Minggu

Membaca tanda-tanda kematian

Setiap manusia yang dilahirkan didunia ini, cepat atau lambat pasti akan mengalami suatu proses berpisahnya ruh dengan jasad. Dalam bahasa agama, proses tersebut dinamakan proses kematian. Sedangkan dalam bahasa kaum sufi, proses terbut diistilahkan dengan nama “kebangkitan ruh dari jasad”. Mayoritas umat Islam di Indonesia sering menamakan peristiwa kematian tersebut dengan istilah “meninggal dunia”, dimana seorang yang meninggal dunia akan meninggalkan segala apa yang dimilikinya, baik istrinya, suaminya, anaknya, orang tuanya, kekasihnya, pekerjaannya, jabatannya, hartanya, maupun keinginan dan cita-citanya serta rencana-rencananya dimasa depan. Dalam ajaran Islam, proses terjadinya kematian ini juga dikategorikan sebagai kiyamat kecil atau Qiyamat Sugro.

Kapan terjadinya dan bagaimana terjadinya proses kematian tersebut, hanya Allah-lah yang mengetahui rahasianya, sesuai dengan firman-Nya dalam Al Qur’an :

Manusia bertanya kepadamu kapan terjadinya hari Kebangkitan (ruh dari jasad), katakanlah :


Sesungguhnya pengetahuan tentang hari Kebangkitan (ruh dari jasad) itu hanya disisi Allah. Dan tahukah kamu, boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya”. (QS Al Ahzab 33 : 63)


Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok[1187]. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
(QS Luqman 31 : 34)
1


Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS An Nahl 16 : 70)

Berdasarkan ayat tersebut sangat terlihat jelas bahwa pengetahuan tentang kapan terjadinya hari kebangkitan ruh dari jasad seseorang (Qiyamat Sugro) hanya Allah sajalah yang mengetahuinya. Oleh sebab itu sebagai seorang muslim diwajibkan untuk mempersiapkan diri baik lahir maupun batin untuk menghadapi dan menyikapi proses kematian tersebut dengan arif dan bijaksana, bahkan Allah telah menganjurkan agar kita selalu berdoa supaya mendapatkan mati yang baik (husnul khotimah) :


Dan katakanlah : “Ya, Tuhanku, masukkanlah (ruhku ke dalam jasadku) secara benar, dan keluarkanlah aku (ruhku dari jasadku) secara benar dan berikanlah kapadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong”. (QS Al Isra’ 17 : 80)

Dalam Al Qur’an, Allah juga menjelaskan bahwa orang-orang yang beriman (yang sudah ma’rifatullah) akan diberitahukan tanda-tanda datangnya kematian yang akan menimpa dirinya bahkan tanda-tanda kematian itu sebenarnya dapat juga dibaca oleh saudara-saudara seimannya.


Diwajibkan atas kamu apabila seorang diantara kamu kedatangan (melihat atau membaca) tanda-tanda kematian maka berwasiatlah kepada bapak, ibu dan saudara-saudara dekatnya, jika ia meninggalkan harta atau peninggalan yang banyak. Ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa”. (QS Al Baqarah 180)2

Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Al Baqarah 2 : 240)

Dalam sebuah hadits, juga telah diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Saw telah mengetahui tanda-tanda kematian yang akan menimpa diri beliau sehingga beliau berwasiat kepada umat Islam tetapi sayangnya wasiat tersebut gagal untuk dicatat oleh sahabat.

Dari Abi Sa’id Al Khudri , katanya: “ Rasulullah Saw, berkhutbah : “ Sesungguhnya Allah Swt menyuruh pilih kepada hamba-Nya antara dunia dan akhirat. Maka dipilihnya akhirat. Lalu Abu Bakar menangis. Aku berkata pada diriku sendiri, “Kenapa orang tua ini menangis , jika Allah Swt menyuruh pilih kepada salah seorang hamba-Nya antara dunia dan akhirat, lalu dipilih akhirat. Padahal yang dimaksud dengan hamba Allah itu adalah Rasulullah Saw sendiri. Sedangkan Abu Bakar adalah orang yang lebih tahu di antara kami. Sabda Rasulullah Saw : “Hai, Abu Bakar! Jangan menangis! Sesungguhnya orang yang paling dekat kepadaku persahabatan dan hartanya adalah Abu Bakar. Andai aku boleh memilih teman di antara umatku, maka akan kupilih Abu Bakar. Tetapi persaudaran dan kecintaan dalam Islam cukup memadai. Tidak satupun pintu didalam masjid yang terbuka, melainkan semuanya tertutup, kecuali pintu Abu Bakar”. (HR Bukhari)

Ibnu Abbas berkata : “Ketika nabi bertambah keras sakitnya, beliau berkata : Bawalah kemari kertas supaya kamu dapat menuliskan sesuatu agar kamu tidak lupa nanti”. Kata Umar bin Khathab : “Sakit Nabi bertambah keras. Kita telah mempunyai Kitabullah, cukuplah itu!”. Para sahabat yang hadir ketika itu berselisih pendapat dan menyebabkan terjadinya suara gaduh. Berkata Nabi : “Saya harap anda semua pergi! Tidak pantas anda bertengkar di dekatku”. Ibnu Abbas lalu keluar dan berkata : Alangkah malangnya, terhalang mencatat sesuatu dari Rasulullah”. (HR Bukhari)3


Dari hadits tersebut, terlihat bahwa sebelum Nabi Muhammad Saw wafat, beliau sudah dibertahu oleh Allah kapan beliau akan meninggalkan dunia, bahkan beliau masih diberi kesempatan oleh Allah untuk memilih apakah tetap hidup didunia atau kembali kepada Allah, dan beliau memilih untuk kembali kepada Allah dengan meninggalkan dunia dengan segala isinya. Kemudian beliau juga hendak membacakan wasiatnya kepada umat Islam yang akan ditinggalkannya, akan tetapi pembacaan wasiat beliau tersebut tidak jadi dilaksanakan. Padahal isi wasiat tersebut sangat penting sekali, yang berkaitan dengan masalah suksesi kepemimpinan jika beliau meninggal dunia. Akibat dari gagalnya pembacaan wasiat tersebut akhirnya umat Islam terpecah belah dalam memperebutkan jabatan Khalifah sehingga menyebabkan tiga Khalifah terbunuh dalam perebutan jabatan tersebut. Hal ini sudah diprediksi oleh Nabi Muhammad Saw :

Syaqiq bercerita, katanya : “Aku mendengar Hudzaifah berkata, pada suatu hari ketika kami duduk dekat Umar. Dia berkata : “Siapakah di antara anda semua yang masih ingat sabda Rasulullah Saw tentang fitnah ?”. Jawabku : “Aku! Aku masih ingat, tepat sebagaimana yang beliau sabdakan”. Kata Umar : “Anda tidak sangsi? Betulkah itu?”. Jawabku : “Fitnah (kesalahan) seorang laki-laki dalam keluarganya, hartanya, anaknya dan tetangganya dihapuskan oleh shalat, puasa sedekah dan oleh amar ma’ruf serta nahi mungkar”. Kata Umar : “Bukan itu yang aku maksudkan. Tetapi fitnah yang menggelombang seperti gelombang laut”. Jawab Hudzaifah : “Ya, Amirul Mu’mini ! Anda tidak usah gelisah mengenai hal itu. Karena antara anda dan fitnah itu ada pintu yang terkunci rapat”. Kata Umar : “Apakah pintu itu dipecah atau dibuka orang?”. Jawab Hudzaifah : “Akan pecah”. Kata Umar : “Kalau sudah pecah, tentu tak dapat dikunci lagi untuk selama-lamanya”. Kami (Syaqiq dkk) bertanya kepada Hudzaifah : “Apakah Umar tahu pintu itu?”. Jawab Hudzaifah : “Ya, dia tahu sebagaimana dia tahu bahwa malam ini terjadi sebelum besok pagi. Dan aku telah menceritakan kepadanyta hadits yang tidak mengandung kesalahan”. Kata Syaqiq : Kami takut akan bertanya lagi kepada Hudzaifah perihal pintu itu, maka kami suruh Masruq bertanya. Jawab Hudzaifah : “Pintu itu adalah Umar sendiri”. (HR Bukhari)

Disinilah pentingnya sebuah wasiat yang harus diwasiatkan oleh orang yang telah melihat datangnya tanda-tanda kematian dirinya, kepada keluarga yang akan ditinggalkannya. Terbacanya tanda-tanda kematian tergantung dari tingkat keimanan seseorang kepada Allah Swt. Semakin tinggi tingkat keimanan seseorang kepada Allah Swt, maka semakin jelas tanda-tanda kematian itu terbaca olehnya. Tetapi sebaliknya, semakin rendah tingkat keimanan seseorang kepada Allah Swt maka semakin tidak jelas bahkan bisa jadi tidak terbaca tanda-tanda kematian yang akan datang kepadanya. Oleh sebab itu kita sebagai orang yang telah beriman diwajibkan untuk memlihara tingkat keimanan kita, agar terus berevolusi mencapai tingkat yang tak terbatas, dengan cara :4

1. Membaca ayat-ayat ketuhanan, baik dalam Al Qur’an dan Hadits maupun yang terdapat dalam buku-buku agama.
2. Berdiskusi dengan saudara-saudara seiman, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
3. Banyak berkunjung ke Baitullah untuk bertemu dengan Allah.

Apabila tiga cara tersebut dilaksanakan dengan baik Insya Allah tanda-tanda datangnya kematian pada diri kita, dapat dibaca atau dilihat dengan jelas satu tahun sebelum kita meninggal dunia. Bahkan proses kematian yang akan dialami oleh seorang yang sudah ma’rifatullah dapat ditangguhkan atau ditunda beberapa tahun tergantung dari keinginan orang tersebut yang tentunya hal tersebut terkait dengan ijin Allah Swt, kekuatan jasad dan kesucian ruhani serta bantuan doa dari saudara-saudara seimannya.

Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan ijin Allah sebagai ketetapan yang tertentu waktunya. Barang siapa yang menghendaki kebahagiaan dunia niscaya Kami berikan kepadanya. Dan barang siapa menghendaki kebahagiaan Akhirat, niscaya Kami berikan kepadanya. Dan Kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur”. (QS Ali Imran 3 : 145)

Allah memang tidak menjelaskan secara terperinci tentang tanda-tanda datangnya proses kematian serta bagaimana rasa dan pengalaman disaat datangnya kematian. Tetapi para ahli ma’rifatullah telah menyusun berbagai buku dan keterangan yang berkaitan dengan hal tersebut. Dan penyusunan buku-buku dan keterangan tentang tanda-tanda kematian dan pengalaman mati, tentunya berdasarkan kepada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw serta renungan Ilham dan petunjuk dari Allah Swt.

Kyai Ageng Usman Efendi Nitiprayitna DW, adalah pewaris ilmu Tasawuf generasi ke sembilan dari Sunan Kudus. Beliau adalah salah satu Ulama Tasawuf yang berhasil menyusun tanda-tanda kematian yang bisa diketahui satu tahun sebelum seseorang meninggal dunia.

Berikut tanda-tanda kematian yang dapat dikenali satu tahun sebelum berpisahnya Roh dan Jasad (Qiamat Sugro) :

1. 12 Bulan sebelum kematian menjemput, akan mendengar suara-suara aneh yang belum pernah didengar dan suara tersebut lain dengan suara yang ada didunia.

2. 9 Bulan sebelum kematian menjemput, tiba-tiba melihat sinar matahari bersinar hitam.5
3. 6 Bulan sebelum kematian menjemput, tiba-tiba melihat air berwarna merah (kemerah-merahan). Sedangkan apai tampaknya berwarna hitam.

4. 100 Hari sebelum kematian menjemput, sekonyong-konyong di depan mata tampak seperti terbentang laut yang luas, dimana seolah-olah ada sesuatu yang berwarna putih terlentang, sehingga kelihatan mayat dipocong-pocong dan dibungkus.

5. 80 Hari sebelum kematian menjemput, apabial menopang tangan di atas kening sendiri lengan tangan dihadapana, ia tidak akan melihat lengan tangannya.

6. 70 Hari sebelum kematian menjemput, tidak dapat menggerakkan jari manisnya dengan leluasa sebagaimana mestinya.

7. 60 Hari sebelum kematian menjemput, tiba-tiba akan melihat bahwa matahari tampaknya seolah-olah kaca cermin yang didalamnya terdapat bayangan diri pribadi sendiri berupa wajahnya sendiri.

8. 50 Hari sebelum kematian menjemput, tiba-tiba melihat sejenis cahaya luar biasa indah gemilang, tetapi sekejap menghilang.

9. 40 Hari sebelum kematian menjemput, kuping akan berdengung terus menerus.

10. 30 Hari sebelum kematian menjemput, perasaan kadang-kadang kosong dan hampir tidak ingat apa-apa.

11. 20 Hari sebelum kematian menjemput, dimata seperti ada yang bergerak terus menerus.

12. 7 Hari sebelum kematian menjemput, langit-langit mulut apabila dijilat dengan ujung lidah tidak terasa geli.

13. 3 Hari sebelum kematian menjemput, mendengar suara gaduh dan kadang-kadang mendengar suara tangis bayi yang baru lahir.

14. 24 Jam sebelum kematian menjemput, nafas yang keluar dari hidung terasa sangat dingin, sedang lidah terasa panas. Hidung menjadi kuncup. Denyut yang ada pada kedua kaki semakin hilang dan denyut bagian dada bergetar hebat.

15. 3 Jam sebelum kematian menjemput, jalan nafas mulai berkurang, karena sebagian nafasnya mulai berkumpul dengan suatu angan-angan untuk dibawa pulang oleh Nur Muhammad ke hadirat Ilahi Rabbi.6
Imam Ghazali rahimahullah diriwayatkan memperoleh tanda-tanda ini sehingga beliau menyiapkan dirinya untuk menghadapi datangnya kematian. Beliau menyiapkan dirinya dengan mandi dan berwuduk serta mengkafani tubuhnya, kecuali bagian kepalanya. Kemudian Imam Ghozali meminta kakaknya yaitu Imam Ahmad Ibnu Hambal untuk meneruskan mengkafani kepala beliau. Beliau wafat ketika Imam Ahmad bersedia untuk mengkafani bahagian mukanya.



Wahai Jiwa yang tenang

Kembalilah kepada Tuhanmu

dengan ridho dan diridhoi

Masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku

Dan masuklah ke dalam Nurul Jannah-Ku

(QS Al Fajr 89 : 27-30)

9 Jenis Roh Manusia

Menurut ilmu batin pada diri manusia terdapat sembilan jenis Roh. Masing-masing roh mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Ke sembilan macam roh yang ada pada manusia itu adalah sebagai berikut :

1. Roh Idofi (Roh Ilofi) : adalah roh yang sangat utama bagi manusia. Roh Idofi juga disebut ”JOHAR AWAL SUCI”, karena roh inilah maka manusia dapat hidup. Bila roh tersebut keluar dari raga, maka manusia yang bersangkutan akan mati. Roh ini sering disebut ”NYAWA”. Roh Idofi merupakan sumber dari roh-roh lainnya pun akan turut serta. Tetapi sebaliknya kalau salah satu roh yang keluar dari raga, maka roh Idofi tetap akan tinggal didalam jasad. Dan manusia itu tetap hidup. Bagi mereka yang sudah sampai pada irodat allah atau kebatinan tinggi, tentu akan bisa menjumpai roh ini dengan penglihatannya. Dan ujudnya mirip diri sendiri, baik rupa maupun suara serta segala sesuatunya. Bagai berdiri di depan cermin. Meskipun roh-roh yang lain juga demikian, tetapi kita dapat membedakannya dengan roh yang satu ini. Alamnya roh idofi berupa nur terang benderang dan rasanya sejuk tenteram (bukan dingin). Tentu saja kita dapat menjumpainya bila sudah mencapai tingkat “INSAN KAMIL”.

2. Roh Rabani : Roh yang dikuasai dan diperintah oleh roh idofi. Alamnya roh ini ada dalam cahaya kuning diam tak bergerak. Bila kita berhasil menjumpainya maka kita tak mempunyai kehendak apa-apa. Hatipun terasa tenteram. Tubuh tak merasakan apa-apa.

3. Roh Rohani : Roh inipun juga dikuasai oleh roh idofi. Karena adanya roh Rohani ini, maka manusia memiliki kehendak dua rupa. Kadang-kadang suka sesuatu, tetapi di lain waktu ia tak menyukainya. Roh ini mempengaruhi perbuatan baik dan perbuatan buruk. Roh inilah yang menepati pada 4 jenis nafsu, yaitu :

• Nafsu Luwamah (aluamah)
• Nafsu Amarah
• Nafsu Supiyah
• Nafsu Mulamah (Mutmainah).

Kalau manusia ditinggalkan oleh roh rohani ini, maka manusia itu tidak mempunyai nafsu lagi, sebab semua nafsu manusia itu roh rohani yang mengendalikannya. Maka, kalau manusia sudah bisa mengendalikan roh rohani ini dengan baik, ia akan hidup dalam kemuliaan. Roh rohani ini sifatnya selalu mengikuti penglihatan yang melihat. Dimana pandangan kita tempatkan, disitu roh rohani berada. Sebelum kita dapat menjumpainya, terlebih dulu kita akan melihat bermacam-macam cahaya bagai kunang-kunang. Setelah cahaya-cahaya ini menghilang, barulah muncul roh rohani itu.

4. Roh Nurani : Roh ini dibawah pengaruh roh-roh Idofi. Roh Nurani ini mempunyai pembawa sifat terang. Karena adanya roh ini menjadikan manusia yang bersangkutan jadi terang hatinya. Kalau Roh Nurani meninggalkan tubuh maka orang tersebut hatinya menjaid gelap dan gelap pikirannya.
Roh Nurani ini hanya menguasai nafsu Mutmainah saja. Maka bila manusia ditunggui Roh Nurani maka nafsu Mutmainahnya akan menonjol, mengalahkan nafsu-nafsu lainnya.
Hati orang itu jadi tenteram, perilakunya pun baik dan terpuji. Air mukanya bercahaya, tidak banyak bicara, tidak ragu-ragu dalam menghadapi segala sesuatu, tidak protes bila ditimpa kesusahan. Suka, sedih, bahagia dan menderita dipandang sama.

5. Roh Kudus (Roh Suci) : Roh yang di bawah kekuasaan Roh Idofi juga. Roh ini mempengaruhi orang yang bersangkutan mau memberi pertolongan kepada sesama manusia, mempengaruhi berbuat kebajikan dan mempengaruhi berbuat ibadah sesuai dengan kepercayaan yang dianutnya.

6. Roh Rahmani : Roh dibawah kekuasaan roh idofi pula. Roh ini juga disebut Roh Pemurah. Karena diambil dari kata ”Rahman” yang artinya pemurah. Roh ini mempengaruhi manusia bersifat sosial, suka memberi.

7. Roh Jasmani : Roh yang juga di bawah kekuasaan Roh Idofi. Roh ini menguasai seluruh darah dan urat syaraf manusia. Karena adanya roh jasmani ini maka manusia dapat merasakan adanya rasa sakit, lesu, lelah, segar dan lain-lainnya. Bila Roh ini keluar dari tubuh, maka ditusuk jarumpun tubuh tidak terasa sakit. Kalau kita berhasil menjumpainya, maka ujudnya akan sama dengan kita, hanya berwarna merah.
Roh jasmani ini menguasai nafsu amarah dan nafsu hewani. Nafsu hewani ini memiliki sifat dan kegemaran seperti binatang, misalnya: malas, suka setubuh, serakah, mau menang sendiri dan lain sebagainya.

8. Roh Nabati : ialah roh yang mengendalikan perkembangan dan pertumbuhan badan. Roh ini juga di bawah kekuasaan Roh Idofi.

9. Roh Rewani : ialah roh yang menjaga raga kita. Bila Roh Rewani keluar dari tubuh maka orang yang bersangkutan akan tidur. Bila masuk ke tubuh orang akan terjaga. Bila orang tidur bermimpi dengan arwah seseorang, maka roh rewani dari orang bermimpi itulah yang menjumpainya. Jadi mimpi itu hasil kerja roh rewani yang mengendalikan otak manusia. Roh Rewani ini juga di bawah kekuasaan Roh Idofi. Jadi kepergian Roh Rewani dan kehadirannya kembali diatur oleh Roh Idofi. Demikian juga roh-roh lainnya dalam tubuh, sangat dekat hubungannya dengan Roh Idofi

HakekatT sholawat dan salam atas Nabi Muhamad SAW

Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Malaikatnya bersholawat atas Nabi; hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah untuk Nabi dan ucapkan s a l a m dengan penghormatan kepadanya”.(QS Al-Ahzab 33:56)

Berdasarkan fiman Allah seperti tersebut diatas, kita sebagai umat Islam diperintahkan untuk bersholawat kepada Nabi Muhammad SAW. Pada saat ini kita mengenal beberapa jenis kalimat sholawat yang dibuat oleh para Ulama, sesuai dengan keyakinan dan ajaran alirannya masing-masing, diantaranya adalah sebagai berikut :

Semoga Allah memberi sholawat atas Nabi kita, “Muhammad” dan atas “Keluarga” serta Sahabat-sahabatnya”.

Dan berikanlah rahmat Allah dan salam Allah atas Nabinya “Muhammad” dan atas keluarganya dan sahabatnya”.

Ya Allah” berilah rahmat dan sejahtera atas penghulu Nabi kami Muhammad Rosulullah”.

Dalam dunia kaum Ma’rifatullah, terdapat sebuah hadits yang cukup terkenal, yaitu :

Dia (Allah) berada dalam qolbu hambanya yang beriman”. (Al Hadits)

Qolbu yang tersebut dalam hadits Nabi di atas oleh kaum Ma’rifatullah dinamakan :
Mahligai–Nya Allah
Keraton-Nya Allah
Istana-Nya Allah
Masjid-Nya Allah
Rumah-Nya Allah

Qolbu” itu disebut juga “Induknya Rasa” dan juga disebut “Babuning Roh atau Rohul Qudus atau Hu”.

Induknya Rasa atau “Rasanya Allah“ sama dengan Rasa Hakekat Muhammad. Sedangkan Babuning Roh itu sama dengan “Hakekat Muhammad” juga. Jadi “Rasa Allah” (Rosulullah) adalah Hakekat Muhammad yaitu “Hakekat Rosul Allah”.

jadi kesimpulannya adalah bahwa Qolbu itu adalah “Muhammad” sebagai makhluk pertama yang Allah ciptakan dari Diri-Nya sendiri atau disebut juga dengan “Sifatullah” atau “Nurullah” atau Jauhar Awal (Cahaya Pertama) atau Hu, yaitu “Hakekat Muhammad”.

Bermula manusia (Muhammad) itu rahasia-Ku dan Aku adalah rahasianya dan rahasia-Ku adalah sifat-Ku dan sifat-Ku tidak lain adalah Aku. ( Hadits Qudsi )
Aku (muhammad) berasal dari Allah dan Alam ini bersal dari Aku (Muhammad). ( Hadits Qudsi )

Telah datang akan kamu dari pada Allah itu “NUR”. (yaitu Nabi kita Muhammad SAW). (QS An-Nisa 4:174)

“…………. Dan dia (Hu) bersama kamu dimana saja kamu berada” (atau jikasudah menjadi insan yang suci, Dia selalu bersamamu). (QS Al-Mujadilah 58 : 7)

“…………. Kami lebih dekat denganmu, dibanding leher dan urat lehermu”. (QS Qaf 50:16)

TUJUAN BERSHOLAWAT.

Tujuan bersholawat dan mengucapkan salam atas Nabi Muhammad SAW, atas keluarganya, serta sahabat-sahabatnya, terbagi atas 2 (dua) pendapat yang dapat diartikan secara Syariat dan secara Hakikat yaitu :
1. Secara Syariat.
Umat Islam bersholawat dan mengucapkan salam atas Nabi Muhammad SAW, keluarganya dan atas sahabat-sahabatnya, secara terperinci ditujukan kepada:
a. Rosul dan Nabi Muhammad bin Abdulah yaitu insan yang dibersihkan dan disucikan oleh Allah SWT. Dan diangkat sebagai Nabi dan Rosul terakhir yang sekarang sudah tidak ada lagi (wafat).
b. Keluarga Muhammad SAW yaitu : “Anak–istri-Ibu-Bapak-saudara dan famili yang terdekat. ( Mungkin juga termasuk pamannya yang bernama Abu Jahal yang selalu menjadi rintangan tugas Nabi ).
Kesemuanya itu sudah tidak ada lagi (wafat).
c. Para sahabat-sahabatnya yaitu yang diamksud : Abubakar r.a. – Umar – Usman r.a ‘Ali r.a. dsb. Ini pun keseluruhanya sudah tidak ada lagi. (wafat)

2. Secara Hakekat.
Umat Islam yang sudah menguasai ilmu syariat, Hakikat, Tarekat dan Ma’rifat juga bersholawat dan mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi mereka bersholawat bukan ditujukan kepada Nabi Muhammad bin Abdullah, juga tidak ditujukan kepada para keluarga dan para sahabat Nabi, tapi ditujukan khusus kepada:

“Nabi Muhammad selaku Hakekat Rosul Allah, sebagai makhluk yang pertama kali diciptakan, makhluk yang tercinta dan termulia sesudah Allah, sebagai Rosul awal dan akhir yang diberi rahmat untuk semesta alam. (Ini pun tergantung sampai dimana tingkatan ilmu dan terbukanya hijab yang pernah dianugrahi Allah kepada hamba-hamba-Nya).

“ Muhammad itu bukanlah bapak dari salah seorang diantara kamu, tetapi ia adalah utusan Allah dan penghabisan semua Nabi”.(QS Al-Ahzab 33:40)

“Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya ditengah-tengah kamu ada Rasul Allah “. ( QS Al Hujurot 49 :7 )

“ Orang-orang yang telah Kami beri Al Kitab ( Kitab Yang Bercahaya ), mengenalnya ( Nur Muhammad ) seperti mengenal anak-anak meereka sendiri dan sesungguhnya segolongan diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahuinya “. ( QS Al Baqoroh 2 : 146 ) lihat juga QS Al An’am 6 : 20.

“Tugas Ku selesai setelah kiamat” (Hadits)

Disamping ditujukan khusus kepada Hakekat Muhammad ketika membaca sholawat, ada juga sebagian kaum Ma’rifatullah menyebutkan keluarga dan sahabat-sahabatnya Nabi dalam arti secara hakekat pula yaitu:

a. Yang dimaksud “Keluarga Muhammad” adalah mereka yang pernah mengenal kepada “Hakekat Muhammad” yaitu yang pernah ma’rifat kepada Dzat & Sifat Allah.
b. Yang dimaksud dengan para sahabat-sahabat Muhammad yaitu: mereka yang pernah Allah tunjukan jalan yang lurus; apakah mereka sudah sampai atau belum (tahap ma’rifat kepada Hakekat Rosul Muhammad atau disebut ma’rifat kepada Dzat dan sifat Allah). Hal ini tergantung dari keuletan, ketakwaan, keikhlasan, dan keimanan dalam menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar yang diridhoi Allah, sesuai dengan ajaran agama Islam.

“Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu (Muhammad) keluar menemui mereka, sesungguhnya itu adalah lebih baik bagi mereka dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(QS Al-Hujarat 49:5).

(Bahagialah mereka jika mereka bersabar sampai Hakekat Muhammad menampakan dirinya).

Umat Islam yang sudah sampai ke martabat Ma’rifatullah, selalu bersholawat kepada Nabi karena perintah Allah dalam Al Qur’an, dengan tidak menuntut imbalan jasa atau pahala.

a. “Bahagialah orang yang bertemu dan mengenal Aku dan beriman kepada-ku”. (Mereka sudah mencapai derajat Isbatul yakin kepada Hakekat Muhammad).

b. “Bahagialah, orang yang tidak bertemu aku, tapi bertemu dengan orang yang mengenal kepada-ku (ma’rifat) dan beriman kepada-ku”.
Mereka baru mencapai derajat ilmul yakin terhadap adanya Hakekat Muhammad dalam dirinya sesuai dengan ajaran Islam (ilmu) yang diterima dari guru mursyidnya yaitu guru yang pernah bertemu dan mengenal Hakekat Muhammad.

Mereka sudah dapat dianggap sebagai para “sahabat Nabi Muhammad” dan apabila mereka tekun dalam menjalankan “tarekat”, dan lebih bersabar serta lebih mencintai Allah dan Rosul-Nya, Insya Allah dapat meningkat dari “sahabat” menjadi “Keluarga” Nabi Muhammad.

c. “Bahagialah, orang yang tidak bertemu dengan aku dan juga tidak mengenal dengan orang yang mengenal kepada-ku (ma’rifat), tapi beriman kepada ku.

Mereka yang tidak bertemu dengan hakekat Muhammad dan juga tidak bertemu dengan orang yang mengenal Hakekat Muhammad (ma’rifat), sehingga tidak dapat “Berguru” kepadanya, tetapi beriman kepada Muhammad dan berguru kepada Ulama Syariat dan bisa mendapat ilmu dari hasil membaca buku yang dikarang oleh para “Ulama” besar, mereka berarti sudah percaya menurut kabar adanya Hakekat Muhammad pada dirinya sendiri.

Pada tahapan tersebut, mereka sudah termasuk umat Muhammad dan mudah-mudahan dengan izin Allah, dibukakan hijab yang menjadi penghalang Qolbu sehingga lamabat laun semoga Allah memberikan atau memancarkan Nurrun Ala Nurrin dan meningkat menjadi insane atau sahabat Hakekat Muhammad.

“Rasa Allah” itulah Rasa Muhammad, itulah induknya Rasa atau disebut “Hakekat Muhammad” induknya rasa yang bersih dan suci disebut “Qolbu mu’min” yang menjadi mahligai Allah.

Induk Rasa (Hakekat Muhammad) itu terbagi atas 2 kategori:
Terdiri dari 5 (lima) rasa lahir dan 1 (satu) rasa lahir batin yang mencangkup kelima rasa tersebut tadi. Jadi jumlahnya ada 6 (enam) rasa.

Rasa ke 1 : Nyatanya dibadan kita yaitu rasa jasad,
Rosulnya Adam a.s. dan sahabat Rosulnya “Adam Kholifatullah”

Rasa ke 2 : Nyatanya dibadan kita yaitu rasa pendengaran /kuping, Rosulnya Ibrahim a.s dan sahabat Rosulnya “Ibrahim Habibullah”

Rasa ke 3 : Nyatanya dibadan kita yaitu rasa penglihatan / mata, Rosulnya Daud a.s dan sahabat Rosulnya “Daud Kholilullah”

Rasa ke 4 “: Nyatanya dibadan kita yaitu rasa mulut/lidah, Rosulnya Musa a.s dan sahabat Rosulnya “ Musa Kalamullah”

Rasa ke 5 : Nyatanya dibadan kita yaitu rasa mencium atai hidung, Rosulnya Isa a.s dan sahabat Rosulnya “Isa Rohullah”

Rasa ke 6 : Nyatanya dibadan kita yaitu rasa Qolbu, rasa lahir batin yang mencakup kelima (5) rasa tersebut diatas atau disebut “Hakekat Muhammad” atau “Rosul/Rasa Allah”
Rosulnya Muhammad Saw. Dan sahabat Rosulnya “Muhammad Rosulullah”.

Dengan adanya keterangan / penjelasan tersebut diatas, semoga pembaca sudah dapat menangkap atau sudah dapat menerima bahwa yang dianggap Hakekat “Keluarga” dari Hakekat Muhammad itu adalah para Rosul dan para Nabi.

Para Nabi itu adalah bersaudara seayah dan seibu, syareatnya berbeda-beda, sedangkan asal dan pokok agamanya satu ( Hadits ).

Adapun yang dimaksud “ Sahabat-sahabat “dari Hakekat Muhammad itu adalah “Insan yang benar-benar beriman dan sedang menjalankan Sabilillah, berusaha mencapai tingkat tinggi, hingga diberi anugerah Allah untuk dapat ma’rifat (bertemu, melihat dan mengenal) dengan Hakekat Muhammad atau disebut “Sifatullah” atau “Hakekat Syahadat”.

Dimana ada sifat disitu ada Dzat. Dimana ada Muhammad disitu ada Allah.

Merekalah yang dianugerahi Ilmu Laduni yaitu “NURRUN ALA NURRIN” (ma’rifatullah).

Hakekat nikah sirri dan nikah bilyad

Dalam Al Qur’an dan hadits, Allah telah menjelaskan secara tersirat tentang metode untuk menemui Allah (Liqa’ Allah) dan melihat Allah (Ru’yatullah) yaitu :

“....... barang siapa yang mengharapkan menemui Tuhannya, maka kerjakanlah amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada-nya”. (QS Al Kahfi 18 : 110)

Pada ayat tersebut di atas terdapat kalimat “amal yang shalih”. Mungkin kita bertanya dalam hati, apakah yang dimaksud dengan “amal yang shalih” itu ? Kata “amal” mempunyai arti perbuatan atau metode atau cara. Sedangkan istilah “shalih” yang seakar dengan kata “shalah” dan “shalat” mempunyai makna hubungan atau penghantar. Jadi istilah “amal shalih” mempunyai arti suatu perbuatan atau metode yang dapat menghantarkan seseorang kepada pengalaman Liqa’ Allah. Amal yang shalih pada hakekatnya adalah amal atau perbuatan atau metode yang telah dicontohkan oleh para Utusan Allah (Rasulullah) dalam usahanya untuk mengadakan pertemuan dengan Tuhannya. Dan yang harus diingat adalah bahwa jumlah para Rasul dan Nabi yang diutus oleh Allah adalah sangat banyak, dan tidaklah mungkin semuanya itu diutus hanya di satu daerah tertentu saja. Allah telah menurunkan para Utusan-Nya itu ke berbagai penjuru dunia. Dan tidak tertutup kemungkinan Allah juga pernah menurunkan Utusan-Nya di negeri Cina atau Shindustan, sehingga Nabi Muhammad Saw memerintahkan umat Islam pada waktu itu untuk belajar ilmu di negeri tersebut.

“Dan tiap-tiap umat ada Rasul Allah....”.(QS Yunus 10 : 47)

“Dan berapa banyak Kami telah mengutus Nabi-Nabi pada umat terdahulu... “. (QS Az Zukhruf 43 : 6)

“Ada beberapa rasul yang telah Kami kisahkan tentang mereka kepada kamu sebelumnya, dan Rasul-Rasul yang tidak kami kisahkan tentang mereka kepadamu...... “. (QS an Nisa 4 : 164)

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu orang-orang yang mengharap pertemuan dengan Allah dan hari Akhirat dan banyak mengingat Allah”. (QS Al Ahzab 33 : 21)

Untuk mencapai pertemuan dengan Allah diperlukan usaha dari setiap manusia dengan bimbingan seorang Guru Mursyid yang telah mencapai derajat Ma’rifatullah atau yang telah mengalami pengalaman bertemu Allah dengan berpedoman kepada Kitab-Kitab Suci yang telah diturunkan kepada umat manusia. Prosesi Menemui Allah (Liqa’ Allah) yang telah dicontohkan oleh para Rasul, Nabi dan Para Pewaris Nabi, pada intinya mempunyai satu kesamaan yaitu kita harus dapat melakukan prosesi mengulang kembali ke awal mula penciptaan manusia.

“Dan sesungguhnya kamu datang menemui Kami dengan sendirian seperti Kami ciptakan kamu pada awal mula kejadian dan kamu akan meninggalkan dibelakangmu semua apa yang Kami karuniakan kepadamu….. “. (QS Al An ‘am 6 : 94)


“Mereka dihadapkan kepada Tuhanmu dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang menemui Kami seperti Kami telah menciptakan kamu pada awal mula kejadian, bahkan kamu menyangka bahwa Kami tiada menetapkan janji bagi kamu “. (QS Al Kahfi 18 : 48)


“Perempuan-perempuan kamu (istri-istrimu) adalah seperti ladang bagimu, maka datangilah ladangmu sebagaimana kamu kehendaki dan kerjakanlah kebajikan untuk dirimu, bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu akan menemui-Nya, dan sampaikanlah berita gembira untuk orang-orang yang beriman “. (QS Al Baqarah 2 : 223)


“Dan mereka menanyakan kepadamu tentang haid. Katakanlah, “itu adalah penyakit atau kotoran”. Sebab itu hindarilah perempuan selama masa haid dan janganlah dekati mereka sebelum suci. Bila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu sebagaimana yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri“. (QS Al Baqarah 2 : 222)


“….. Ketika kami sedang berada disisi Rasulullah, tiba-tiba beliau bertanya : “Adakah orang asing diantara kamu ?”. Kemudian beliau bersabda : Angkat tangan kamu dan tutuplah pintumu”. (HR Al Hakim)

“Tutuplah pintumu dan ingat Allah”. (HR Bukhari)

Dalam memahami proses kembali ke awal mula penciptaan manusia, kita sering terjebak dalam cerita atau kisah-kisah yang bersifat simbolis sehingga terjadi penyimpangan dalam menafsirkan dan menerapkannya. Oleh sebab itu dalam memahami prosesi kembali ke awal mula penciptaan manusia, kita harus berpegang pada pedoman sebagai berikut :

Pertama : Setiap Kitab Suci mempunyai ayat-ayat yang bersifat Mukhamat dan Muthasyabihat.

“Dialah yang menurunkan Al Kitab kepada kamu. Diantara isinya ada ayat-ayat yang mukhamat, itulah pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain adalah ayat-ayat mutasyabihat......”. (QS Ali Imran 3 : 7)

Kedua : Setiap ayat yang mengisahkan tentang proses kembali ke awal mula penciptaan manusia, selalu mengandung pengertian yang berpasangan baik lahir maupun batin serta mengandung banyak perumpamaan atau amtsal.

“Dan Kami ciptakan segala sesuatu berpasangan-pasangan supaya kamu mendapatkan pengajaran”. (Ad Dzariyat 51 : 49)

“Maha Suci Allah yang telah menciptakan segala sesuatu berpasangan-pasangan diantara yang tumbuh di bumi danm pada diri mereka dan dari apa yang mereka yang tidak diketahui” (QS Yasin 36 :36)

“Sesungguhnya Kami telah menjelaskan berulangkali kepada manusia dalam Al Qur’an ini bermacam perumpamaan tetapi kebanyakan manusia enggan menerimanya kecuali ingkar”. (QS Al Isra 17 : 89)

“Dan sesungguhnya telah Kami buat dalam Al Qur’an ini bermacam-macam perumpamaan untuk manusia. Dan sesungguhnya jika kamu membawa kepada mereka suatu bukti, pastilah orang-orang yang kafir itu akan berkata : “Kamu tidak lain hanyalah orang-orang yang membuat kebohongan belaka”. (QS Ar Rum 30 : 58)

“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu”. (QS Al Ankabut 29 : 43)

Ketiga : Setiap Kitab Suci, ditujukan untuk manusia yang masih hidup, sehingga apa yang diperintahkan, dalam Kitab Suci harus bisa dilaksanakan oleh manusia ketika dia masih hidup di atas dunia.

Berdasarkan tiga pedoman tersebut, kita akan coba untuk membahas ayat-ayat yang menjelaskan metode untuk menemui dan melihat Allah. Dalam surat Al-kahfi 18 : 110 telah dijelaskan bahwa apabila seorang manusia ingin berjumpa dengan Allah selagi masih hidup di dunia, maka ia harus melakukan “amal shalih”. Kata amal mempunyai arti : perbuatan, metode, cara atau laku, sedangkan kata shalih mempunyai arti hubungan, sambungan atau antaran. Jadi pengertian amal shalih adalah suatu perbuatan atau metode yang dapat mengantarkan atau menghubungkan kita kepada pengalaman bertemu dan melihat Allah.

Berdasarkan surat Al An”am 6 : 94 Allah telah memberitahukan bahwa proses bertemunya seorang manusia dengan-Nya adalah seperti ketika manusia diciptakan pada awal mula kejadian. Dengan dalil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa intisari dari metode amal shalih adalah suatu proses pengulangan kembali ke awal mula kejadian penciptaan seorang manusia. Bagaimanakah proses awal mula penciptaan seorang manusia ? Dan apa hubungannya dengan proses bertemunya seorang manusia dengan Allah. Untuk membahasnya, marilah kita lihat sejarah hidup Nabi Muhammad Saw dalam mencari keberadaan Sang Khaliknya.

Sejak lahir sampai berumur 25 tahun, beliau telah diajarkan dan didoktrin oleh para pemuka agama kaum Quraisy bahwa Tuhan yang harus disembah adalah Tuhan-Tuhan yang berwujud patung-patung yang mempunyai nama antara lain Lata Uza, Manata dan lainnya. Dalam diri Muhammad pada waktu itu tidak mempercayai ajaran tersebut, sehingga beliau meminta ijin kepada istrinya Siti Khodijah untuk bertahanuts atau beruzlah mengasingkan diri ke dalam gua Hira dilereng Gunung Cahaya (Jabal Nur) dengan tujuan untuk mencari Tuhan yang sebenarnya.

Selama berbulan-bulan beliau bertahanuts di Gua Hira, tetapi belum juga menemukan cara untuk bertemu sekaligus mengenal Sang Khalik. Tetapi berkat usaha beliau yang tidak kenal menyerah, akhirnya di usia ke 40 tahun, beliau mendapatkan Wahyu yang pertama kali dari Allah yang isinya adalah perintah untuk membaca, merenungkan dan mempelajari proses awal mula penciptaan diri seorang manusia.

“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia menciptakan manusia dari Alaqah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Pemurah. Yang mengajari manusia dengan Qalam. Dia mengajari manusia apa yang belum diketahuinya”. (QS Al Alaq 96 : 1-5)

Berdasarkan dalil tersebut, marilah kita renungkan, Muhammad pada waktu itu bertahanuts di Gua Hira dengan tujuan untuk mencari, menemui dan mengenal keberadaan Sang Khalik yang sebenarnya, walaupun beliau tidak mengetahui cara atau metode untuk bertemu dengan Sang Khalik. Untuk maksud tersebut, akhirnya Allah memerintahkan agar beliau mempelajari proses awal mula penciptaan seorang manusia dari Al Alaqah. Tentunya Muhammad pada waktu itu bertanya dalam qalbunya, apakah hubungan antara proses awal mula penciptaan manusia dari Al Alaqah dengan proses bertemunya seorang manusia dengan Allah ? Dengan kecerdasan yang dimiliki oleh beliau dan pengajaran yang diajarkan oleh Allah, akhirnya beliau menemukan jawabannya, sehingga akhirnya beliau dapat bertemu dan melihat Allah untuk pertama kalinya di Gua Hira. Kemudian selanjutnya beliau selalu mendapatkan pengajaran dari Allah berupa wahyu-wahyu sampai beliau berusia 63 tahun. Demikianlah sekilas sejarah hidup Nabi Muhammad Saw dalam mencari Tuhannya.

Dari sejarah Nabi Muhammad Saw tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa untuk bertemu dengan Allah kita harus mempelajari proses awal mula penciptaan diri yang bermula dari Al Alaqah. Kata Alaqah mempunyai dua arti yaitu pertama, cinta kasih yang melekat. Arti yang kedua adalah segumpal darah. Dari dua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses penciptaan manusia bermula dari rasa cinta Allah kepada makhluk-Nya. Hal ini sesuai dengan Hadits Qudsi :

“Aku dahulu adalah permata yang tersembunyi. Aku rindu untuk dikenal, maka Aku ciptakan makhluk agar ia mengenal-Ku”. (HR. Bukhari)

Rasa cinta Allah kepada makhluk-Nya itu kemudian diberikan kepada ayah ibu kita sehingga timbullah rasa cinta diantara keduanya, yang kemudian dilekatkan dalam sebuah ikatan perkawinan. Kemudian mereka melakukan persenggamaan sehingga terjadilah penyatuan dua rasa cinta yang dilebur menjadi satu. Dalam persenggamaan tersebut terjadilah pelepasan spermatozoa dari ayah, yang selanjutnya mereka bergerak menuju pasangannya yaitu ovum atau sel telur yang berada di dalam rahim. Setelah mereka bertemu maka sperma akan bergerak mengelilingi sel telur sebanyak tujuh kali mirip gerakan Thawafnya para jamaah haji. Setelah itu barulah sperma berusaha untuk menembus lapisan pelindung sel telur dan jika berhasil maka terjadilah penyatuan antara sel telur dengan sperma (nutfah) yang akan mengakibatkan pembuahan yang selanjutnya membentuk segumpal darah atau Al Alaqah yang merupakan cikal bakal janin bayi manusia.

Selanjutnya Alaqah tersebut berproses menjadi mudghah, izhamah dan lahmah kemudian baru menjadi bayi yang sempurna secara jasmaniyah, kemudian Allah meniupkan Ruh-Nya kedalam janin bayi tersebut. Ketika berada di dalam rahim, sang bayi mengalami keadaan dimana semua aktifitas inderawinya tidak berfungsi secara sempurna. Atau dengan kata lain, lubang-lubang inderawinya masih tertutup karena sang bayi berada dalam air ketuban (omnium water) selama kurang lebih 9 bulan, sampai akhirnya sang bayi lahir ke alam dunia ini.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses awal mula penciptaan seorang manusia melalui dua tahapan yaitu tahap pertama berasal dari cinta kasih seorang pria dan wanita yang saling dilekatkan dengan ikatan perkawinan dan persenggamaan. Tahap kedua, yang merupakan lanjutan dari tahap pertama yaitu segumpal darah yang melekat di dinding rahim yang terus berproses menjadi janin bayi yang terendam didalam air ketuban selama 9 bulan.

Dalam surat Al An’am 6 : 94 telah diisyaratkan bahwa proses bertemunya seorang manusia dengan Allah adalah seperti proses awal mula penciptaan diri manusia itu sendiri, yaitu persenggamaan kedua orang tuanya dan segumpal darah yang kemudian menjadi bayi yang berada dalam kandungan ibunya. Mungkin timbul dua pertanyaan dalam diri kita, pertama, apa hubungannya antara persenggamaan dengan proses bertemunya seorang manusia dengan Allah? Pertanyaan kedua, apa hubungannya antara proses penciptaan janin bayi dalam kandungan dengan proses bertemunya seorang manusia dengan Allah?

Inilah masalah yang selama ini dirahasiakan oleh Nabi Muhammad Saw.

“Janganlah engkau berikan ilmu ini kepada yang tidak membutuhkan, karena itu adalah perbuatan zhalim. Tetapi jangan engkau tidak berikan ilmu ini kepada yang membutuhkan, karena itu juga perbuatan zhalim”. (Al Hadits)

Seorang sahabat yang bernama Abu Hurairah juga pernah berkata :

“Aku hafal dua karung (kitab) hadits dari Rasulullah Saw. Yang satu karung (kitab) sudah aku siarkan kepada kalian semua. Sedang yang satu lagi kalau aku siarkan, niscaya dipotong orang leherku”. ( HR Bukhari)

Berdasarkan dalil tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada kitab hadits yang disembunyikan oleh Abu Hurairah, yang kemudian diajarkan hanya kepada orang yang terpilih yang terus diwariskan sampai ke generasi sekarang. Sebagian besar isi dari kitab hadits tersebut berkaitan dengan masalah metode untuk melihat Allah dan bertemu dengan-Nya, melalui proses pengulangan awal mula kejadian penciptaan manusia.

Dengan niat yang baik, penulis mencoba menyingkap masalah tersebut dengan dasar Al Qur’an dan Hadits :

“Dan janganlah engkau sembunyikan kebenaran itu, padahal engkau mengetahuinya”. (QS Al Baqarah 2 : 42)

“Sampaikanlah kebenaran itu walaupun pahit”. (HR Bukhari)


“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan atau merahasiakan keterangan-keterangan dan petunjuk-petunjuk yang telah Kami turunkan setelah Kami menjelaskannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknat Alllah dan dilaknat pula oleh mereka yang melaknat kecuali orang-orang yang telah bertaubat, berbuat kebaikan dan menerangkan apa-apa yang mereka sembunyikan, maka mereka itulah yang Aku terima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”. (QS Al Baqarah 2 : 159-160)


“Sampaikanlah dariku, walaupun satu ayat”. (Al Hadits)

Di dalam Al Qur’an, Allah telah mengisyaratkan hubungan antara persenggamaan dengan proses bertemunya seorang manusia dengan Allah, yaitu :

“Perempuan-perempuan kamu (istri-istri kamu) adalah seperti tempat bercocok tanam bagimu, maka datangilah tempat bercocok tanam milik kamu itu sebagaimana kamu kehendaki. Dan buatlah kebaikan untuk dirimu dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu akan menemui-Nya dan sampaikanlah berita ini gembira untuk orang-orang yang beriman”. (QS Al Baqarah 2 : 223)

Sebagian besar mufasirin menafsirkan ayat tersebut termasuk ayat yang bermakna mukhamat artinya jelas dan terang sesuai dengan teksnya. Tetapi apabila kita teliti lebih lanjut, terdapat satu keanehan yang tersirat dalam ayat tersebut, yaitu pada awalnya ayat itu berbicara tentang masalah persenggamaan (berjima’) antara seorang suami dengan istri istrinya, tetapi tiba-tiba diakhir ayat tersebut terdapat kalimat : “dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu akan menemui-Nya dan sampaikanlah berita gembira ini kepada orang-orang beriman” Tentunya kita bertanya, Apa hubungannya antara persenggamaan dengan kabar gembira bahwa kita akan menemui Allah ? Mengapa Allah menggabungkan antara permasalahan tatacara bersenggama (berjima’) dengan masalah proses menemui-Nya dalam satu ayat ? Adakah makna yang tersirat dari ayat tersebut ? Inilah permasalahan yang akan kita coba bahas dengan hati-hati, karena hal ini merupakan masalah yang sangat sensitif yang bisa menimbulkan kesalafahaman dan fitnah, seperti yang terjadi pada penulisan kitab “Darmogandul” dan Kitab “Gatoloco” yang menjadi polemik pada waktu itu sampai sekarang ini.

Proses bertemunya seorang manusia dengan Allah adalah melalui suatu proses yang mirip dengan proses awal mula penciptaan manusia (surat Al An’am 6 ayat 94). Kata “mirip” inilah yang harus diperhatikan dan dipahami dengan benar. Kata “mirip” ini merupakan terjemahan dari kata “kamaa”. Kita sering tidak menyadari arti kata “kamaa” ini. Dalam bahasa Arab, kata “kamaa” mempunyai banyak arti yaitu seperti, sebagaimana, bagaikan atau mirip. Dari arti ini dapat disimpulkan, bahwa proses bertemunya seorang manusia dengan Allah adalah seperti proses penciptaan awal mula kejadian manusia yaitu yang diawali dengan persenggamaan antara ayah ibu kita adalah bukan dalam arti yang sebenarnya, tetapi proses tersebut hanya bersifat mirip dengan proses awal mula penciptaan manusia (persenggamaan). Bagaimanakah kemiripannya ?

Untuk memahami permasalahan tersebut, kita harus menyadari bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu dengan berpasangan (QS 51 : 49) Demikian juga diri kita, juga diciptakan dengan berpasangan

“Maha Suci Allah yang telah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”. (QS Yasin 36 : 36)

Pada bagian akhir ayat tersebut dijelaskan bahwa kita tidak mengetahui secara keseluruhan apa saja yang diciptakan Allah secara berpasangan. Tegasnya, masih banyak yang diciptakan secara berpasangan yang belum diketahui oleh kita, salah satunya adalah tentang diri kita sendiri yang ternyata juga berpasangan.

Diri kita yang bersifat jasmani mempunyai pasangannya yaitu diri yang bersifat ruhani. Diri jasmani kita juga mempunyai pasangan secara jenis kelamin, yaitu pria dan wanita. Dalam pandangan ahli hakikat, pada diri setiap manusia, terdapat syimbol kelakian dan kewanitaan, baik secara genital maupun secara sifat. Secara genital kelakian diberi tanda khusus dengan organ yang berbentuk “huruf alif” atau “lingga” atau “alu”. Sedangkan genital kewanitaan diberi tanda khusus dengan organ vital yang berbentuk “huruf ba” atau “Yoni” atau “lumpang”. Dalam bahasa Arab, organ vital kelakian di sebut Ad Dzakar, sedangkan organ vital kewanitaan disebut Al Untsa. Sifat kelakian disebut dengan istilah Ar Rizal, sedangkan sifat kewanitaan disebut dengan istilah An Nisa.

Setiap diri manusia juga mempunyai dua syimbol kelakian dan kewanitaan sekaligus (aprodite), yaitu tujuh lubang inderawi yang ada di kepala dan tiga lubang yang ada di badan sebagai syimbol kewanitaan, dan sepuluh jari tangan sebagai syimbol kelakian. Inilah makna syimbolis dari hakikat istri, yang di isyaratkan dalam Al Qur’an :

”Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia menciptakan untuk kamu istri dari anfusmu sendiri........”. (QS Ar Rum 30 : 21)

“Dia menciptakan kamu dari diri yang satu, kemudia Dia menjadikan daripadanya istrinya......”. (QS Az Zumar 39 : 6)

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kamu kepada Tuhanmua yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Allah menciptakan istrinya....”. (QS An Nisa 4 : 1)

Tujuh lubang inderawi yang ada dikepala manusia merupakan tempat berkumpulnya empat rasa inderawi yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman dan pengucapan, oleh ahli hakikat dianggap sebagai syimbol “empat istri” yang harus dinikahi secara keseluruhan atau poligami, agar ke empat hawa nafsu yang ada pada lubang-lubang telinga, mata, hidung dan mulut dapat dipimpin dan dikendalikan oleh sang suami.

“Dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap perempuan yatim, hendaklah kamu menikahi siapa saja di antara perempuan-perempuan yang kamu sukai dua, tiga, atau empat tetapi jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,maka nikahilah seorang saja atau kamu mengambil budak-budakperempuan yang kamu miliki.........”. (QS An Nisa 4 : 3)

Seorang lelaki yang dapat mempunyai empat istri dan dapat mengendalikan dan memimpin ke empat istrinya adalah type seorang muslim yang terbaik, hal ini sesuai dengan hadits nabi Muhammad Saw :

“Dari Sa’id bin Jubair, ia berkata : Ibnu Abbas berkata kepadaku : “Apakah engkau telah menikah?” Aku menjawab : “Belum”. Ia berkata : “Menikahlah, karena sesungguhnya sebaik-baiknya orang Islam adalah yang lebih banyak istrinya”. (HR Bukhari dan Ahmad)

Secara syimbolis dalil tersebut menjelaskan tentang hakikat dari keberadaan hawa nafsu yang berada disetiap lubang telinga, mata, hidung dan mulut. Ke empat inderawi (telinga-mata-hidung-mulut) merupakan syimbol dari perempuan yatim, artinya perempuan yang hidup sendirian (yatim=sendiri, satu-satunya atau tidak berbapak). Aktifitas mendengar, melihat, mencium dan mengucap, mengalami pertumbuhan dan perkembangan dengan sendirinya (yatim), karena mereka sudah diprogram oleh Allah untuk menjalankan fungsinya sesuai dengan perintah-Nya. Telinga hanya berfungsi untuk mendengar, mata hanya berfungsi untuk melihat, hidung hanya berfungsi untuk mencium dan mulut hanya berfungsi untuk mengucap dan mengecap saja. Singkatnya fungsi inderawi mereka tidak akan tertukar diantara mereka. Hal ini yang diisyaratkan dalam firman-Nya :

“Dan sungguh Kami telah mencptakan di atas (kepala) kamu tujuh (lubang) jalan (aktifitas inderawi).Dan tidaklah Kami lalai memelihara (fungsi inderawi) yang Kami ciptakan itu”. (QS Al Mu’minun 23 : 17)



Setiap inderawi mempunyai kebutuhan yang sangat fithrah yang harus dipenuhi. Apabila kebutuhan itu terpenuhi dengan baik maka ia akan bahagia atau sebaliknya ia akan tidak bahagia apabila kebutuhannya tidak terpenuhi. Kebutuhan mata adalah melihat. Kebutuhan telinga adalah mendengar. Kebutuhan hidung adalah mencium dan kebutuhan mulut adalah mengucap dan mengecap. Semua kebutuhan itu harus dipenuhi dengan adil, tetapi kadang kita tidak bisa berbuat adil, misalnya kita hanya mendahulukan kepentingan salah satu inderawi saja dibandingkan kebutuhan inderawi lainnya atau kita hanya mempercayai salah satu inderawi saja dibandingkan mempercayai inderawi lainnya. Inilah yang diisyaratkan secara syimbolis dalam firman-Nya :

“Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istrimu walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, maka janganlah kamu terlalu cenderung kepada istri yang kamu cintai sehingga engkau biarkan isrtri yang lain seperti tergantung (terlupakan)..........”. (QS An Nisa 4 : 129)

Dalam mengarungi bahtera rumah tangga, kadang para istri atau wanita menjadi sumber fitnah dan dosa, karena mereka banyak menuntut kebutuhannya secara berlebihan, sehingga Nabi Muhammad Saw pernah bersabda :

“Perempuan adalah perangkap syeitan”. (Al Hadits)

“Aku tidak meninggalkan umatku fitnah yang kebih berbahaya buat lelaki lebih dari fitnah yang dibawa kaum wanita”. (Al Hadits)

“Bumi ini subur dan indah. Dan Tuhan telah menyerahkan amanah kepada kalian di muka bumi ini. Jika muncul godaan di dunia, berhati-hatilah kalian. Dan berhati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah pertama yang menimpa bangsa Isarail adalah fitnah wanita”. (HR Muslim)

Secara syimbolis, hadits tersebut menjelaskan bahwa keinginan dari hawa nafsu yang ada di lubang inderawi kita, bisa juga menjadi perangkap syeitan (syeitan adalah sifat menjauh atau merenggang dari kebenaran) yang seringkali menimbulkan permasalahan karena kita akan terus mengikuti kemauannya dan selalu memenuhi kebutuhannya, sehingga kita akan menjauh dari nilai-nilai kebenaran. Misalnya, kita selalu menuruti apa saja yang yang diinginkan oleh mulut, sehingga kita makan secara berlebihan tanpa mempedulikan apakah makanan itu halal atau haram, thayib atau tidak.

Untuk mengatasi masalah tersebut Allah telah memberikan jalan keluarnya yaitu agar setiap lelaki atau suami selalu mengendalikan dan memimpin wanita atau istri-istrinya atau hawa nafsunya yang terdapat pada telinga, mata hidung dan mulut.

“Lelaki adalah pemimpin atas para wanita karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita).....”. (QS An Nisa 4 : 34)

Siapakah sang suami atau lelaki secara hakikat ? Secara hakikat syimbol “suami atau lelaki” adalah jari-jari tangan kita. Hanya jari-jari tangan kitalah yang dapat mengendalikan hawa nafsu atau keinginan yang berlebihan yang timbul dari ke empat istri kita yaitu telinga, mata, hidung dan mulut, dengan cara mengihramkan (melarang) mereka untuk beraktifitas seperti yang diisyaratkan dalam gerakan takbiratul ihram dalam setiap awal ibadah shalat.

Ketika keinginan untuk mendengar, melihat, mencium dan mungucap atau mengecap sudah sangat berlebihan, maka satu-satunya cara untuk menghentikannya adalah dengan menutup lubang-lubang inderawi tersebut dengan jari-jari tangan kita, dengan gerakan takbiratul ihram (takbir larangan). Dengan tertutupnya lubang-lubang inderawi kita maka secara berangsur-angsur keinginan hawa nafsu dari para istri mulai menghilang.

Gerakan takbiratul ihram secara syimbolis juga mengisyaratkan hubungan antara “pernikahan atau perkawinan” syimbol kelakian yaitu jari-jari tangan, dengan syimbol kewanitaan yaitu lubang-lubang inderawi, dengan proses pertemuan dengan Allah, seperti yang diisyaratkan dalam firman-Nya :

“Istri-istrimu adalah seperti ladang (tempat bercocok tanam) bagimu, maka datangilah ladangmu (tempat bercocok tanammu) sebagaimana kamu sukai dan buatlah kebaikan untuk dirimu dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu akan menemui-Nya dan sampaikanlah kabar gembira ini untuk orang-orang yang beriman”. (QS Al Baqarah 2 : 223)

Ayat tersebut apabila ditafsirkan secara syimbolis, akan mempunyai arti sebagai berikut :

Pertama : Kata “istri-istri” dalam ayat tersebut mempunyai makna syimbolis tujuh lubang inderawi yang berada di kepala manusia. Sedangkan kata ganti kamu, pada ayat tersebut mempunyai makna syimbolis sepuluh jari tangan manusia.

Kedua : Pada ayat tersebut terdapat kalimat “Perempuan-perempuan (istri-istri) kamu adalah ladang bagi kamu. Maka datangilah ladangmu sebagaimana kamu kehendaki”. Kalimat tersebut mempunyai arti syimbolis bahwa ketujuh lubang inderawi kita adalah ladang bagi sepuluh jari tangan. (Ladang adalah tempat untuk bercocok tanam, apabila tempat itu cocok untuk ditanam dengan satu jenis tanaman tertentu maka ditanamlah tanaman tersebut). Hal ini berarti tujuh lubang inderawi yang ada di kepala adalah tempat yang cocok bagi jari-jari tangan untuk ditanamkan di lubang-lubang tersebut sesuai dengan keinginan kita. Bagaimana mencocokkannya, silahkan tanya kepada ahlinya.

Ketiga : Pada ayat tersebut juga terdapat kalimat “dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu akan menemui-Nya”. Kalimat ini mempunyai arti simbolis, bahwa ketika jari-jari tangan sudah ditanamkan ke dalam lubang-lubang inderawi maka dalam posisi demikian sesungguhnya kita sedang melakukan prosesi untuk bertemu dengan Allah. Jadi prosesi menemui Allah dapat terjadi ketika simbol kelakian (jari-jari tangan) dipertemukan dengan syimbol kewanitaan yaitu lubang-lubang inderawi. Inilah yang dimaksud dengan hakikat pernikahan “Bil yad” (pernikahan dengan mempergunakan tangan) atau “sirri” atau “rahasia”, yaitu pernikahan yang bersifat rahasia antara jari-jari tangan dengan lubang inderawi yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri.

Keempat : Pada akhir ayat tersebut terdapat kalimat “dan sampaikanlah berita gembira ini kepada orang-orang yang beriman”. Kalimat ini mempunyai arti simbolis bahwa prosesi menemui Allah yang diisyaratkan dalam surat tersebut harus disebarluaskan kepada orang-orang yang beriman sebagai kabar gembira, agar mereka dapat mengetahui dan melaksanakan tatacara menemui Allah tersebut selagi mereka masih hidup di atas dunia

Setiap Hembusan Nafas Adalah Dzikir


Makhluk yang paling cantik pun diatas permukaan bumi ini tidak layak untuk di puji karena kita hanya boleh memuji kepada dua hal
1. Allah SWT
2. Nabi Muhammad SAW,
pujian kepada Nabi SAW pun akan kembali kepada Allah SWT.
Suatu ketika Nabi Ayyub as berjalan-jalan dan melihat sebuah bangkai yang dikerumuni oleh ulat. Ulat ini asyik sekali memakan bangkai tadi.Segerombolan burung pun datang untuk memakan bangkai tadi. Ulatpun berdoa kepada Allah karena makanannya telah diambil
oleh pemangsa yang lain. Agar burung-burung itu pergi.
Didalam hati nabi Ayyub as bertanya : "Untuk apa Allah SWT mencibtakan ulat yang tidak ada manfaatnya". Dengan izin Allah Nabi Ayyub as bisa berbicara dengan ulat tadi.
Wahai ulat apa manfaatmu diciptakan Allah SWT dipermukaan bumi ini. Ulat pun berbalik bertanya :
"Setiap harinya berapa kali engkau berdzikir kepada Allah ?" Nabi Ayyub as menjawab :"10.000 kali ".Ulat berkata : "Setiap setiap hembusan napas saya adalah dzikir".Hewan dan tumbuh-tumbuhan senantiasa berdzikir
kepada Allah.
Kalau melihat amalan manusia mungkin Allah tidak akan menurunkan hujan tetapi karena ada hewan dan tumbuh-tumbuhan yang selalu berdzikir dan membutuhkan air makanya Allah SWT masih turunkan hujan. Akhirnya Nabi Ayyub as diberi cobaan seluruh tubuhnya digrogoti oleh ulat yang dicacinya tadi. Semua hartanya pun habis terbakar. 6 orang anaknya pun meninggal dunia. 3 orang istrinya, 2 diantarany minta cerai karena mereka tidak tahan melihat penderitaan Nabi Ayyub as. Istrinya pun berkata : "Engkau adalah seorang nabi mintalah kepada Allah SWT supaya diberi
kesembuhan ?". Nabi Ayyub as menjawab : "Saya sudah 68 tahun diberi kesehatan oleh Allah SWT bagaimana saya akan mengeluh diberi penyakit baru 2 tahun oleh Allah SWT. Nabi Ayyub as hanya meminta dua doa kepada Allah SWT.
1. Supaya lidahnya tidak dimakan ulat. Supaya bisa senantiasa berdzikir kepada Allah SWT
2. Supaya hatinya tidak dimakan
ulat. Supaya bisa senantiasa mengingat Allah SWT Nabi Ayyub as pun diberi kesembuhan
oleh Allah SWT. Wajahnyanya semakin tampan dan bercahaya. Istrinya yang sudah cerai tadi meminta supaya menikah kembali.Tetapi nabi Nabi Ayyub as tidak mau.Waktu susah dalam agama tidak mau.Bagaimana bisa aku punya istri yang hanya mau senang saja.
Abu Darda r.a. meriwayatkan
bahwa Rasulullah SAW bersabda : Allah SWT akan membangkitkan suatu kaum pada Hari Kiamat, yang muka-muka mereka bersinar dengan terang, dan mereka akan didudukkan di atas mimbar-mimbar mutiara. Orang akan beririhati dengan mereka; mereka bukanlah dari kalangan para Nabi atau bukan para syuhada. Seorang Badui yang duduk (iftirasy) di atas lututnya berkata: Wahai Rasulullah! Beritahukanlah tanda-tanda mereka kepada kami supaya kami dapat mengenal mereka. Baginda menjelaskan: Mereka adalah orang-orang yang berasal dari keluarga dan kaum yang berlainan dan tempat yang berbeda,dan mereka berkumpul dalam suatu tempat semata-mata karena kasih kepada Allah, dan
sibuk dengan berzikrullah. (Tabrani, Majma-uz-Zawaid). Salah satu amalan ketika keluar dijalan Allah adalah ZIPANG : Zikir pagi petang. 100 pagi 100 petang. Waktu keluar dijalan Allah berkumpullah orang Jawa,
Batak, Sunda, Melayu dsb berasal dari keluarga dan kaum yang berlainan dan tempat yang berbeda. Kyai Udzairon katakan :
Untuk amalan Zikir pagi petang. Istighfar 100 kali Shalawat 100 kali Tasbih 100 kali Jadi yang pertama Istighfar dulu bermakna
membersihkan dosa-dosa kita. Baru Shalawat untuk membuka pintu-pintu langit. Kalau diri sudah bersih, pintu langit sudah terbuka maka Tasbih ita akan
langsung kepada Allah SWT. Jadikanlah lisan kita ini senantiasa berdzikir kepada Allah SWT.

Ada 7 perkataan yang baik. Jadikanlah setiap perkataan kita hanya ada pada 7 hal ini.
1. Berdakwah
2. Berdzikir
3. Membaca Al Quran
4. Taklim
5. Istighfar
6. Shalawat
7. Doa
Selain dari 7 perkara diatas maka setiap perkataan kita akan dihisab oleh Allah SWT. Semua sedia Insya Allah