وبذلك يحسن الختم كما يحسن التقديم * فعليه افضل الصلاة والتسليم

Dan manakala telinga telah beroleh kehormatan
mendengarkan berita-berita
sekitar insan tercinta tersayang ini
seda kemuliaan yang menyertainya
dalam alam nyata ataupun yang ghaib
tergeraklah keinginan penulis
menyebut sebagian kesempurnaan pemimpin ini
dalam bentuk tubuh serta akhlaqnya
Agar para pendengar dapat mengetahui
Kemuliaan yang dikaruniakan Allah atas dirinya
Pada sifat-sifat indah dan perilaku menarik
Yang dikhususkan baginya oleh inayah Khaliqnya

Dan kini kuharap pendengar uraianku ini
Mengikuti dengan penuh perhatian
Sifat-sifat luhur yang ‘kan kucatat baginya
Yang menempatkan insan mulia ini
Dalam kedudukan yang amat tinggi

Sebab tiada manusia mana pun bisa menyamai junjungan ini
Dalam bentuk fisik dan perilakunya
Dan tiada seorang pun mampu menyelami rahasia hikmah Allah
Yang tersembunyi dalam keindahan tubuh dan kesempurnaan akhlaqnya

Pemeliharaan Allah sejak semula
Telah mencetaknya dalam tabiat dan akhlaq luhur
Serta membentuknya dengan rupa elok
Bagaikan bulan purnama

Beliau seorang berperawakan sedang
Warna kulitnya putih kemerah-merahan
Dahinya lebar serasi
Panjang rambutnya sampai batas telinga
Kedua lengan dan kaki serta persendian
Semuanya dalam bentuk dan ukuran sempurna
Mantap dalam keseluruhan keindahan
Serta keserasian sifat-sifatnya
Tiada seorang pun menyamainya
Dalam kesempurnaan penglihatan, pendengaran,
Ataupun ucapannya

Sungguh Allah telah menciptakannya dalam bentuk terbaik
Padanya, segala keindahan terangkum dan terkhususkan
Bila ia berbicara
Mutiara-mutiara ilmu dan hikmah ditaburkannya
Tiada seorang ahli khutbah yang ulung
Mampu membawakan ucapan rapi padat berisi
Seperti yang selalu diucapkannya

Bila mata bertamasya
Dalam taman keelokannya yang mempesona
Tiada ‘kan dijumpainya di antara seluruh wujud
Makhluk mana pun memiliki sifat setara dengannya

Dialah pemimpin yang setiap kali tertawa
cukup tersenyum dengan anggunnya
Dengan langkah tenang mantap ia berjalan
Bila tertldur hanya sekejap saja
Perilakunya lembut selembut angin sepoi nan sejuk
Wajahnya cerah secerah taman yang menyegarkan
Pribadinya perwujudan segala sifat luhur
Kasih sayang namun tegas dalam sikap
Kuat dalam tekadnya

Keanggunan, kesucian, serta rasa malu
Mengiringi selalu, menghias gerak-geriknya
Ucapan dan tindakannya teratur rapi
Sungguh sulit menyamainya
Bentuk tubuhnya sempurna
Demikian pula akhlaq yang disandangnya
Adil dan dermawan
Bila dan di mana pun ia berada….

Bila berjalan, seakan-akan turun dari ketinggian
Mendahului orang yang cepat dalam berjalan
Meski tampak selalu tenang tidak tergesa

Demikianlah ia bagai pusaka tersimpan rapi
Dalam wadah kokoh tertutup rapat
Tiada anak kunci mampu membuka pintu sifat-sifatnya

Atau bak bulan purnama
Membuat takjub akal dan pikiran
Setiap kali membayangkan keindahannya
Atau berkas cahayanya tampak bagi penglihatan

lnsan tersayang membuat iri bulan purnama
setiap kali memandangi indah wajahnya
akal dan pikiran dalam kebingungan
bila ingin menggambarkan makna hakikatnya…

Gerangan bagaimana kata-kata mampu mengungkapkan
Tentang sifat-sifat yang mendatangkan putus asa
Bagi siapa yang ingin menjelaskan

Atau betapa akal dapat mencapai
Arti dzat yang tiada sesuatu pun mungkin
Menyamai atau menyerupainya

Sungguh sempurna sifat-sifat keluhurannya
Andaikan ia menghadiahkan sinar
bagi bulan purnama
pasti tak ‘kan ia tertutup oleh gerhana

betapapun banyak cara dilakukan orang
rnencoba menguraikan sifat keluhurannya
namun sampai zaman berakhir
Takkan mungkin mereka meliputi semuanya….

Oh… betapa tinggi derajatnya yang agung
Betapa luas keutamaanya merata di mana-mana

Demikian luhur akhlaq Rasulullah SAW
Sehingga terasa sempit kitab-kitab besar untuk merangkumnya
Sebab beliau sebaik-baik manusia
Dalam keindahan akhlaq ataupun bentuk tubuhnya

Selalu terdepan dalam berbuat kebajikan
Lembut hatinya, luas kasih sayangnya
Terutama bagi kaum beriman semuanya
Teramat baik, teramat penyantun
Tiada berucap sesuatu melainkan berisi kebaikan

Sederhana perangainya
Singkat dan padat kalimat yang diucapkannya
Bila si miskin memanggilnya
la selalu tanggap memenuhinya segera
Dirinya bagai ayah penuh kasih sayang
Untuk si yatim-piatu atau janda yang lemah
Rendah hatinya namun amat kuat wibawanya
Membuat orang paling kuat pun
Gemetar berhadapan dengannya

Tiap jalan dilaluinya
Atau pun rumah yang dikunjunginya
Menjadi semerbak harum baunya
Sebutan tentang pribadinya
Mewangikan tiap majelis dan pertemuan

Beliau adalah pusat perpaduan
Bagi segala sifat kesempurnaan
Tiada banding dalam fisik dan perilakunya
Karena mendapat kekhususan termulia

Maka tiada satu pun perangai manusia terpuji
Melainkan pasti bersumber dari dirinya
Insan terbaik di antara mereka semua

Telah kusimpulkan sifat-sifat insan tercinta ini
dalam dirinya terkumpul kemuliaan dengan segala bentuknya
pekerti indah amat tinggi menjulang
bagai bersemayam di atas bintang nan tinggi..,

Kiranya pena telah cukup berkelana
Dengan perasaan riang ceria
Mencatat yang diketahui tentang Maulid Nabi mulia ini
Dan mengisahkan sebagian kehormatan dan penghormatan
Serta budi pekertinya yang amat luhur
Yang dikaruniakan Allah baginya

Kini tiba saat menarik kembali kendalinya
Dan sepatutnya kubacakan salam atas nabi ini
pemimpin penghuni alam:
AssaIamu ‘alayka ayyuhan-nabiyyu
wa rahmatullahi wa barakatuh
Aasalamu’alayka ayyuhan-nabiyyu
wa rahmatullahi wa barakatuh
Assalamu’alayka ayyuhan-nabiyyu
wa rahmatullahi wa barakatuh

Dan dengan itu sempurnalah penutup kata ini
Sebagaimana telah sempurna di awal pembukanya
Maka bagi Rasul
Shalawat dan salam setinggi-tingginya
ولما نظم الفكر من دراري الأوصاف المحمدية عقوداً * توجهت الى الله متوسلاً بسيدي و حبيبي محمدٍ ان يجعل سعيي فيه مشكوراً و فعلي فيه محموداً * وان يكتب عملي في الأعمال المقبولة * و توجهي في التوجهات الخالصة و الصلات الموصوله * اللهم يا من اليه تتوجه المال فتعود ظافرة * و على باب عزته تحط الرحال فتغشاها منه الفيوضات الغامرة * نتوجه اليك * باشرف الوسائل لديك * سيد المرسلين * عبدك الصادق الأمين * سيدنا محمداً الذي عمت رالته العالمين *ان نصلي وتسلم على تلك الذات الكاملة * مستودع امانتك * و حفيظ سرك * و حامل راية دعوتك الشاملة *الأب الأكبر * المحبوب لك و المخصص بالشرف الأفخر * في كل موطنٍ من مواطن القرب ومظهر * قاسم امدادك في عبادك * وساقي كؤوس ارشادك لاهل ودادك * سيد الكونين * و اشرف الثقلين * العبد المحبوب الخالص * المخصوص منك باجل الخصائص * اللهم صل وسلم عليه وعلى اله واصحابه * واهل حضرة اقترابه من احبابه * اللهم ان نقدم اليك جاه هذا النبي الكريم * و نتوسل اليك بشرف مقامه العظيم * ان تلاحظنا في حركاتنا و سكناتنا بعين عنايتك * وا نتحفظنا في جميع اطوارنا و تقلباتنا بجميل رعايتك * و حصين وقايتك * و ان تبلغنا من شرف القرب اليك والى هذا الحبيب غاية امالنا * و تتقبل منا ما تحركنا فيه من نياتنا و اعمالنا * و تجعلنا في حضرة هذا الحبيب من الحاضرين* وفي طرائق اتباعه من السالكين * و لحقك وحقه من المؤديين * ولعهدك من الحافظين * اللهم ان لنا اطماعاً في رحمتك الخاصة فلا تحرمنا * و ظنوناً جميلةً هي وسيلتنا فلا تخيبنا * امنَّا بك و برسولك وما جاء به من الدين * و توجهنا به اليك مستشفعين * ان تقابل المذنب منّا بالغفران * و المسيء بالإحسان * و السائل بما سأل * والمؤمل بما امل * وان تجعلنا ممن نصر هذا الحبيب و وازره * و والاه و ظاهره * وعمَّ ببركته و شريف وجهته اولادنا ووالدينا * و اهل قطرنا و وادينا * و جميع المسلمين والمسلمات * و المؤمنين والمؤمنات * في جميع الجهات * و ادم راية الدين القويم في جميع الأقطار منشورة * و معالم الأسلام والأيمانباهلها معمورة * معنىً و صورة* و اكشف اللهم كربة المكروبين * و اقض دين المدينين * و اغفر للمذنبين * و تقب توبة التائبين * و انشر رحمتك على عبادك المؤمنين اجمعين * و اكف شر المعتدين و الظالمين * و ابسط العدل بولاة الحق في جميع النواحي والأقطار * وايدهم بتأييد من عندك و نصرٍ على المعاندين من المنافقين و الكفار * و اجعلنا يارب في الحصن الحصين من جميع البلايا * و في الحرز المكين من الذنوب والخطايا * و ادمنا في العمل بطاعتك و الصدق في خدمتك قائمين * و إذا توفيتنا فتوفنا مسلمين مؤمنين * و اختم لنا منك بخير اجمعين * وصل وسلم على هذا الحبيب المحبوب * للأجسام والأرواح و القلوب * و على اله وصحبه و من اليه منسوب * و آخر دعوانا ان الحمدلله رب العالمين
Doa Penutup

Kini, setelah selesai menyunting
Untaian mutiara sifat Nabi SAW
Kuhadapkan diriku ke hadirat llahi
Seraya bertawasul dengan pemimpin dan kekasihku:
Muhammad SAW
Semoga Allah SWT berkenan
Menjadlkan usahaku menyusun ini
Sebagai suatu yang terpuji
dan mendatangkan ganjaran bagiku
Dan semoga Dia mencatat amalku
di antara amal-amal yang diterima-Nya
Dan permohonanku
di antara permohonan yang ikhlas ditujukan kepada-Nya
Serta memperoleh pahala-Nya
yang saling berkesinambungan
Ya Allah, ya Tuhan kami
Yang kepada-Nya tertuju semua cita dan idaman
Agar kembali setelah itu dengan segala keberhasilan
Dan di pintu keperkasaan-Nya
Dihentikan semua kafitah harapan
agar setelah itu digenangi luapan anugerah-Nya
Sesungguhnya kami menghadap kepada-Mu
Dengan semulia-mulia wasilah di sisi-Mu:
Penghulu Segenap Rasul
Hamba-Mu yang selalu benar dalam ucapannya
Yang selalu tulus terpercaya
Junjungan kami: Muhammad
Yang risalahnya meliputi seluruh jagat raya
Semoga Engkau berkenan
melimpahkan shalawat dan salam
atas dzat sempurna itu
Tempat penyimpanan amanah-Mu
Pemegang rahasia-Mu
Pengibar panji dakwah-Mu
yang mencakup segalanya
Leluhur kami yang besar
Yang Engkau kasihi dan Engkau khususkan
Dengan kemuliaan megah dan anggun
Pada setiap tempat dan kedudukan
yang dekat kepada-Mu
Pembagi karunia-Mu di antara hamba-hamba-Mu
Pengedar hidangan petunjuk-Mu
bagi mereka yang Kau kasihi
Pemuka seluruh penghuni langit dan bumi

Termulialah di antara makhluk manusia dan jin
Hamba-Mu yang Kau kasihi sepenuhnya
Yang Kau khususkan dengan sebesar kekhususan dari-Mu
Yaa Allah, ya Tuhan kami
limpahkan shalawat dan salam atas dirinya
Demikian pula keluarga dan sahabatnya
serta mereka yang dekat kepadanya dari para pencintanya

Ya Allah, ya Tuhan kami
Sesungguhnya kami menghadapkan kepada_Mu
Kedudukan terhormat Nabi mulia ini di sisi-Mu
Dan bertawasul dengan derajatnya yang tinggi di sisi_Mu
Agar Kau berkenan menjaga dan memelihara kami
Dalam segala gerak dan diam kami
Dengan pandangan inayah-Mu
Dan memberikan perlindungan-Mu kepada kami
Dalam segala keadaan dan tindakan kami
Dengan pimpinan-Mu yang sempurna
Dan penjagaan-Mu yang teguh dan kokoh

Dan semoga Engkau mengabulkan puncak idaman kami
Memperoleh kemulian dekat kepada-Mu
Dan kepada insan tercinta ini
Dan semoga Engkau berkenan menerima
Niat dan amalan kami
Pada segala gerak-gerik kami

Dan memasukkan kami dalam golongan mereka
Yang selalu hadir dalam hadhiratnya
Yang mengikuti jalan yang ditempuhnya
Melaksanakan kewajiban terhadap-Mu dan terhadapnya
Dan selalu menjaga perjanjian dengan-Mu dengan sebaik-baiknya

Allahuma, ya Allah, ya Tuhan kami
Sesungguhnya kami selalu mendambakan dengan sangat
Memperoleh “rahmat khusus” dari sisi-Mu…
Maka janganlah Engkau mengecewakan kami.

Dan kami memiliki persangkaan baik
Akan kasih sayang-Mu
Yang kami jadikan wasilah kami kepada-Mu
Maka janganlah Engkau mengecewakan kami.

Benar-benar kami beriman kepada-Mu
Dan kepada Rasul-Mu
Kini kami..menujukan permohonan kami kepada-Mu
Dengan mengharapkan Rasul-Mt itu
Sebagai pemberi syafa’at
Semoga Engkau memberikan pengampunan-Mu
kepada orang yang berdosa di antara kami
Dan ihsan dan kebaikan dari-Mu
kepada yang telah membuat kelalaian
Yang meminta
memperoleh apa yang dimintanya
Yang mengharapkan sesuatu
mendapatkan apa yang diharapkannya

Dan Engkau jadikan kami termasuk yang menolong kekasih ini,
dan membelanya
Dan semoga Engkau menebarkan keberkahannya
Dan keluhuran arah tujuannya
Meliputi anak-anak dan orangtua kami
Juga penghuni negeri dan daerah kami
Serta segenap kaum muslimin dan muslimat
mukminin dan mukminat
Di seluruh penjuru dunia

Dan kekalkanlah panji agama yang lurus di seluruh negeri
agar tetap tersebar
Dan panji-panji iman dan lslam tetap tegak dengan pemeluknya
Dalam makna maupun gambarannya
Dan hilangkanlah ya Allah, ya Tuhan kami
penderitaan para penderita
Lunasilah utang mereka yang dibebani utang_utang
Ampunilah orang-orang yang berdosa
Terimalah taubat mereka yang bertaubat
Dan tebarkanlah rahmat-Mu atas hamba-hamba_Mu
Kaum mukminin semuanya
Dan tolaklah kejahatan orang-orang yang melanggar
Serta mereka yang bertindak zhalim

Mantapkanlah keadilan dengan penguasa_penguasa
Yang adil dan benar
Di setiap kota dan negeri
Teguhkanlah mereka dengan kekuatan dari sisi_Mu
Dan kemenangan atas kaum pembangkang
Kaum munafiqin dan kutfar

Peliharalah kami, ya Allah
Dalam benteng-benteng yang kokoh
Terhadap segala balak dan malapetaka
Dan dalam tempat-tempat persimpanan yang aman
Terhadap segala dosa dan kesalahan
Dan tetapkanlah diri kami dalam kepatuhan kepada_Mu
Dan ketulusan hati dalam beramal demi keridhaan_Mu
Dan bila tiba saat Engkau mencukupkan masa hidup kami
Wafatkanlah kami sebagai muslim dan mukmin sejati
Dan penuhilah akhir hidup kami semua
Dengan kebaikan dari sisi-Mu

Dan limpahkanlah shalawat dan salam
Atas Nabi ini, yang dicintai dan dikasih

Oleh jasad, ruh, dan jiwa kami
Juga atas keluarga dan sahabatnYa
Serta mereka yang berhubungan nasab dengannya
Demikianlah kami akhiri doa kami
Dengan ucapan, “Walhamdu lillahi rabbil-’alamin.

17 ILMU YANG HARUS DIKUASAI AGAR BISA MEMAHAMI QUR'AN DENGAN BENAR

1. Ilmu Mawathin al-Nuzul. Yaitu ilmu yang menerangkan tempat-tempat turunnya ayat, masanya, awal dan akhirnya. Kitab yang membahas ilmu ini banyak. Diantaranya ialah al-Itqan, tulisan al-Suyuthi.

2. Ilmu Tawarikh al-Nuzul. Yaitu ilmu yang menerangkan dan menjelaskan masa turun ayat dan tertib turunnya, satu demi satu, dari awal turun hingga akhirnya, dan tertib turun surat dengan sempurna.

3. Ilmu Asbab al-Nuzul. Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab turun ayat. Diantara kitab yang menjelaskan hal ini ialah Lubab al-Nazul karangan al-Suyuthi.

4. Ilmu Qira'at. Yaitu ilmu yang menerangkan rupa-rupa Qira'at (bacaan al-Qur'an yang diterima dari Rasulullah SAW). Seindah-indah kitab untuk mempelajari ilmu ini ialah kitab al-Nasyr Fi Qira'at al-Asyr, tulisan Ibnu Jazary.

5. Ilmu Tajwid. Ilmu yang menerangkan cara membaca al-Qur'an, tempat mulai dan pemberhentiannya, dan lain-lain yang berhubungan dengan itu.

6. Ilmu Gharib al-Qur'an. Ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil yang tidak terdapat dalam kitab-kitab biasa, atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini menerangkan makna kata-kata yang halus, tinggi, dan pelik.

7. Ilmu I'rabil Qur'an. Ilmu yang menerangkan baris al-Qur'an dan kedudukan lafal dalam ta'bir (susunan kalimat). Di antara kitab yang memenuhi kebutuhan dalam membahas ilmu ini ialah Imla al-Rahman, karangan Abdul Baqa al-Ukbary.

8. Ilmu Wujuh wa al-Nazhair. Yaitu ilmu yang menerangkan kata-kata al-Qur'an yang banyak arti; menerangkan makna yang dimaksud pada satu-satu tempat. Ilmu ini dapat mempelajari dalam kitab Mu'tarak alAqran, karangan al-Suyuthi.

9. Ilmu Ma'rifat al-Muhkam wa al-Mutasyabih. Ilmu yang menyatakan ayat-ayat yang dipandang muhkam dan ayat-ayat yang dianggap mutasyabih. Salah satu kitab mengenai illmu ini ialah al-Manzhumah al-Sakhawiyah, susunan Imam al-Sakhawy.

10. Ilmu al-Nasikh wa al-Mansukh. Yaitu ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh oleh sebagian mufassir. Untuk mempelajari ilmu unu dapat dibaca kitab al-Nasikh wa al-Mansukh, susunan Abu Ja'far al-Nahhas dan al-Itqan karangan al-Suyuthi.

11. Ilmu Bada'i al-Qur'an. Ilmu yang membahas keindahan-keindahan al-Qur'an. Ilmu ini menerangkan kesusasteraan al-Qur'an, kepelikan-kepelikan dan ketinggian-ketinggian balaghah-nya. Untuk ini dapat juga dibaca kitab al-Itqan karangan al-Suyuthi.

12. Ilmu I'daz al-Qur'an. Yaitu ilmu yang menerangkan kekuatan susunan tutur al- Qur'an, sehingga ia dipandang sebagai mukjizat, dapat melemahkan segala ahli bahasa Arab. Kitab yang memenuhi keperluan ini ialah I’jaz al-Qur'an, karangan al-Baqillany.

13. Ilmu Tanasub Ayat al-Qur'an. Ilmu yang menerangkan persesuaian antara suatu ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Kitab yang memaparkan ilmu ini ialah "Nazhmu al-Durar" karangan Ibrahim al-Riqa'iy.

14. Ilmu Aqsam al-Qur'an. Yaitu ilmu yang menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah Tuhan atau sumpah-sumpah lainnya yang terdapat di dalam al-Qur'an.

15. Ilmu Amtsal al-Qur'an. Ilmu yang menerangkan segala perumpamaan yang ada dalam al-Qur'an. Kitab yang dapat dipelajari untuk ilmu ini antara lain Amtsal al-Qur'an, karangan al-Mawardi.

16. Ilmu Jidal al-Qur'an. Ilmu untuk mengetahui rupa-rupa debat yang dihadapkan al- Qur'an kepada kaum musyrikin dan lain-lain. Ayat-ayat yang mengandung masalah ini dikumpulkan oleh Najamuddin al- Thusy.

17. Ilmu Adab al-Tilawah al-Qur'an. Yaitu ilmu yang mempelajari segala bentuk aturan yang harus dipakai dan dilaksanakan di dalam membaca al-Qur'an. Segala kesusilaan, kesopanan dan ketentuan yang harus dijaga ketika membaca al-Qur'an. Salah satu kitab yang amat baik dalam hal ini ialah kitab Al-Tibyan, karangan al-Nawawy.

SULUK RÊSIDRIJA


1. Dhandhanggula
1. Rêsidriya artati kinawi | wêwalêre kang wus kina-kina | tinelada ing jaman kèh | akèh kang maca ngrungu | tuwa anom jalu lan èstri | padha angèstokêna | pitutur kang luhung | kaluhuraning agêsang | sangkanane sabar tawêkal nastiti | nelada kang utama ||
2. utamane wong urip puniki | nora kaya wong ngecani manah | nora nglarani ragane | rahayu kang tumuwuh | muwuhana panggawe bêcik | rêricikaning basa | basukining têmbung | bungah ingkang amiyarsa | rasakêna ujar ala ujar bêcik | ciptanên ing wardaya ||
3. daya-daya wardaya kalingling | angelingna sira wong kang lêpat | malah dadia trimane | panrimane kang luput | dènnya amrih wau nastiti | tindak-tanduk dèn andhap | patrapaning têmbung | têtêmbunge ing abasa | basane kang sampun uninga ing wangsit | wangsite tatakrama ||
4. kramanana wong kang ati sungil | ngil-ungilên atine kang arja | raharjaa sawurine | wêwurinên sadarum | arumira carêm-carêm sih | asiha sama-sama | sasama tumuwuh | malah wuwuh dadi lampah | anglampahi sira ati ingkang yêkti | iku bekaning raga ||
5. sira iku padha sun tuturi | tuwa anom padha rungokêna | laku ingkang abot dhewe | aja ta gunggung laku | durung mêsthi yèn sira bêcik | sanadyan
--- 4 ---
bêtah nglapa | bêtah mêlèk dalu | bisa sabar bisa trima | nadyan silih bisa gawe ngamal kaki | marang pêkir kasihan ||
6. iku masih rêrêmpèn[1] ta kaki | durung aran laku kang utama | misih laku jubriyane | ya durung sampe iku | basa ala kalawan bêcik | bêcik kalawan ala | iku mapan durung | masih laku bêbengesan | artinipun ing lair tan trus ing batin | durung têkèng kasidan ||
7. dene kaki laku kang sayêkti | bêtah nglapa sabar lan narima | kinancingan tawêkale | iku laku amupus | pamupusan wong olah jati | tindak-tanduk dèn atrap | têtêp jroning kalbu | karane wêkas manira | karantêne sira dèn nêdya nastiti | tawêkal dèn gêgulang ||
8. basa tawêkal têtêping ati | datan etang lamun dèn bêbeka | kang kaetang wêkasane | kawêkasaning laku | lawan ing Hyang Kang Maha Suci | suci-sucining raga | raga amrih ayu | rahayua dunya-kerat | karakêta maring tingal kang sêjati | jati-jatining tunggal ||
9. yèn wis tunggal dènnya maksih kalih | kêkalihe Gusti lan kawula | lair kalawan batine | iku upaminipun | yèn wus têpung lair lan batin | iku wrêksa candhana | kaki aranipun | wangi jaba tyasnya ngambar | ngambar-ambar wignya babar ujar bêcik | rêricikaning raga ||
10. yèn wis sira wignya angrêricik | sakèh ujar bêcik lawan ala | kari pamupuse bae | wiyose wignya muwus | sakathahe ujar kang bêcik | pasthi sih-sinisihan |
--- 5 ---
lantip jroning kalbu | samubarang dèn gulanga | rêricikan sira gulanga kariyin | dadya wruh sakèh rasa ||
11. rasa-rasa rêrasan puniki | wite agal wêkasane lêmbat | wit lêmbat agal wêkase | sakèh ewuh puniku | nora kaya wong nyrapat angin | angon larasing basa | pilih wong kang wêruh | kajaba janma utama | tama têmên tumrap tumon anampani | tampa sakèh wicara ||
12. cara-cara cinirèn kaèsthi | kang kaèsthi sumuking wardaya | dadya kawuwus pasthine | pasthi yèn basa rambu | rêrambane kinarya sangkrip | amrih guguring nala | lêlawananipun | sawênèh ana sujanma | wiwit alus wêkasane anyukêri | pilih ingkang wikana ||
13. iya iku basa gama kaki | gama alus iku maknanira | kang alus dadi lêmbute | lêmbut iku kang baku | marang pikirira kang yêkti | tiwar puwara tiwas | andika tumanduk | duk sira kangelan basa | kang rêrasan inguwor lawan mêmanis | nistha kalalènana ||
14. karanipun wêwalêr ngong iki | mring kang maca tuwin kang miyarsa | lanang wadon apadene | dipun sami mituhu | nuhonana ing ujar bêcik | yêktènana wardaya | lamun ingsun luput | mulane akèh kakênan | kèhing janma iya saking ujar manis | ngênês-ênês wardaya ||
15. lamun sira ujarira bêcik | dadya kengis èsthining wardaya | dadya prayitna ujare | lamun asêdhêp alus | iya iku ingkang ngêlosi | kalosan dadya kirang | kirang wêkasipun | dene rêringkêsanira | lamun bisa nastapa tawêkal titi | kalis sakèhing basa ||
--- 6 ---
16. anadene walêr ingsun malih | mring kang maca tuwin kang miyarsa | ingkang sikêp rayat kabèh | sira jumênêng kakung | aja sira kungkulan budi | iya mring rabinira | poma dèn akukuh | pan wus kocap ing saloka | basa èstri lakine ingkang ngèstrèni | sapolahtingkahira ||
17. mila sira aran wadon nini | basa wadon wadining wong lanang | amêngkua lêlingsême | kalingsêmaning kakung | iku jinêm sajroning ati | tingkah solah dèn andhap | dèn têrus ing kalbu | aja dumèh sira andhap | lairira tan têrus sajroning ati | wêkasan dadi cêla ||
18. basa cêla iku anyêlaki | sira bakal binerat ing priya | dene sira wus kacirèn | polahira kang dudu | karantêne èstri alaki | padha anglakonana | sawuruking kakung | mulane ana wong lanang | basa lanang suprihe amrih abêcik | amuruk rabinira ||
19. gênti-gênti goningsun muruki | sira kaki jumênêng wong lanang | muruk dèn akèh suprihe | lamun sira mêmuruk | marang garwanira ta kaki | apa têtêkonira | ingkang nora sarju | iku sira walêrana | sadurunge wêruh walêrira kaki | sira aja kainan ||
20. mangka kaki sira wus muruki | marang garwanira dadi ala | iku kaki wus pasthine | ala bêcik puniku | apan iya uwis pinasthi | de Hyang Kang Maha Mulya | lokhil makhfulipun | datan kêna ngowahana | mung wênange kawula puniku kaki | ikhtiyar lawan tobat ||
--- 7 ---
21. karantêne wong wadon dèn wêdi | basa wêdi wêdi ing kanisthan | amrih luhura èstrine | yèn wong wadon marucul | iku wadon ngadon-adoni | angadu-adu basa | basa kang tan patut | karane wêkas manira | ing wong wadon padha sira dèn nastiti | tingkah ingkang utama ||
22. utamane luwih saking bêcik | bêcikira wus mêdhar wicara | cara-carêm ing batine | lathinira satuhu | anuhoni sabdaning laki | kinarya garwa tuwa | wawrat ing pakewuh | pakewuhe sikêp rayat | kadang garwa garwa anom dèn ayomi | manut ujaring priya ||
23. priya iku panutan sayêkti | yêktènana saujaring sastra | dadya trus lair-batine | batinira satuhu | dunya-kherat sira cinangking | marang ing rabinira | poma dèn mituhu | nadyan sira anèng donya | lakinira kang ngomahi kang ngayani | anyukupi mring sira ||
24. nadyan silih wong lanang puniki | paripêksa lumaku kèdhêpa | ujare marang rabine | punapa walêsipun | sira iki dipun ladèni | marang ing rabinira | saupaminipun | dumèh angomahi sira | awèh kaya iku pan durung sayêkti | pan maksih bêbengesan ||
25. dene kaki pamalêse yêkti | marang rabi sira mêmuruka | ngèlmu rasa sajatine | wêkasaning tumuwuh | sayêktine tumêkèng lalis | iku sira tuduhna | marga kang rahayu | nadyan wong èstri ta sira | aja tungkul sira jêjaluka ngèlmi | marang ing lakinira ||
26. lan malihe sira sun tuturi | salokane wong ngabdi mring priya | tigang prakara kathahe | durga
--- 8 ---
kulina iku | kaping tiga wisa puniki | kadipundi lirira | sun tuturi iku | têgêse durga pan buta | kaya buta yèn lagi nêpsu puniki | tan kêna sinuwawa ||
27. yèn tinrajang yêkti bilaèni | iku nini ing upamanira | sira ya mangkono manèh | yèn kakungira bêndu | aja sira wani nimbangi | wêkasan kajêmpalan | sira têmahipun | yèn kongsi sira pinala | pasthi nistha iku jênêngira èstri | dadi wong budi kewan ||
28. basa kulina klangênan iki | apa barang rêmênaning priya | sira saosana kabèh | sabobotira iku | nadyan kakung rêmêna sêlir | iku sira dèn rila | dèn têrus ing kalbu | dene têgêse kang wisa | ingkang purun angumpêt kayaning laki | samubarang prakara ||
29. manggung nyolong mring kayaning laki | dipun aku kayane priyangga | wèwèh sakarêpe dhewe | iku wong nora urus | nora olèh bêrkate laki | iku ta singgahana | sakèhing pamurung | akèhing wong laki wigar | sabên-sabên yèn laki dipun têngêri | yèn solahira durta ||
30. luwih gêdhe durtane wong èstri | ingkang cidra rêsmi lanang liyan | ingkang idjinah têgêse | iku wus mêtu tuhu | ing namane èstri utami | tan kêna ingapura | sèwu alanipun | pasthi binuwang ing priya | singgahana aja kongsi anyêdhaki | yèn polahira durta ||
31. basa durta iku angluwihi | saking ala sasamining kênya | iku abangêt durtane | karane wêkas ingsun | mring wong èstri anom alaki | padha sira èstokna |
--- 9 ---
tutur kang linuhung | yèn sira nora ngèstokna | masa sira tulusa dipun kasihi | marang ing lakinira ||
32. gênti malih gon ingsun muruki | marang sira jumênêng wong lanang | dipun mantêp ing asihe | marang garwanirèku | dipun manis pangucapnèki | tuwin sih lulutira | siyang dalunipun | rumasaa yèn katêmpah | anèng dunya tanapi tumêkèng pati | prihên têtêp kang iman ||
33. ing cukupe nèng dunya puniki | aja kurang sandhang lawan pangan | ywa kongsi susah atine | prêdinên jroning kalbu | olèhira ngupaya bukti | laire lakonana | batine puniku | nênuwuna mring Hyang Suksma | supayane tinêkanan sêdyanèki | cukupe garwanira ||
34. olèhira rumêksa ing rabi | kang supaya têtêpa kang iman | sampurnakna ing batine | wêruha kharam makruh | ing margane ngupaya bukti | wurukên ngèlmu tekad | sumungkêm Hyang Agung | wurukên lêpihanira | ing patrape Dèwi Patimah kang siwi | yèku Nabi Mokhamad ||
35. larangane wong alaki-rabi | upamane yèn lagi brawala | pari padu upamane | èstri kalawan kakung | aja wani ngèmbèt-èmbèti | ngucap-ucap wong tuwa | ingkang gawe dudu | tuwin angucap pêgatan | rong prakara iku kaki dipun eling | poma ta singgahana ||
36. lamun sira tan duwèni janji | angatokkên wadi karsanira | wêwatêkaning karone | èstri kêlawan kakung | supayane simpêna kalih | kalingsêmaning garwa |
--- 10 ---
wirangira iku | lair rasa kêlaira | anèng tilam arsa sacumbana kalih | kono sira ngucapa ||
37. lamun sira kaki dèn tuturi | ing wirange marang garwanira | aja sêmbrana gumluwèh | simpênên dèn akukup | tuwin garwanira ta kaki | lamun sira wus warta | wirangira iku | simpênên jroning wardaya | lanang wadon aja sêmbrana wong kalih | pasthi yèn ora tukar ||
38. watêke wong tukar marang rabi | pasthi suda ing darajatira | adoh bêgja daulate | patang puluh dinèku | ngupayaa sandhang lan bukti | angèl barang sinêdya | marga susah kalbu | karane wêkas manira | singkirana sira tukar lawan rabi | iku kayêktènana ||
39. lamun sira kaki wus nyukupi | busanane sapantêsing garwa | sarta doh tukar padune | utamane wong kakung | aduwea sêlir kêkalih | nanging ta patrapira | sira dadi kakung | garwa sêlir pasrahêna | marang garwanira kaki ingkang padmi | dipun tega pitaya ||
40. lire tega sandhang lawan bukti | cukup kurang pracaya ing garwa | sira darma nyawang bae | pantês lan oranipun | lamun kirang datan mantêsi | sira duwea prentah | ing garwanirèku | kalane sira parentah | ingkang samun aja pirsa liyan janmi | lan sira pêparinga ||
41. lamun sira mêmundhuta kaki | aja prentah marang sêlirira | prentaha mring garwa bae | nuli garwanta nuduh | marang sêlir ingkang nglakoni | mundhut sakarasanira |[2] yèn wus prapta iku | sêlir ngaturna
--- 11 ---
ing garwa | garwanira kang ngaturakên sirèki | inggiling garwanira ||
42. dene paran angrahabi rabi | sira dadi wong lanang punika | aja sêpi ing tangane | simpênên dhuwit iku | sabobote awakirèki | manawa ana karsa | angganjar garwamu | apa kang nora prayoga | sapantêse maringi garwanirèki | sira yèn kawajiban ||
43. dipun èngêt maring putra siwi | lêpihane kakung siya-siya | iya marang ing rabine | anake lanang besuk | pan siniya marang ing rabi | yèn èstri siya-siya | marang kakungipun | anake èstri ing benjang | iya uga siniya-siya ing laki | prayoga padha-padha ||
44. gênti malih gon ingsun muruki | sira jumênêng èstri utama | ngawula kakung têgêse | tigang prakara iku | idhêp mantêp sumungkêm nini | têgêse idhêp ika | sira masthi manut | sabarang karêmanira | arsa nyêlir têtiga tuwin kêkalih | sira dèn lêga ing tyas ||
45. lire lêga pan asih ing batin | marang sêlir aja kêkurangan | mungguh sandhang lan pangane | dèn alus sira muwus | ingkang manis andudut ati | kang supaya lalia | asih marang kakung | abot asih marang sira | sabab iku dadi saliramu nini | kinasihan ing sira ||
46. patrapira mêngku marang sêlir | lamun sira bayara kang arta | kinarya tuku sandhange | iku pan ora cukup | karanira kaki nyukupi | watêke kang rupa wang | kathah purugipun | kinarya jajan pan kêna | iya iku nikmat rasaning kang lathi | nanging sandhange rusak ||
--- 12 ---
47. prayogane pintanên kang sabin | kathah kêdhik anèng kiranira | nuwuna idin kakunge | manut nugrahanipun | karanipun maringi sabin | yèn mêdal pantunira | winadea gupuh | payune kathah kang arta | upamane karya tuku mas rêtna di | tuwin sandhang kang endah ||
48. yèn kongsia sêlirira sami | panganggone sandhang sarwa endah | kang misuwur ing liyane | pasthi sira satuhu | luwih wignya among ing abdi | pasthi karya lêpiyan | mring kadang sadulur | watêke ingkang manungsa | lamun bêcik kabare ingkang amasthi | wong bêcik manggih arja ||
49. ing pangane sêlirira nini | paringana ing lorodanira | mêntas sira dhahar dhewe | aja lorodan kakung | lan pisahên lan para nyai | tuwin gènira nendra | aja kongsi kumpul | manggena satunggal-tunggal | sêlirira pisaha lan para cèthi | iku larangan priya ||
50. kang supaya sukaa ing galih | lan utama sira dadi garwa | mungguh sêlirira kabèh | trapna jaga ing kakung | gilirêna maju sawiji | sarta busananira | ing sapantêsipun | dene lawase ajaga | apan aja luwih sadina sawêngi | kang loro jaga sira ||
51. lamun sêlir iku andarbèni | kaluputan ajaga ing sira | dipun sabar ing dukane | kadya duka ing sunu | pamrihira asih lan ajrih | dukanira pamulang | ingkang amrih ayu | nuli sira pêpoyana | marang kakung ingkang satya ing panggalih | yèn sêlirira durta ||
--- 13 ---
52. aja sira age andukani | lah matura marang kakungira | ing mêngko apa karsane | sira garwa katêmpuh | amriksani ala lan bêcik | patrape sêlirira | poma dèn mituhu | lan malih wêkas manira | dipun ngadil wani ngalah ingkang yêkti | patrape sacumbana ||
53. dipun rila lair lawan batin | lakinira arsa nyarènana | marang sêlirira kabèh | aja rumasa kalbu | lamun sira kari kang asih | yèn kakungira suka | iya karsanipun | mêsthi asih marang sira | ing margane sira kinasihan nini | awit saking rilanta ||
54. lamun sira arsa lungan nini | sêlirira age anganggea | saboboting panganggone | ngampil gantènirèku | kang sawiji paidon bêcik | siji saptanganira | têlu aja kantun | gawanên saparanira | kang utama matuta lakuning margi | aywa pinatut priya ||
55. apan mantêp iku sun tuturi | aja duwe tingal priya liyan | iku duraka dadine | tuwin nacada kakung | ing solahe muna lan muni | sira wus prajanjian | wirangira iku | wus kasimpên kakungira | yèn kongsia mêdalakên ingkang isin | dadi wong murang sarak ||
56. dene sungkêm sira sun tuturi | apa barang wulange wong lanang | ing donya têkèng patine | sira dèn amituhu | aja mèngèng siyang lan ratri | aja uwas ta sira | yèn winuruk kakung | masthi yèn sira katrima | anuhoni saking wurukirèng laki | lah mara pitakona ||
57. lan malihe wêkas ingsun nini | lamun sira anuju brawala | rêbut karêp gèsèh-gèsèh | aja purikan
--- 14 ---
iku | aywa ngalih sing dalêmnèki | sajroning dalêmira | sira kang amêngku | lan sira ingkang kagungan | pasarean pasthi sira kang darbèni | ywa ngalih pasarean ||
58. lamun sira brawala apurik | tinggal wisma ngalih pasarean | durung karuan pisahe | yèn kakungira lumuh | ing burine sira wus eling | sira arsa muliha | wirangira agung | andulu sami manungsa | dadi sira tan jumênêng nama èstri | manut budining setan ||
59. aja suda gumati mring laki | apa barang karêmaning priya | dhahar tuwin ing liyane | aywa mênêng dinangu | marang priya kang amrih runtik | lamun sira mênênga | abdinira kuwur | dumadi sira duraka | karya susah marang sasamining janmi | pindho durakèng priya ||
60. karanipun akèh bae nini | garwa padmi andhap darajadnya | nora lulus ing luhure | panastèn manahipun | tan rumasa yèn dadi inggil | kongsi mring turunira | anake apêngung | bodho asor dadi kompra | iya iku labête ibu kang juti | manèhe tan raharja ||
61. pakolèhe wadon wêdi laki | ingkang têrus ing lair batinnya | anyumuki ing putrane | dènnya dadi priyantun | kapindhone wêdi Hyang Widhi | putus ngèlmu agama | nyamadi ramèbu | guna wignya panggraitan | bèr budi apan waskitha ing Hyang Widhi | punjul sasaminira ||
62. gênti malih gon ingsun mulangi | marang kênya kang amrih utama | kang kinarya slir lungguhe | basa sêlir puniku | pan dadia sêlira padmi | têgêse
--- 15 ---
angawula | abdi kang pinujul[3] | sinêlira ing sihira | datan sami kalawan kang para nyai | iku sira ngrêtia ||
63. sabab sira kinasihan padmi | marga saka adhêp sungkêmira | marang padmi pamalêse | têgêse adhêp iku | nora duwe tingal kêkalih | ing asih lulutira | lali sihing kakung | sira pan ora ngawula | marang priya karane sira dèn sihi | awit aturing garwa ||
64. pasthi sira pinracayèng padmi | asimpêna busananing priya | tuwin karyanên dhahare | dipun nastiti kalbu | sira simpên busana adi | busananing gustinya | èstri lawan kakung | tuwin sira karya dhahar | ingkang suci arahên nikmatirèki | gustinira adhahar ||
65. basa artine sumungkêm nini | ing sanggone pinarak gustinya | sira adhêpana bae | aywa ngadhêp ing kakung | lamun nora dipun prentahi | yèn gustinira tindak | aja nêdya kantun | dhèrèka saparanira | angampila gantène paidon nini | saptangan lan cênela ||
66. upamane sira dèn paringi | marang kakung aninggal ing garwa | ywa sira nampani age | iku coba satuhu | nora kêna kakung binatin | yèn sira nampanana | masthi manggih bêndu | saking gustinira garwa | age sira matura ing gusti èstri | masthi yèn kinasihan ||
67. lamun sira darbe karsa nini | aturêna barang karsanira | ing sêlir iku anggone | sira duwea atur | panuwun mring gustinirèstri | mapan yèn ora angsal | dènira umatur | mêngko kang matur ing priya | garwa padmi nênuwunkên sira nini | iku laku utama ||
--- 16 ---
68. ana uga lêpihane nini | prayogane slir èstri mring priya | dadya luhur darajate | sugih mas tur priyantun | kongsi kêna dipun ngèngèri | sabab sing tamanira | slir jrih sungkêmipun | miturut ing gusti garwa | wani kalah datan nêdya animbangi | marang gustine garwa ||
69. sakathahe wulang ingsun iki | mring wong priya arsa mêngku garwa | marang ing garwa padmine | marang sêlir têtêlu | kang sun suwun marang Hyang Widhi | pindho jêng nabi duta | utusan Hyang Agung | muga sira lakonana | bokmanawa dadi utamaning urip | mundhi uncung wong tuwa ||
2. Pocung
1. lamun kakung arsa duwe garwa agung | anane mung papat | kang supaya sampenèki | ing patrape wong lanang dipun prayitna ||
2. prayitnèku amêngku garwanirèku | karya omah lima | ingkang gêdhe sami-sami | pan kinarya ngomahi marang ing garwa ||
3. nipkahipun padhanên ing pêparingmu | lan sira bagia | para liman aja lali | ing busana sira ingkang pêparinga ||
4. pranatamu gilir marang garwa iku | pasthi garwanira | kang manjing omah sawiji | omah ingkang sira goni kang prayoga ||
5. ing dhaharmu ingkang angaturi iku | garwa ingkang mêntas | mijil saking wisma gilir | garwa gilir andhèrèk mangan kewala ||
--- 17 ---
6. abdinipun pinasthi ing kathahipun | pambêktaning garwa | ingkang mêntas manjing gilir | ing cukupe dhahar sira parentaha ||
7. cukupipun murwatên ing balanjamu | ywa sira kacacad | cacade wong kakung iki | yèn kongsia dèn arani kêthuk cupar ||
8. cupar iku ngawruhi kirange langkung | ambalanja garwa | dene kêthuk têgêsnèki | tharuthukan tan sêmbada pêparingnya ||
9. pambêkipun wong wayuh dèn kadi ratu | aja darbe trêsna | mring garwa kang tan kaèksi | yèn lungguhan aja tabêri sandhingan ||
10. malihipun arikala sira muwus | ywa sira sêmbrana | gumuyu dèn sambi angling | angèmpêra pambêkane sri narendra ||
11. ratu iku yèn ngandika tan gumuyu | sêtya tuhwèng nala | sêtya bênêr tuhu êning | tan ngandika yèn tan bênêr ciptanira ||
12. yèn panuju garwanira lagi rêngu | ywa nimbangi sira | enggal ripunên ing ati | dipun manis yèn sira arsa angucap ||
13. angrêripu apa ingkang dadi rêngu | yèn saka ing sira | tan nêtêpi saking jangji | dèn agêdhe pangêlusmu marang garwa ||
14. dene lamun rêngune saking marumu | ywa ngrojongi sira | nacad garwa ingkang sisip | sira bae anjaluka pangapura ||
--- 18 ---
15. garwa luput dukanana ingkang samun | sira adukaa | anèng tilam nuju guling | sêpining wong aja na ingkang uninga ||
16. yèn panuju katêkan dutaning ratu | garwanira papat | kabèh karya dhahar sami | pan kinarya ngurmati utusan nata ||
17. malih wangsul goningsun arsa pitutur | mring èstri utama | ingkang among maru sami | papat pisan datan ingsun karya beda ||
18. èstri lamunJakrama iku diwayuh | pasthi amiliha | kakung rong prakara olih | ingkang ngèlmu kalawan ingkang wibawa ||
19. yèn winêngku ing laki êbèr kang ngèlmu | sira aniyata | manjing gêguru ing laki | lan dèn putus sampurnane ngèlmunira ||
20. aja ngetung wirangira dunya iku | kurang sandhang pangan | mung ngèlmu kang sira anggit | kang supaya apila wulanging priya ||
21. panganggomu dèn sabar trima ing kalbu | sira pan wus dadya | manjing sabat guru laki | ajirihira manjinga ing atinira ||
22. rèh sirèku ngawula marang ing kakung | aja kongsi sira | duraka marang ing laki | anjaluka pangadilan ingkang têrang ||
23. ngadilipun guna-kaya saking guru | tuwin ing giliran | rêmbugên ing maru sami | padha ana wong lima sapalungguhan ||
--- 19 ---
24. yèn sirèku wus tampa jangjining kakung | dèn eling ta sira | lan sira duwea jangji | kakungira aja laku kang dursila ||
25. paminipun angganjar garwa tan na wruh | marga gêng sih priya | pan iku kurang prayogi | kakungira prayoga dèn elingêna ||
26. yèn tampèku sira duraka ing maru | gurunira salah | pasthi datan tulus asih | suda jangji pasthi adilira kirang ||
27. gilir iku aja kurang limang dalu | yèn kongsi luwiha | tan mantêsi lulutnèki | lawas luwas anggêntèni kangênira ||
28. de kalamun akrama lawan wong agung | ingkang awibawa | sugih mas kalawan picis | rumasaa sira angrêksa kewala ||
29. lakintèku kang nguwati panggotamu | bayar manganira | anggarap sawah myang têgil | bayar mangan kang mêsthi saka ing sira ||
30. yèn sirèku kariya marang marumu | anggung nisthanira | upama sira sêsiwi | apa ingkang sira paringake putra ||
31. yèn anamtu saking paringaning kakung | pan masa galiha | amung sampenira ugi | kang pinikir wong lanang aja na tukar ||
32. yèn sirèku kariya marang marumu | lèhira upaya | rijêki kang anèng pêthi | pasthi cacad kalawan ing kakungira ||
--- 20 ---
33. ujaripun kakungira kang satuhu | jatine wanodya | gênthong wadhah bras upami | yèn borosa pawèstri datanpa guna ||
34. paminipun bumbung wadhah isi banyu | yèn ora nganggoa | êros buntêt kang sasisih | isènana banyu sumur pasthi ilang ||
35. yèn sirèku wanodya manggihi sunu | gawane kakungnya | kuwalon araning siwi | ing patrape ingsun pitutur ing sira ||
36. sihirèku ing lair têrus ing kalbu | ywa beda nakira | mungguh sandhang lawan bukti | kang supaya kakungira pracayaa ||
37. de asihmu kalangkung marang kang sunu | yèn sira paringa | marang kuwalon kang siwi | anyuwuna pêrmisi ing kakungira ||
38. lan dèn wêruh santana lawan kang biyung | supaya ing wuntat | yèn ana apês sawiji | iku mêsthi wong gêsang wêkasan pêjah ||
39. èstri jalu pan sami gadhangan lampus | wus tininggal pêjah | kabèh anakira iki | aja kongsi padha rêbutan warisan ||
40. wêkas ingsun mring wong lanang padha wayuh | lan èstri utama | ingkang among maru sami | jalu èstri yogya padha nglakonana ||
41. yèn sirèku tan nglakoni wulang insun[4] | luhung aja krama | arsa papat garwanèki | nora wurung bakal sira kawirangan ||
--- 21 ---
42. lan sirèku wus anjarag kinawayuh | yèn ora kaduga | luhung aja anglakoni | nora wurung kudhangdhangan wirangira ||
3. Dhandhanggula
1. wus kapungkur wulang laki-rabi | nuturakên pratingkah ngagêsang | mring wong anom-anom kabèh | basa wong anom iku | anganama polah kang bêcik | widigda kawidikdan[5] | jaya-wijayantuk | yèn wus ngaji kadigdayan | gêgulanga sira ngèlmu kang sajati | kang anèng jroning nala ||
2. raga iku tuladha sayêkti | yêktènana nèng sajroning nendra | pan ora pisah sipate | sipatira puniku | ing liyane ngarani guling | tur ta sajroning nendra | datan ngrasa turu | puniku basa turutan | iya iku têturunane wong mati | mati sajroning gêsang ||
3. iya iku asma kang sêjati | karantêne padha dèn èstokna | iku basa sabênêre | mila satêngahipun | para santri padha angaji | angajap-ajap swarga | swarga kang nèng luhur | angawur-awur kewala | ing wêkasan amangeran makdum sarpin | sabab tan wruh ing nyata ||
4. nadyan silih akèha kang santri | nora kêna kaki sira morna | ana bodho myang pintêre | yèn mungguh santri gundhul | liring gundhul iku gundhili | kang ala-ala ika | iku kang sun tutur | tan wruh sêjatining sastra | kang kaèsthi amung pakolèhe ngêmis | saking dahat damanya ||
5. pangrasane wong brêsih ing wèni | pan katona muklis ing wardaya | tur nora jujur tekade | rambut
--- 22 ---
dawa cinukur | pan kinarya pikating asil | antuka anênêdha | dènnya saba dhusun | lir priyayi panggrabagan | anisthakna lamun panèn ani-ani | yèn bakda adol donga ||
6. kang satêngah santri jlamprah kaki | larah-larah apindha satriya | ngandêlake maonahe | kabèh janma nalungsung | ting talungsung padha angabdi | dinalih yèn kusuma | mila kèh kang rawuh | tur ta wuwuh mundhak beya | ambayani têmahane dèn bronjongi | sinelong wêkasira ||
7. ana mênèh santri jlamprah kaki | nora kaprah dhugal dadi begal | katêragal sapolahe | ana kang olah dhadhu | kêplèk kècèk kêrtu madati | iku kang nyirnakêna | ing kasantrènipun | karane wêkas manira | atirua sira ing tingkah kang yogi | yèku wong kang ngulama ||
8. basa ngulama iku ngalami | angalami ujar bêcik ala | kang ala siningkirake | ingkang bêcik cinakup | amrih cukup têpunging ngèlmi | ngèlmu kang adu rasa | rêrasan kang antuk | antuka donya-akherat | nyamadana nalar trus yudanagari | rinêksa ing Hyang Suksma ||
9. kang pinasthi sasmita kang wadi | kang pinardi mung ngèlmu kang nyata | dèn nyatakkên kayêktène | dèn yêktèni satuhu | tuhu kêmbar lan rasa jati | jati-jatining ora | saking ananipun | Pangeran asipat ora | ing orane wit saking ngapura niti | pan maknane nakirah ||
--- 23 ---
10. napi nakirah lan napi jinis | iya iku jinising Pangeran | kang napi tansah isbate | dalil lawan madêlul | pan kinarya upama iki | Gusti lawan kawula | sarat lawan masrut | lir dhalang kalawan wayang | upamane kang muji lan kang pinuji | iku sira dèn pana ||
11. basa pana pan punika sidik | sidik bênêr bênêring panunggal | kang tunggal pinisahake | yèn wis wignya puniku | bisa ana lan ora iki | basa iki lan ika | iki ika iku | yèn sira kaki wis wignya | ujar iku pasthi martabatan wali | wali-wali cinipta ||
12. wali-wali gon ingsun marahi | lamun sira dadi santri jlamprah | dèn nêdya kaprah wong akèh | yèn dadi santri gundhul | dèn gumandhul gandhul gendholi | gendholi ujar nyata | nyata tan kaliru | angruruh rasaning surat | jroning surat kêrêtan kang bangsa pasthi | kang pasthi kita nuta ||
13. yèn wisira ngêrti bangsa pasthi | pasthi sira ginuron ing kathah | kathah kêthuh dadi brêsèh | barêsih dadi arum | rum rumawar sarkaranya di | adine kang sarengat | mupangati tuhu | tuhu yèn niyakaningrat | nabi rasul panutane wong sabumi | Ngarab Mêkah Madinah ||
14. tanah Ngarab kang dèn irib-irib | kang dèn irib mring wong tanah Jawa | amurih jawaban kabèh | kabèh kang samya makmum | kamakmumam sarengat nabi | iya jêng nabi duta | dutane Hyang Agung | kaluhurane [ka...]
--- 24 ---
[...luhurane] ngagêsang | sangkanana tawêkal agama suci | suci-sucining raga ||
15. sucinira ing raga puniki | dèn uninga wilanganing raga | kang manjing limang wêktune | wêktu luhur puniku | rêkangate kawan prêkawis | iya alis maripat- | ira kalihipun | dene kang darbèni ika | Nabi Brahim malaekate Jabrail | sakabate Bubakar ||
16. waktu ngasar ya kawan prakawis | osikipun ing grana lan karna | Jêng Nabi Yunus kang darbe | dene malekatipun | iya Malaekat Mikail | tuwin Bagendha Ngumar | sakabatirèku | dene waktu magrib ika | apan tigang rakangat kathahe singgih | cangkêm lan pupu karwa ||
17. Nabi Ngisa iku kang darbèni | Malaekat Ngijrail punika | Bagendha Li sakabate | waktu ngisa puniku | rakangate kawan prakawis | iku osiking asta | kêkalih lan suku | kang darbèni Nabi Musa | Malaekat Ngisrail ingkang darbèni | sabat Bagendha Ngusman ||
18. waktu subuh rêkangate kalih | ing osiking badan lawan nyawa | Jêng Nabi Adam kang darbe | sakabatipun Arun | marmanipun puniku kaki | ana waktu lêlima | duk ing purwanipun | kalane jêng nabi duta | ingandikan dhumatêng Hyang Maha Uci[6] | minggah marang ing swarga ||
19. sapraptane binagya Hyang Widhi | jarwanira sabdane Pangeran | sira bagea nèng kene | Mukhamad satêkamu | saking dunya marang ing swargi | apa lèh-olèhira |
--- 25 ---
kaki marang Ingsun | jêng nabi duta turira | attakhiyattul illahi Maha Suci | punika tur kawula ||
20. winangsulan sabdane Hyang Widhi | ya Mukhamad salamu aleka | jêng nabi gupuh sujude | ping lima dènnya sujud | Jabarail anulya angling | mring kangjêng nabi duta | tuwan nabi rasul | wus pinasthi ing Pangeran | umat tuwan limang waktu anglakoni | wau kalane tuwan ||
21. duk binagya ing Hyang Maha Sukci | gupuh tuwan asujud ping gangsal | punika tuwan mulane | benjing umat sadarum | dumugine ing dina akhir | sami anêtêpana | salat gangsal wêktu | nulya nabi sinuguhan | dhêdhaharan sawarnine ing swarga di | Jabarail gya ngatag ||
22. nêdha tuwan dhahara tumuli | pasihane Gusti Maha Mulya | jêng nabi adhahar age | sawusnya dhahar tuwuk | Jabarail angatag malih | nêdha tuwan têlasna | sêgahe Hyang Agung | kangjêng rasul angandika | sampun tuwuk kisanak gèn kula bukti | Jabarail gya mojar ||
23. wus pinasthi umat tuwan benjing | mung saduman ingkang manjing swarga | de kang kalih pandumane | manjing naraka besuk | wau tuwan kalane bukti | amung têlas saduman | iku purwanipun | jêng nabi gêpah angucap | pundi sanak kula têlasne ing riki | Jabarail anulak ||
24. botên kenging yèn awola-wali | wau tuwan inggih kula atag | jare wus tuwuk saure | nabi asru gêgêtun |
--- 26 ---
ngêmu waspa muwun ing galih | sarwi amênggèh-mênggah | tobat ing Hyang Agung | duk kalanira samana | waktu ngisa ngandikan marang ing swargi | subuh prapta ing wisma ||
25. iya iku riwayating tulis | apan têrus lan panjinging raga | sarta lan wêwilangane | lan malih wêkas ingsun | pamuwusan ing wong abêkti | ing takbiratul-ikhram | gurokna satuhu | lire tabiraktul-ikhram | lamun sira wus ngawruhi ujar iki | pindha wrêksa candhana ||
26. iya iku patêmon sayêkti | kang anêmbah iya kang sinêmbah | wus tan ana sulayane | ing paningal wus jumbuh | datan ana nama kêkalih | masa si mangkonoa | aja na kaliru | kawula maksih kawula | ingkang Gusti iya maksih nama Gusti | mulane gurokêna ||
27. sira iku padha sun tuturi | lamun sira arsa anggêgulang | ngèlmu têkan sajatine | sira awasna iku | ing têmbaga kalawan rukmi | yèn sira aranana | têmbaga puniku | apan kaworan kancana | kang utama rinacut dènnya ngarani | ingaranan suwasa ||
28. basa suwasa linaras malih | kuwasane kawula punika | kang angsal wênang Gustine | sasêdyanira tutug | nadyan silih kang para nabi | apan têpane ana | gusti kangjêng rasul | duk kala kasêsêr yuda | nulya mêsu ing tingal ingkang sajati | pra malaekat prapta ||
29. apan samya arupa prajurit | nunggang jaran sarwi sikêp pêdhang | mungsuh sirna larut kabèh | duk
--- 27 ---
aprang nèng gunung Kud | kangjêng nabi supe ing Gusti | kasoran ngungsi guwa | kagutuk ing watu | iku padha rasakêna | yèn têmbaga binêsut supaya rêsik | yèn janma mêsu raga ||
30. mila têmbaga binêsut kaki | pamrihipun aja kongsi nimbrah | dadya ilang rêrêgêde | yèn wis ilang puniku | kang têmbaga lumêbèng kowi | winor lawan kêncana | sarta gêni murub | yèn wus luluh kalihira | upamane pamore kawula-Gusti | iku dèn rasakêna ||
31. yèn tan wruha sasmita puniki | angur sira aja mangan sêga | anyêngguta sukêt bae | dadi wong kacèk buntut | lawan kewan sira puniki | lamun nora nyandhaka | sasmita wus mungup | ingkang maca kang miyarsa | yèn tan wruha sasmita sampun umingip | sasat wijiling kewan ||
4. Mijil
1. basa ati kewan angewani | angewani adoh | basa adoh iku bing kanane | bing kanane wong kang ambêg babi | yèn wus kaya babi | angombea uyuh ||
2. yèn wus ngombe uyuh pasthi nyungir | irunge anyanthom | yèn wus nyanthom karasa pêsinge | yèn angrungu wirayating tulis | pasthi lamun kalis | yèn wong kacèk buntut ||
3. kacèk buntut wong iku kang pasthi | buntut jroning batos | beda lawan wong lantip atine | basa lantip iku ngintip-intip | ngrungu ujar bêcik | rinicik rinacut ||
--- 28 ---
4. yèn wus ngracut sakathahe angling | kalingling ing batos | sakèh basa linaras pupute | beda lawan wong kang ambêg babi | ngrungu ujar bêcik | bêbêg jroning kalbu ||
5. kalbunira sinumpêl ing iblis | wêkasane bolos | mila bolos angleles atine | nelad basa basukining urip | mundhak wuwuh arip | mata kudu turu ||
6. yèn aturu jaludru sawêngi | sawêngi angorok | yèn anglilir tan ana sêbute | amung kêcap-kêcap angêcumil | pantês mangan krikil | wong mangkono iku ||
7. nora nêdya eling jroning ati | gulang karahayon | kang kaetung mung pêpanganane | wus kapungkur ingkang basa bêcik | amung kang karicik | kalikiking wadhuk ||
8. sabên esuk sêga wadhang ênting | yèn bêdhug dharodhog | dharêdhêgan kudu mangan bae | pêndhak ngasar nêsêr bukti malih | yèn mahrib sêsangkrib | sêga têlung tuwung ||
9. sore turu têngah wêngi tangi | angungkabi tenong | bêdhug têlu anglulu tangine | bangun enjing yèn sêga wus ênting | apan nuli eling | intip yun kinêruk ||
10. beda lawan wong kang nêdya bêcik | kalirik ing batos | ngatos-atos yèn wong urip kiye | wêkasane tumêka ing pati | mila ngati-ati | atine pinêsu ||
11. kang pinêsu wêkasaning ragi | rêragining batos | yèn wong iku akèh rêragine | datan kewran mapan pikir mintir | lumintir sumilir | silire lumintu ||
--- 29 ---
12. kêrantêne wêkas ingsun iki | jênênge wong anom | ingkang purun atilar ing rame | angarêpakên sira ngasêpi | ing tigang prakawis | nyawa dèn kawêngku ||
13. wijil tapa lan rêmbêsing ngèlmi | nyawa dèn kalakon | kaping tiga trahing danawarèh | wijil tapa wong nglarani ragi | rêmbês madu kaki | turbukaning[7] ngèlmu ||
14. wong kang antuk surasaning ngèlmi | sêmune katonton | têka beda sapolah tingkahe | ana wêdine maring Hyang Widhi | sêmune anglungit | anyêngkêr pamuwus ||
15. têgês madu trahing danawarih | iya ora pêdhot | panêmbahe marang ing adhêpe | saosike kabèh dadi puji | iya iku kaki | tarbukaning ngèlmu ||
16. bangêt-bangêt gon ingsun malêri | mring kang sami maos | apa sira wus wêruha kabèh | uwong anom-anom kang miyarsi | sinaua wasis | sêsêmon kang lêmbut ||
17. liring lêmbut ngrêbut basa wadi | wêwadining batos | saisine raga iku kabèh | apan kabèh sami dèn kawruhi | nadyan jroning osik | sawise katêmu ||
18. nuli napsu kang patang prakawis | winawas waspaos | astanane napsu dhewe-dhewe | aluamah amarah puniki | lan supiyah malih | mutmainahipun ||
19. tuhu iku rewangira kaki | benjing têkèng maot | kang sêtêngah wong iku kawruhe | ingkang tigang [ti...]
--- 30 ---
[...gang] prakara siningkir | maksih basa lair | durung wruh ing urus ||
20. beda lawan wong kang wêruh wisik | wisik kang sayêktos | yêkti iki pradandanan gêdhe | atakona wong kang ahlul arif | pasthi nora sisip | sapambatangipun ||
21. nadyan sira kaki masih urip | datan kêna adoh | aja cacak besuk akerate | mêngko bae kawruhana kaki | napsu siji-siji | kêkarêpanipun ||
22. nora beda lan karêping janmi | siji-sijining wong | sun tuturi sira ngibarate | pambêkane napsu siji-siji | lir ratu lan patih | jaksa lan pangulu ||
23. ratu iku tan arsa bênêri | yèn ana pêpadon | pan wis ana iku wêwakile | parentahe ginadhuhkên patih | pra tuwin kang adil | ki jaksa kang gadhuh ||
24. mungguh kukuming ratu puniki | pangulu kang gadhoh | sêsukêre praja sinrahake | yèn wus rujuk wong tigang prakawis | ratu kang ngidini | arja nagrinipun ||
25. yèn sulaya wong tigang prakawis | nagarane rusoh | lamun ora panggaha ratune | saya bangêt rusaking nagari | yèn ratu ngêkahi | sulayane rujuk ||
26. nora beda wong angrêksa jisim | yèn ati tan kukoh | pasthi rusak wong iku awake | yèn tan krêksa kang tigang prakawis | yèn bisa ngayomi | saking kèhing ayu ||
--- 31 ---
27. mutmainah astanane ngati | karane ponang wong | yèn kagingsir wong iku atine | tan sulaya bilaine prapti | sabab basa ati | utusan Hyang Agung ||
28. anèng ati mujarat sayêkti | kang parêk Hyang Manon | dene napsu supiyah dununge | anèng ati puat kang sayêkti | amarah puniki | ana ing pêpusuh ||
29. dene napsu luamah puniki | wadhuk dènnya manggon | yèn gothanga salah siji bae | masa ana jênêng insan kamil | yèn tan jangkêp kaki | ina aranipun ||
30. lamun durung padhang sira kaki | sun pajar sayêktos | aluamah cangkêm dêdalane | napsu amarah dalane kuping | supiyah kang margi | pan mripat puniku ||
31. mutmainah ing grana kang margi | yêktèkna ing batos | iya iku kaki lêlurunge | yèn kawula seba maring Gusti | pikirên pribadi | tan susah sun wuruk ||
32. pan wis sêdhêng gon sun anglèjêmi | mring kang sami maos | rêricike sun tuturi kabèh | pangracute pikirên pribadi | yèn sira tan uning | yakti tyas dhêdhêngkul ||
33. nanging ana kaolipun malih | lamun wong mêmaos | yêkti pilih kang padhang atine | lamun ora lan warah sayêkti | yèn wus olèh wisik | sabarang karungu ||
34. yêkti bisa wong iku ngrampidi | ing tyas wus waspaos | mung kariya rêrampene bae | karantêne wulang ingsun kaki | golèka sayêkti | guru kang linuhung ||
--- 32 ---
35. guru iku amung awèh uwit | undhaking pêpadon | sira dhewe ingkang ngundhakake | pêcahing basa gampang lan rêmpit | ya sira pribadi | panglarasanipun ||
36. pira bêtahe wong luru ngèlmi | tan pêgat têtakon | pasthi kaku atine gurune | yèn tan bisa nglarasa pribadi | karantêne kaki | ywa pêgat amêsu ||
37. mêsu ati lawan mêlèk bêngi | amrih tyas sumrowong | yèn wus padhang wong iku atine | samubarang ingkang dèn tingali | kacathêt ing galih | sakathahing wuwus ||
38. ngracut basa lan têpunging ngèlmi | sanitya kinaot | sakèh basa linaras pupuse | basa napi iku dèn maknani | rinujuk lan ngèlmi | panjing surupipun ||
39. yèn wus wignya mêthik basa Kawi | wignyanira wuwoh | iku nuli samantakna age | marang gurunira kang sayêkti | yêkti dèn isèni | sira marang guru ||
40. sarta lawan idining sudarmi | iya lanang wadon | kadi gluga sinusur sarine | sudarma sih guru angidini | iya iku kaki | hidayat satuhu ||
41. basa hidayat tuduhing Widhi | kang katampèn mring wong | sakèh basa cinathêtan kabèh | yèn kacathêt rêricik dèn anggit | gêrêgêt ginigit | tan wus jroning kalbu ||
42. iya iku hidayat sayêkti | yêkti yèn rinojong | mring Hyang Suksma apa sakarêpe | umanuta nabi wali mukmin | wignya nganggit ngèlmi | tan ana kang muruk ||
--- 33 ---
43. iya saking karsane pribadi | nganggit sakèh primbon | sarta nganggit kitab suluk kabèh | iku saking bawaning wong brangti | wong subrangtèng Widhi | widigdèng jro kalbu ||
44. yèn wus wikan sasmita kang lungit | tan kêna alamong | uworana sabisa-bisane | aja ngêpak wignyane sasami | nanging dèn upèksi | tunaning pamuwus ||
45. aja kêtara sêmune ngèksi | guyu sênêt adoh | yèn kawawas têmahan mangsane | kucêm ing tyas apan ta sirèki | dadya têmah cêngil | elik wêkasipun ||
46. yèn sira nèng ngarsa sarjana di | dèn bisa rumojong | sira wruha sakarsa-karsane | wignya nulis aja dadi carik | sira bisa maling | aja saba dalu ||
47. wiku rêsi amicara ngèlmi | ywa sulayèng takon | wor ing dhalang ywa muni santrine | saciptane tutên ywa ngewani | dadya sira iki | tan kontap jro kalbu ||
48. kayaparan rèhira dumadi | amung amangkono | datan liyan ing sangkanparane | ing durgama gyan duga mangèsthi | sumukirèng ati | iku dalanipun ||
49. dudu karsane dhewe kang tampi | lan sihe Hyang Manon | ing tumuwuh mapan darma bae | suka duka lara lawan pati | wus pinasthi-pasthi | takdire Hyang Agung ||
50. lawan sira ywa kawongan kucing | ywa mèmpêr sagawon | aja sira lir liman ambêge | aja kadi
--- 34 ---
lutung wanarèki | ywa mèmpêr trênggiling | lan si mamrih madu ||
5. Dhandhanggula
1. bêcik tuture Sèh Tekowardi | sabarange pan maksih satêngah | sumendhe ingkang agawe | nora kêparèng ngayun | tan atilar dugi prayogi | sabarang bêbênêran | tan atilar kukum | nêtêpi yudanêgara | tutur ingsun sadaya kang muni tulis | samya dèn kawruhana ||
2. wus lumrahe wong urip puniki | kudu luwih lan sasama-sama | nanging ana pêpancène | pinasthi mring Hyang Agung | ingkang dadi gêdhe lan cilik | kang sugih lan musakat | mapan takdiripun | kang wignya kalawan ora | nadyan silih gêgulanga kongsi bukti | yèn dhasar bodho bubrah ||
3. basa bubrah wêkasane mati | pae lawan kang pasthine wignya | pintêre non tinon bae | nanging tan tinggal wuruk | singa pintêr nuli dèn ungsi | tan etung basa wirang | dènnya pêksa luhung | nadyan dipun gêguyua | ing sinau marang sujanma linuwih | miwah kang budi tama ||
4. besuk pintêr dèn anggo pribadi | angluwihi lan sasama-sama | dadi sujana arane | ingkang pasthi balilu | yèn winulang ciptane isin | ginuyu ing akathah | dènnya tuna luput | bodhone sangsaya dadra | pangrasane awake pintêr pribadi | tan arsa dening warah ||
--- 35 ---
5. iya iku dadine kang janmi | duk alite dèn ugung ing yayah | katuwan nyusu biyunge | anak dadi balilu | bocah iku drêma nglakoni | balilu lan musakat | saking bapa biyung | pae lawan wong atuwa | marang anak tan arsa katuwan sapih | malah kapara kurang ||
6. watêkane yèn micara uwis | mapan lêpas pasanging graita | wêweka winêngku kabèh | budi ala lan ayu | wus wantune atimbang dhiri | marma kang paribasa | yèn wus dhasaripun | yèn ala masa bêcika | ingkang bêcik dèn kon ala nora kêni | mulih-mulih mring dhasar ||
7. yèn wong ala samubarang kardi | datan arsa malêlêng kewala | jêr atine lumuh kabèh | yêkti enak wong nganggur | awak abot tan bêtah ngêlih | nêdya turu kewala | talapukan suthup | yèn mangan tan arsa kurang | barang katon dèn mangsa tan idhêp isin | amrih dubure amba ||
8. basa dèn ajak salah ing budi | sukanipun kaya wong kondangan | ujar tan mêtu kringête | watêkipun alêngus | sumantana lawan kumaki | dèn ajak têtukaran | iku sukanipun | tan kadi janma utama | datan arsa ing wirang rêmên tabêri | sinau barang karya ||
9. datan pêgat dènnya asêsirih | barang pinangan niyat atapa | lawan ana pakolèhe | yêkti lamun ngalumpuk | yèn mêlèka kalawan bukti | mapan satugêl dina | ya pamalêsipun | kaluwihane Hyang Suksma | pan sadina anulya winalês malih | apan sadasa dina ||
--- 36 ---
10. ing kamurahanira Hyang Widhi | sing sapa cêgah turu lan mangan | pan lêlima pinanggihe | sinung tingal kang lêmbut | kang sinêdya agêlis prapti | kalis sakèhing beka | upama wong iku | yèn nora nglakoni wirya | anak putu ing têmbe iku nêmahi | tan kurang sandhang pangan ||
11. ingkang guna asarana sêkti | samya wiwit tabêri ing kina | dadya luhur darajate | dene yèn sampun punjul | kapintêran ing wong sasami | tumitah anèng dunya | kabèh wêkas ingsun | aja katungkul ing nala | barang karya elinga wêkasing pati | pratingkahing agêsang ||
12. aja lèrwèh sira maksih miskin | pangot lading kari anèng jaba | dipun angeman ilange | tan ana tunggalipun | nora ana ginarap wuri | barang kang sira pangan | sawatawisipun | nganggoa duga prayoga | sakadare pan sira tinitah miskin | aja sadaya-daya ||
13. lamun sira tinitah asugih | dèn wêruha kasugihanira | dèn kalal sarta jakate | sêdyanên dadi sangu | angulati ngèlmu sajati | sidhêkah aja pêgat | dana dèn lumintu | asung sandhang wong kawudan | asung pangan sakathahing pêkir miskin | sakèh janma kasihan ||
14. bandhanana wong kang sêtya miskin | kang utama mapan sawatara | apan rumêksa dadine | marang raganirèku | aja pêgat angolah puji | tulusira wibawa | ing pitutur ingsun | apuluh sira kumêda | marang dunya yèn akèha milalati | bandha anggawa nyawa ||
--- 37 ---
15. lamun sira tinitah priyayi | aja dhêmên sira saba desa | camah suda darajate | balik kang dèn amêngku | mring wong cilik dèn wutah bukti | prihên trêsna ambapa | pangucap dèn alus | sakathahe kancanira | pan ciptanên kadangira tunggil bibi | awèh raharjanira ||
16. lamun sira tinitaha kaki | pan kinarya jaksa amradata | dèn kadya traju èsthane | tajême timbangipun | pêpakême aja gumingsir | aja melik ing dunya | yèn tan bênêr iku | lan aja keguh ing srama | wong kang padu lir ulam anèng jro warih | kalêbu ing bêbara ||
17. êntasêna saka ing piranti | pincatana girahên lan toya | kumbahên sabarêsihe | ratêngana lan tutur | ragènana lawan pisaid | panggangên lan pariksa | godhogên lan urub | urubing nirna kumala | ina jaksa jêjênêng paliwarèki | yèn ora mangkonoa ||
18. jaksa jêjênêng paliwarèki | rumasaa yèn sinilih sabda | ênênging ratu adile | jaksa lir gêni murub | amadhangi ing wong sanagri | surêm ingkang nagara | yèn tan bênêr iku | yèn tan keguh ing sêmara | utamane kalamun kang jaksa êning | tan arsa ing rêruba ||
19. jaksa iku lamun amiranti | angrakita karananing janma | anyênyungah kang tan sarèh | elingan tan gumunggung | sapa sira kang kaya mami | upamane
--- 38 ---
singidan | anèng pang kang luhur | buktine godhong salêmbar | supradene[8] cêcukulan dèn rasani | angalap darbèking lyan ||
20. kèh bawane wong angalap asil | panyarikan alingan karopak | pucuking pangot rêmite | srati alingan angkus | ki kêmasan alingan api | sungging anijra warna | kaki tuwaburu | pan iku pakaryanira | upayanên wêwêlah kalayan jaring | ngrakit wijiling tindha ||
--- 39 ---
Têmbung-têmbung ingkang awis-awis kocap wontên ing paginêman ... Jarwanipun
janma : manungsa
jalu : lanang
luhung : luwih
ragane : badane
amiyarsa : krungu
wardaya : ati
kalingling : tansah diawasake
uninga : wêruh
sungil : angèl
sadarum : kabèh
carêm : awor
tumuwuh : urip
nglapa : ngêlih
kasidan : pati
kalbu : ati
raga : awak
ayu, rahayu : slamêt
wrêksa : kayu
tyasnya : atine
wignya : pintêr
ujar : omong
wiyose : wêtune
muwus : omong
kalbu : ati
gulanga : sinaua
sira : kowe
tumon : wêruh
kawuwus : diomongake, kacrita
kinarya : ginawe
--- 40 ---
Têmbung-têmbung ingkang awis-awis kocap wontên ing paginêman ... Jarwanipun
sangkrip : aling-aling
nala : ati
sujanma : uwong
pilih : arang, langka
wikana : ora wêruh
ngong, ingong : aku
ujar : omong, pitutur
ingsun : aku
ujar manis : omong kang nyênêngake
lamun : yèn
cêla : cacad
binerat : binuwang
priya : lanang
dudu : ora bênêr, salah
karantêne : mulane
sawuruking : sapiwulanging
dèn : di
wicara : omong
awèh kaya : awèh pangan
tumuwuh : urip
marga : dalan
lalis : mati
aja tungkul : aja pijêr
bêndu : nêpsu, duka
priya : lanang
durta : laku ala
kênya : wadon, prawan
linuhung : linuwih
ngupaya : nggolèk
--- 41 ---
Têmbung-têmbung ingkang awis-awis kocap wontên ing paginêman ... Jarwanipun
bukti : pangan
wurukên : wulangên
kalbu : ati
tyas : ati
muwus : omong, ngandika
wignya : pintêr
sunu : anak
popoyan : kandha
kalbu : ati
suka : bungah
ratri : bêngi
brawala : padu
agung : gêdhe
aywa : aja
wisma : omah
andulu : ndêlêng
karya : gawe
janmi : uwong
priya : lanang
juti : purun nyênyolong
kênya : wadon
kalbu : ati
manjing : lumêbu
kewala : dhewe, bae
rêngu : duka
ripunên : rih-rihên
rêngu : duka
sisip : luput, salah
tilam : pasareyan
--- 42 ---
Têmbung-têmbung ingkang awis-awis kocap wontên ing paginêman ... Jarwanipun
guling : turu
uninga : wêruh
duta : utusan
datan : ora
karya : gawe
wibawa : kajèn kèringan
Nata : Ratu
kalbu : ati
dadya : dadi
manjing : lumêbu
dursila : panggawe ala
agung : gêdhe
siwi : anak
sirèku : kowe
wanodya : wadon
sunu : anak
ingsun : aku
bukti : pangan
wuntat : mburi
jalu : lanang
wuntat : mburi
ujar : omong
lampus : mati
widagda : pintêr
jayakawijayan : kasêktèn
anggugulang : sinau
nala : ati
nendra : turu
guling : turu
--- 43 ---
Têmbung-têmbung ingkang awis-awis kocap wontên ing paginêman ... Jarwanipun
asma : jênêng
luhur : dhuwur
dama : bodho
wèni : rambut
wardaya : ati
lir : kaya
nyirnakêna : ngilangêna
yudanagari : pranataning nagara
sasmita : wangsit
kinarya : ginawe
pana : awas
wignya : pintêr
ujar : omong
angruruh : nggolèk
kêthuh : rêgêd
sarkara : kêmbang
raga : badan
uninga : wêruh
grana : irung
karna : kuping
darbe : duwe
karwa : kiwa
ndarbèni : nduwèni
lawan : karo
purwanipun : wiwitane
sapraptane : satêkane
binagya : dibagèkake
sabdane : ngandikane
gupuh : enggal-enggal
dènnya : anggone
--- 44 ---
Têmbung-têmbung ingkang awis-awis kocap wontên ing paginêman ... Jarwanipun
angling : ngandika
sadarum : kabèh
akhir : wêkasan, pungkasan
ngatag : akon
pasihane : paringane
mojar : omong
gupuh : enggal-enggal
bukti : mangan
asru : bangêt
waspa : luh
muwun : nangis
prapta : têka, têkan
wisma : omah
pamuwusan : donga-donga
pindha : kaya
wrêksa cêndhana : kayu cêndhana
tan, datan : ora
sun, ingsun : aku
rukmi, kancana : mas
wênang : kêna
mêsu tingal : ngêningake
samya : sami
sarwi : sarta
sikêp pêdhang : ngasta pêdhang
kagutuk : kabalang
anyêngguta : mangana
wirayating tulis : unining tulis
angling : muni
pupuse : wose
kalbu : ati
--- 45 ---
Têmbung-têmbung ingkang awis-awis kocap wontên ing paginêman ... Jarwanipun
nelad : niru
basuki : slamêt
nggulang : sinau
ênting : êntèk
bukti : mangan
ragi, raga : badan
karantêne : mulane
wijil tapa lan rêmbêsing madu : turuning wong tapa trahing satriya
trahing danawarèh (warih) : trahing wong dhêmên wêwèwèh
nglarani ragi : nglarani awak (tirakat)
katonton : katon
wasis : pintêr
astanane : padunungane
lulurunge : dadalane
pajar : pitutur padhang
grana : irung
pribadi : dhewe
wuruk : wulang
anglèjêmi : nyasmitani
uning : wêruh, ngêrti
tyas : ati
dhêdhêngkul : atine kêthul
pilih : arang
ngrampidi : mekani, nalêsihake
rarampène : ubarampene
pilih : langka
wisik : ngêrti mêtu saka atine dhewe
--- 46 ---
Têmbung-têmbung ingkang awis-awis kocap wontên ing paginêman ... Jarwanipun
tyas : ati
undhaking papadon : undhaking panyurasane atine dhewe
guru kang linuhung : landhêping atine dhewe
awèh uwit : awèh pokoke
pêcahing basa : yèn wis padhang atine
ywa pêgat amêsu : tansah mindêng dirasakake
sanitya kinaot : pinunjul
pupuse : khake, wose
sudarmi : bapa
kalbu : ati
tan ana : ora ana
wong branti : wong kasêngsêm
widagdèng, widagda : pintêr
wikan : wêruh
lungit : gawat
alamong : bingung
ngêpak : ngina
upêksi : wêruh
tunaning pamuwus : salahing omongan
ngèksi : ndêlêng
kêparêng ngayun : kapara ngarêp
pae : beda
lawan : karo
non-tinon : ngrungu wêruh
luhung : luwih
janma : wong
miwah : lan
--- 47 ---
Têmbung-têmbung ingkang awis-awis kocap wontên ing paginêman ... Jarwanipun
pribadi : dhewe
pae : beda
kardi : gawe
kewala : bae
dèn mangsa : dipangan
barang karya : samubarang pagaweyan
datan pêgat : tansah lumintu
asisirik : ngungurangi
sinung, kasinungan : kaparingan
guna : pintêr
nala : ati
barang karya : sakabèhe kang ditindakake
lèrwèh : ora gêmi, gêmampang
wuri : mburi
sadaya-daya : sakarêp-karêp
angulati : anggolèki
aja pêgat : tansah
asung : wèwèh
janma kasihan : wong kang kurang sandhang-pangan
wibawa : sugih singgih
wutah bukti : loma wèwèh
srama : pangan
lir : kaya
warih : banyu
tutur : piwulang